Jenewa, 12 Rabi’ul Akhir 1438/ 11 Januari 2017 (MINA) – Swiss telah memenangkan kasus di Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) terkait mewajibkan orang tua Muslim perempuan untuk menyertakan anak-anak mereka mengikuti pelajaran berenang campuran dengan laki-laki dalam satu kolam.
Seperti diberitakan International Islamic News Agency (IINA) yang dikutip MINA, Rabu (11/1), pihak otoritas memprioritaskan hak yang lebih tinggi yakni pelaksanaan kurikulum sekolah seharian (full day school) dan memastikan para murid sukses berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, Pengadilan juga mengakui saat ini memang ada gangguan dalam kebebasan beragama.
Kasus kewajiban belajar berenang ini meningkat ketika dua warga negara Swiss yang berasal dari Turki melarang putri mereka untuk ikut dalam pelajaran berenang. Alasannya, karena kolam yang menjadi sarana belajarnya itu bercampur bersama anak laki-laki. Pihak sekolah mengatakan, murid dilarang atau dikecualikan untuk mengikuti pelajaran berenang yang kolamnya bercampur dengan laki-laki, hanya jika anak perempuan sudah memasuki masa pubertas.
Baca Juga: Diplomat Rusia: Assad dan Keluarga Ada di Moskow
Tahun 2010, setelah sengketa kasus terus bergulir, para orang tua diperintahkan untuk membayar denda sebesar 1.380 dolar AS karena melanggar kewajiban mereka sebagai orang tua kepada anak. Para orang tua ini berpendapat hal itu justru melanggar pasal 9 konvensi Eropa tentang hak asasi manusia yang melindungi kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama.
Di sisi lain, dalam sebuah pernyataan, pengadilan menyatakan penolakan terhadap penarikan para siswi Muslim dari pelajaran berenang karena itu malah merusak kebebasan beragama. Juga dikatakan bahwa hukum yang berlaku justru berfungsi untuk melindungi murid-murid asing dari segala bentuk pengucilan sosial. Di Swiss juga, bebas untuk mendesain sistem pendidikan sesuai kebutuhan dan tradisi setempat.
Pengadilan juga menyatakan, sekolah memiliki peran penting agar para murid memperoleh pembelajaran mengenai bagaimana menghadapi kehidupan bermasyarakat dan sosial. Pembebasan anak untuk tidak mengikuti pelajaran itu hanya bisa dilakukan dalam kondisi yang luar biasa. (T/anj/RS1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Penulis Inggris Penentang Holocaust Kini Kritik Genosida Israel di Gaza