Wartawan Pun Jadi Target Serangan Pasukan Israel

(Foto: MEMO)

 

Al-Quds, MINA – Kementerian Informasi menuduh mencoba menyembunyikan tindakan “terorisme dan penindasan” terhadap rakyat Palestina, dengan menargetkan wartawan yang berusaha meliput serangan kekerasan pasukan entitas itu terhadap peserta aksi damai tak bersenjata pada Jumat in (21/7).

Ribuan orang berkumpul di Tepi Barat dan turun ke jalan dalam solidaritas dengan aksi damai besar-besaran di Kota Al-Quds yang diduduki karena peningkatan langkah-langkah keamanan Israel di kompleks Masjid . Lebih dari 450 warga Palestina terluka dan lima pemuda meninggal saat bentrokan dengan pasukan Israel tak terhindarkan.

Dalam bentrokan itu, pasukan Israel menyerang sekitar 300 peserta aksi damai di kota Bethlehem di Tepi Barat yang diduduki dengan tembakan gas air mata dan peluru baja berlapis karet, puluhan lainnya terluka, termasuk koresponden Ma’an TV Mirna Al-Atrash, yang terkena tabung gas air mata dan luka ringan di wajah.

Wartawan Ma’an Muhammad Lahham juga termasuk di antara sejumlah lainnya yang melakukan demonstrasi di Bethlehem yang menderita inhalasi gas air mata, demikian laporan Ma’an yang dikutip MINA, Sabtu (22/7).

Kementerian Informasi menyatakan bahwa dua fotografer untuk Kantor Berita Nasional Palestina WAFA terluka: Afif Amira terkena tembakan peluru baja berlapis karet di dada saat meliput bentrokan di Kota Al-Quds dan Mashhour Wahwah terkena bom suara pada kakinya saat meliput Bentrokan di Hebron.

Baca Juga:  Bendera Palestina Berkibar di Wisuda Universitas Michigan

Sementara itu, sejumlah wartawan Israel dan asing melaporkan, polisi Israel telah secara paksa memindahkan mereka dari daerah-daerah tertentu di Kota Al-Quds.

Kementerian Informasi itu mengatakan, serangan tersebut “membuktikan bahwa wartawan Palestina membutuhkan perlindungan internasional dari otoritas yang melanggar semua undang-undang dan konvensi.”

Kementerian tersebut mengatakan pihaknya “memberi hormat kepada para wartawan Palestina, terutama mereka yang bekerja di Kota Al-Quds, yang melakukan peliputan terbaik dalam menyampaikan narasi pembebasan Palestina, meskipun terjadi penindasan dan kebrutalan dari pihak otoritas pendudukan.”

Kementerian tersebut mendesak Federasi Jurnalis Internasional dan asosiasi jurnalis di seluruh dunia untuk ikut campur tangan dalam melindungi wartawan Palestina dari berbagai “kebrutalan” Israel dan meminta pertanggungjawaban otoritas Israel atas kejahatannya itu.

Pernyataan tersebut juga meminta Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan resolusi 2222 yang menggarisbawahi pentingnya perlindungan jurnalis dan mengecam semua pelanggaran yang dilakukan terhadap wartawan.

Sedikitnya dua wartawan terluka saat polisi Israel memecah demonstrasi sebelumnya di Kota Al-Quds pada 18 Juli 2017, menurut kelompok kebebasan pers lokal Pusat Pengembangan dan Kebebasan Media (MADA).

Baca Juga:  UNRWA Prihatin Potensi Serangan Israel di Rafah

Komite untuk Melindungi Wartawan (CPJ) bereaksi dalam sebuah pernyataan yang meminta pihak berwenang Israel memastikan bahwa wartawan dapat meliput demonstrasi dan kerusuhan dengan aman.

“Meliputi demonstrasi seharusnya tidak menjadi tugas yang berbahaya bagi wartawan,” pernyataan tersebut mengutip Koordinator Program CPJ Timur Tengah dan Afrika Utara, Sherif Mansour. “Kami meminta petugas polisi Israel untuk menyelidiki serangan tersebut dan memastikan bahwa semua wartawan dapat mengatasi kerusuhan dengan aman dan tanpa rasa takut akan pembalasan.”

Konspirasi Israel

Penargetan pasukan Israel terhadap wartawan Palestina telah berubah menjadi hukuman kolektif selektif melawan profesinya. Menurut kantor berita Ma’an, pada April 2016, Israel telah melarang organisasi Arab dan internasional untuk mengimpor rompi antipeluru bagi para jurnalis di Gaza, dalam upaya untuk membuat pers Palestina lebih rentan diserang.

Bahkan, Bilal Jaadallaah, pendiri Rumah Media Palestina di Jalur Gaza pernah menuturkan media adalah cerminan realitas dan pembawa pesan nyata berbagai penderitaan warga palestina  kepada dunia khususnya, bahkan penderitaan para awak media sendiri terhadap berbagai aksi represif militer zionis Israel.

Militer zionis tidak pernah membedakan targetnya, baik itu sipil maupun awak media. pada tahun 2014 silam, sebanyak 17 wartawan Palestina gugur dalam berbagai aksi penyerangan yang dilakukan dengan sengaja oleh militer zionis Israel.

Baca Juga:  Mulai Bergerak ke Rafah, Israel Usir Paksa Warga Palestina

bahkan tahun 2015 ini terhitung tahun yang paling banyak terjadinya aksi kekerasan terhadap awak media Palestina. Terutama di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, tepatnya sejak awal bulan Oktober, saat meletusnya Intifadhah Al-Quds.

Menurut Komite untuk Mendukung Wartawan Palestina, sebanyak 43 wartawan ditahan oleh Israel sejak Oktober 2015, tiga di antaranya menderita penyakit serius. Penahanan wartawan telah digambarkan sebagai bagian dari konspirasi Israel yang menyamakan media yang berafiliasi dengan partai politik Palestina sesuai dengan definisi terdistorsi organisasi ‘teroris’ di Israel.

Selama agresi militer Israel pada tahun 2014, penargetan jurnalis oleh militer Israel didasarkan pada manipulasi hukum internasional tanpa banyak membungkam perbedaan pendapat oleh masyarakat internasional. Sebelumnya pada 2012 lalu, sebuah surat ke halaman opini New York Times yang ditulis oleh juru bicara IDF Avital Leibovich menegaskan: “Teroris seperti itu, yang memegang notebook dan kamera di tangan mereka, tidak berbeda dengan rekan mereka yang menembakkan roket ke kota-kota Israel dan Tidak dapat menikmati hak dan perlindungan yang diberikan kepada wartawan yang sah. ”

Tempat yang salah, kutipan tersebut adalah bukti bagaimana masyarakat internasional terus-menerus menutup mata terhadap pembunuhan yang ditargetkan terhadap wartawan Palestina. (T/R01/P1)

 

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.