RIBUAN ROHINGYA PERGI DENGAN KAPAL NELAYAN BELUM DIKETAHUI NASIBNYA

Manusia Perahu (Rohingya)
Manusia Perahu (Potho: Asiapics)
Manusia Perahu (Potho: Asiapics)

Sittwe, 23 Muharram 1436/16 November 2014 (MINA) – Ribuan orang etnis yang telah meninggalkan Myanmar bulan lalu belum diketahui keberadaannya, hingga menimbulkan kekhawatiran bagi kerabat dan kelompok advokasi.

Mereka menduga bahwa kapal dicegah untuk sampai ke pantai yang pada akhirnya mereka melanjutkan perjalanan ke tempat lain yang menerima kedatangan mereka.

Sekitar 12.000 Rohingya, kebanyakan dari mereka yang tak memiliki hak kewarganegaraan, telah meninggalkan negara Myanmar barat Rakhine sejak 15 Oktober, kata Chris Lewa dari Arakan Project, yang mengatur migrasi di Teluk Benggala.

Sebanyak 4.000 orang perahu, baik Rohingya dan Bangladesh yang masih tersisa di sekitar Bangladesh selama periode yang sama, kata Lewa seperti yang diberitakan Burmatimes dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Mereka yang bepergian dengan perahu atau yang sering disebut “manusia perahu” menuju Malaysia, tetapi kebanyakan transit di Thailand, di mana mereka sangat riskan dengan penyelundup dan pedagang yang menahan mereka di kamp-kamp hutan dekat perbatasan Malaysia sampai ada kerabat membayar uang tebusan untuk membebaskan mereka.

Sekitar 460 orang perahu ditemukan dan ditahan oleh pemerintah Thailand, November ini, namun ribuan lainnya tidak melakukan pendaratan atau menghubungi kerabat mereka yang biasanya hanya memerklukan perjalanan lima hari.

“Di mana mereka?” kata Lewa. “Kami sangat prihatin.”

Pada 2008 sangat banyak manusia perahu hilang, ujar Lewa. Ratusan Rohingya, banyak dari mereka kelaparan dan dehidrasi, kemudian diselamatkan dari perairan Indonesia dan India, sementara yang lain hilang di laut.

Perdana Menteri Thailand kemudian mengatakan ada “beberapa kasus” di mana kapal Rohingya dilarang mendarat dan “membiarkan orang-orang ini terapung ke pantai lain”, tetapi mereka hanya memiliki makanan dan air yang tidak memadai.

Puluhan ribu Muslim Rohingya mengungsi pada 2012 setelah bentrokan mematikan dengan umat Buddha di Myanmar negara bagian Rakhine. Banyak Rohingya kini tinggal di kamp-kamp kumuh dengan sedikit atau tanpa akses ke pekerjaan, kesehatan atau pendidikan.

Sentimen terhadap kelompok minoritas tersebar luas di Myanmar, yang mengaanggap mereka tidak memiliki hak untuk kewarganegaraan, meski telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi.

Jumat (14/11), Presiden AS Barack Obama meningkatkan kecaman internasional terhadap diskriminasi tersebut dan meminta Myanmar untuk memberikan mereka hak yang sama.

Diblokir

Dua pejabat senior militer Thailand mengatakan kepada Reuters bahwa tindakan pencegahan etnis Rohingya berlabuh mendekati pantai adalah hal yang benar.

Banpot Phunpian, juru bicara Komando Operasi Keamanan Internal (ISOC), mengatakan perwira militer yang dilatih untuk memperingatkan kapal dan awak mereka di dekat pantai Thailand dan negaranya memiliki hak untuk memblokir kapal di laut oleh petugas patroli.

“Jika orang mencoba untuk datang ke negara kita secara ilegal, kita memiliki hak untuk memblokir. Jika mereka berada di wilayah laut yang kita patroli kita bisa menghentikan mereka, “kata Banpot.

Manusia perahu yang meninggalkan Myanmar bulan lalu mungkin “bersembunyi di pulau-pulau dekat Thailand”, khawatir pemerintah akan semakin mempersulit kehadiran migran ilegal, katanya.

Laut teritorial Thailand memiliki luas hingga 12 mil dari pantai, kata ISOC dan Royal Thai Navy.

Juru bicara Angkatan Laut Laksamana Kan Deeubol mengatakan ia tidak yakin apakah kebujakan “mengsuir” masih berlaku, tetapi Thailand memiliki hak untuk melarang kapal ilegal.

Sajeda (32), tinggal di Thae Chaung, desa nelayan yang sepi dan menjadi sebuah camp penuh sesak untuk Rohingya sejak 2012 dekat Rakhine ibukota Sittwe.

Dia mengucapkan selamat tinggal kepada anaknya, Mubarek (13) pada 18 Oktober. Ia kemudian naik perahu nelayan dengan 62 Rohingya lainnya dan selalu berharap agar dirinya, anak serta suaminya bisa kembali bersatu di Malaysia.

Perahu berlayar dengan memuat banyak orang yang dikumpulkan di lepas pantai untuk diselundupkan kemudian berlayar menuju Teluk Benggala.

Meski kekhawatiran tentang nasib manusia perahu terus meningkat, tetapi hal itu tidak menghentikan eksodus dari Myanmar.

Reuters menyaksikan Rohingya berkumpul untuk naik perahu di Desa Ohn Taw Gyi, tidak jauh dari Thae Chaung, dan mengetahui bahwa setidaknya satu kapal lainnya telah berangkat dua minggu sebelumnya. (T/P004/R01)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Admin

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0