Tim Advokasi HRS Daftarkan Permohonan Praperadilan

Jakarta, MINA – Perwakilan Tim Advokasi yang diketuai M. Kamil Pasha telah mendaftarkan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangka HRS oleh pihak penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.

“Dalam permohonan tersebut, kami meminta agar hakim praperadilan menyatakan penetapan tersangka terhadap HRS yang dilakukan pihak penyidik adalah tidak sah, tidak berdasar hukum,” kata Kamil dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (15/12).

Menurutnya, penetapan tersangka tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, termasuk penangkapan dan penahanan tidak sah, penyidikan atas perkara a quo harus dihentikan (SP3).

“Penetapan tersangka itu, kami rasa mengada-ngada, dan tidak berdasarkan hukum, kami sampaikan beberapa poin,” kata Kamil.

Pertama, bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah Pasal 160 KUHP yang dikenakan terhadap HRS sebagai delik materiil, sehingga penerapannya harus pula disandarkan pada bukti materiil, bukan semata-mata berdasarkan selera penyidik, harus jelas siapa yang menghasut, dan siapa yang terhasut.

Sehingga melakukan tindak pidana dan telah terbukti bersalah di pengadilan, misalnya adanya suatu hasutan yang menyebabkan orang terhasut membuat kerusuhan, atau anarkisme, lalu diputus bersalah oleh pengadilan, dan telah berkuatan tetap.

Bukti tersebut tidak mungkin ada, karena sebelum ditetapkannya klien kami sebagai tersangka, tidak ada didapati bukti materiil itu. Kami berpendapat bahwa Pasal 160 KUHP tersebut semata-semata digunakan agar dapat menahan klien kami sebagai orang yang kritis menyuarakan kebenaran;

Kedua, Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan juga salah jika disangkakan kepada pemohon, unsur terpenting dari Pasal tersebut adalah “menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat”, maka dengan tidak adanya bukti penetapan karantina wilayah, juga tidak mengakibatkan adanya penetapan kedaruratan kesehatan dalam hal ini Karantina Wilayah dan PSBB yang diumumkan oleh pemerintah pusat dan menteri kesehatan yang diakibatkan langsung Klien kami, sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 49 ayat (3) UU No. 6 Tahun 2018 Kekarantinaan Kesehatan :

“Karantina Wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri”, penggunan pasal tersebut oleh pihak kepada klien kami jelas salah, dan mengada-ngada, serta tidak disandarkan pada bukti materiil;

Ketiga, hubungan sebab-akibat tersebut di atas harus didukung dengan adanya minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 184 KUHAP, dan karena delik materiil haruslah didukung oleh bukti materiil pula. Oleh karena tidak adanya bukti materiil yang mendasari penggunaan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan sebagai “predicate crime”, dan Pasal 160 KUHP, maka secara otomatis penggunaan Pasal 216 KUHP gugur karena pasal tersebut tidak dapat berdiri sendiri atau harus berkaitan dengan predicate crime-nya. (L/R4/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: kurnia

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.