Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siapa pun Bisa Menjadi Penulis

Rana Setiawan - Jumat, 4 Juni 2021 - 03:01 WIB

Jumat, 4 Juni 2021 - 03:01 WIB

3 Views

Oleh: Eli Halimah, Kepala Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Tegalbuntu, Ciwandan, Cilegon Banten *

“Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka menulislah.” (Imam Ghozali)

       Sebuah “quote” (kutipan kata-kata bijak) yang sederhana, tetapi cukup menggelitik untuk kita kupas lebih dalam. Bagaimana tidak, saat kita membacanya, tentulah akan terbayang rangkaian kerumitan dan kesulitan dalam menulis.

Tentu kita paham bahwa yang dimaksud menulis bukanlah sekadar menulis atau asal nulis, namun menulis yang bermanfaat bagi orang lain. Sebuah tulisan yang bisa mengubah mind set (pola pikir) seseorang, bahkan kita sendiri sebagai penulis.

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

Menulis bukan sebuah pekerjaan berat, tetapi bukan juga pekerjaan ringan. Semua kembali pada masing-masing individu. Hal yang berat bisa menjadi ringan jika kita memiliki niat dan tekad yang kuat untuk melakukannya. Tetapi, sesuatu yang mudah dan ringan bisa menjadi sangat berat tanpa dibarengi niat yang kuat.

Tidak ada salahnya jika kita mulai menulis sekarang ini, berapa pun usia kita. Untuk sebuah kebaikan, umur bukanlah sebuah masalah. Selagi ada kesempatan di depan mata, gunakanlah waktu terbatas yang kita miliki untuk menebar kebaikan dengan tulisan.

Ada beberapa hal yang perlu kita pahami tentang dunia kepenulisan. Saya mengangkatnya berdasarkan pengalaman. Namun, ada baiknya kita cermati dan kita pahami bersama hal-hal dimaksud.

Pertama, bakat bukanlah segalanya. Sebagian orang berpikir bahwa untuk menjadi penulis diperlukan bakat pada bidang tersebut. Ternyata ini pola pikir yang kurang benar dan tidak bisa dibuktikan.

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Bakat bukanlah satu-satunya penentu keberhasilan seseorang untuk menulis dan menjadi penulis yang baik. Mengapa? Karena bakat sendiri masih bersifat fluktuatif, bisa naik dan bisa juga turun.

Bakat yang diasah, dilatih, dan dipupuk akan menjelma menjadi sebuah keterampilan dan kekuatan yang dahsyat. Namun, jika bakat yang kita miliki cenderung kita abaikan, sangat mungkin ia akan berkurang, bahkan hilang sama sekali.

Kedua, perlu niat atau tekad yang kuat. Untuk memulai apa pun diperlukan niat yang kuat. Begitu juga untuk kegiatan menulis. Niat yang kuat bisa menjadi modal yang sangat besar bagi seseorang untuk memulai dan konsisten menulis.

Tanpa niat yang kuat, jangankan yang tidak memiliki bakat menulis, mereka yang berbakat pun akan meninggalkan kegiatan tulis-menulis dengan sangat mudah.

Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina

Ketiga, niatkan untuk menebar kebermanfaatan. Segala amal tergantung pada niat, begitu kandungan singkat sebuah hadis. Hal ini pun harus kita terapkan dalam kegiatan menulis. Maka, niatkan kegiatan menulis untuk menebarkan kebaikan dan kebermanfaatan bagi orang lain.

Niat yang lurus akan membuat kita sangat menikmati kegiatan menulis karena kita tidak memiliki tendensi apa pun selain berbuat baik. Kita bisa menulis apa pun tanpa perlu takut pada siapapun. Kita bisa menulis dengan tenang dan berkarya sebanyak-banyaknya. Semua itu karena niat kita yang baik dalam menulis.

Bayangkan jika kita menulis dengan niat ingin mendapatkan ”like” dan sanjungan dari pembaca. Yang terjadi, jika jumlah ”like”  yang kita peroleh sedikit atau bahkan tidak ada, kita akan kecewa dan pada akhirnya akan mengurangi bahkan menghentikan kita dari kegiatan tulis-menulis.

Keempat, konsisten dalam menulis. Kita tentu tahu, paham, dan setuju dengan pribahasa “alah bisa karena biasa”. Dalam kaitannya dengan kepenulisan, seorang penulis pemula tentu memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan.

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Tentu saja itu hal yang logis dan tidak perlu diperdebatkan. Namun, seiring bertambahnya jam terbang dalam menulis, dia akan menemukan dan melakukan perbaikan dengan sendirinya atau mendapat masukan dari orang lain.

Apa yang harus kita lakukan hanyalah terus menulis dan tetap menulis. Buatlah pola menulis yang konsisten. Usahakan kita menulis setiap hari walaupun satu paragraf. Setidaknya itu akan menjadi pemicu dan perangsang bagi otak kita untuk terus berpikir dan bekerja secara simultan.

Kelima, menulis dari hal yang kita ketahui. Banyak penulis pemula yang bingung topik dan ide apa yang layak dan baik untuk ditulis. Kebanyakan dari penulis pemula cenderung membandingkan tulisannya dengan karya orang yang telah sukses dalam bidang ini. Hal ini tentu akan membuat mental down dan enggan untuk menulis.

Cara yang paling mudah adalah menulis dari hal-hal yang kita ketahui. Jika kita seorang pendidik, menulislah tentang pendidikan. Begitu juga dengan profesi lainnya. Bahkan jika kita adalah seorang ibu rumah tangga, tulislah hal-hal yang berkaitan kerumahtanggaan.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

Ibu-ibu bisa menulis tentang menu kesukaan keluarga, kegiatan yang dilakukan dengan keluarga, atau tips dan trik tentang kerumahtanggaan. Dengan menuliskan hal yang kita tahu, kegiatan menulis akan menjadi sesuatu yang menyenangkan dan bermanfaat.

Keenam, menulis dari hal yang kita sukai. Setiap orang pasti mempunyai hal yang dia sukai, entah makanan, model baju, atau yang lainnya. Menuliskan sesuatu yang kita sukai bisa menjadi pilihan bagi penulis pemula untuk memulai kegiatan kepenulisan.

Jika kita suka berkebun, tulislah semua hal tentang berkebun. Mulai dari tahap persiapan, pengolahan, perawatan, sampai tahap panen. Semua bisa dijadikan ide untuk tulisan. Menuliskan hal yang kita sukai tentu sangat menyenangkan.

Ketujuh, menulis dari hal yang kita butuhkan. Setiap orang pasti punya keinginan dan kebutuhan akan sesuatu. Contoh sederhana, seorang guru membutuhkan laptop untuk menunjang semua tugas pokok dan fungsinya.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Mengingat perkembangan teknologi saat ini, kebutuhan akan laptop bagi guru tidak bisa ditawar lagi. Begitu pula dengan profesi atau aktivitas lainnya. Masing-masing memiliki kebutuhannya sendiri. Apa yang kita butuhkan, dapat menjadi sebuah bahan untuk tulisan.

Kedelapan, bergabung dengan komunitas menulis. Manusia adalah makhluk sosial. Jiwa dan sifat berkumpulnya pasti muncul dalam segala kondisi. Bagi kita, penulis pemula, sangat perlu berkumpul dengan komunitas yang memiliki minat sama.

Berada di tengah orang-orang yang satu frekwensi akan membuat motivasi kita untuk menulis tetap terjaga. Di samping itu kita dapat belajar dari karya-karya orang lain dan memperoleh ilmu tentang kepenulisan yang sangat bermanfaat.

Kesembilan, membaca. Seorang penulis pasti seorang pembaca, tetapi seorang pembaca belum tentu seorang penulis. Membaca menjadi kebutuhan bagi seorang penulis. Dari membacalah kita memiliki beraneka macam informasi dan pengalaman.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam, tak Ada Jejak Yahudi Sedikit Pun

Ketika otak kita telah banyak dipenuhi ilmu dan informasi, tentu kita ingin menuangkannya menjadi sebuah tulisan. Tentu kita sepakat bahwa membaca sangat banyak manfaatnya, apalagi bagi seorang penulis.

Membaca dapat meningkatkan kosa kata, meningkatkan kemampuan berpikir analitis dan logis, serta meningkatkan kemampuan menulis. Semakin banyak membaca, semakin kaya dan semakin variatif pola pikir seorang penulis.

Kesepuluh, jangan takut dengan kritikan. Tak ada gading yang tak retak, sebuah pribahasa yang dari dulu kita ketahui. Tak ada tulisan yang sempurna yang ditulis oleh penulis mana pun. Semua tulisan memiliki keterbatasan sendiri.

Bagi kita yang ingin terjun di dunia literasi, pribahasa di atas harus selalu kita ingat. Jika suatu saat tulisan kita ditanggapi berbeda, dikritik, atau dikecam oleh orang lain, kita harus menerimanya dengan lapang dada.

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Hal ini sangat mungkin dan lumrah terjadi. Saat kita memposting tulisan ke media sosial, saat itu juga tulisan kita menjadi milik dunia dan setiap orang bisa dan boleh memberikan tanggapan apa pun padanya.

Jika tanggapan yang diberikan orang lain baik dan cukup konstruktif, tidak ada alasan bagi kita untuk menolaknya. Kita harus berani mengambil sikap untuk memperbaiki diri dengan meningkatkan kualitas tulisan kita.

Kesebelas, merancang sejarah dengan menulis. Everyone is the architect of his own future, setiap orang adalah perancang masa depannya sendiri. Masa depan seperti apa yang kita inginkan, dapat kita wakilkan dengan karya tulisan kita.

Dengan menulis, kita memberikan tanda pada kehidupan bahwa kita pernah menjadi bagian dari sejarah dunia. Dengan tulisan, kita mengabadikan pemikiran, nilai yang kita anut, dan lain sebagainya agar dapat dinikmati oleh orang lain, juga anak cucu kita.

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Dengan tulisan sejarah, kita tidak akan mati meskipun kita telah tiada. Karya dan tulisan kita akan abadi sepanjang masa. Semua keturunan kita dapat mengetahui siapa dan bagaimana kita, melalui tulisan yang kita buat.

Jadi, siapa pun kita, apa pun latar belakangnya, sejatinya kita berpotensi menjadi seorang penulis. Menulis adalah sebuah pekerjaan kemanusiaan. Dengan menulis kita bisa mempengaruhi pola pikir orang dan masyarakat, menanamkan sebuah nilai, bahkan mengubah peradaban dunia.(A/R1/RS3)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga

*Penulis, Eli Halimah, S.Ag., M.Pd. adalah Kepala Madrasah Aliyah Al-Khairiyah Tegalbuntu, Ciwandan, Cilegon Banten. Eli Halimah juga menulis di kompasiana serta di beberapa komunitas kepenulisan di facebook, instagram, dan telegram. Baru-baru ini ia juga menulis novel dengan judul “Juwita Hati Bumi Jawara” dan saat ini sedang memproses buku solo kedua berupa kumpulan puisi dengan judul “Surga yang Terlupa”.

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Kolom