Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Satuan Investigasi Al Jazeera telah menemukan sejumlah “bukti kuat” adanya genosida yang dikoordinasikan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya, menurut penilaian Yale University Law School.
Lembaga investigasi universitas, Lowenstein Clinic, menghabiskan delapan bulan mempelajari bukti dari Myanmar, termasuk dokumen dan kesaksian yang diberikan oleh Al Jazeera dan kelompok advokasi Fortify Right.
“Mengingat skala kekejaman dan cara politisi berbicara tentang Rohingya, kami pikir itu sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa niat (untuk melakukan genosida) ada,” kata Lowenstein Clinic.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Bukti eksklusif yang diperoleh Satuan Investigasi Al Jazeera dan lembaga HAM Fortify Right mengungkapkan, pemerintah Myanmar telah memicu kekerasan komunal untuk kepentingan politik dengan menghasut kerusuhan anti-Muslim, menggunakan pidato kebencian untuk menyebarkan ketakutan di antara warga Myanmar tentang Muslim, dan menawarkan uang kepada kelompok Budhis garis keras.
Ketika pemilihan umum pertama akan dilaksanakan pada 8 November setelah 25 tahun upaya pendekatan, saksi mata dan bukti dokumenter rahasia yang diperoleh oleh Al Jazeera mengungkapkan, Partai Pembangunan dan Solidaritas Bersatu (USDP) yang didukung militer telah berusaha meminggirkan Muslim dan menargetkan etnis Rohingya.
Hingga tulisan ini dipublikasikan, belum ada tanggapan dari kantor Presiden Myanmar dan juru bicara pemerintah.
Agenda genosida
Hasil penyelidikan yang disajikan dalam bentuk sebuah film dokumenter baru berjudul “Agenda Genosida” dikonsultasikan kepada ahli hukum dan diplomatik untuk menyimpulkan “apakah kampanye pemerintah senilai pemusnahan sistematis?”.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Profesor Penny Green dari Universitas London dan Direktur Inisiatif Kriminal Negara Internasional (ISCI) mengatakan, Presiden Thein Sein siap untuk menggunakan pidato kebencian demi tujuan pemerintahnya, dan itu untuk meminggirkan, memisahkan, mengurangi keberadaan Muslim di Burma.
“Itu bagian dari proses genosida,” kata Profesor.
Sebuah laporan independen dari ISCI menyimpulkan, kerusuhan pada 2012 menyaksikan konflik antara etnis Budha Rakhine dan Muslim Rohingya yang direncanakan. Kekerasan menewaskan banyak korban dan puluhan ribu orang mengungsi setelah beberapa ribu rumah dibakar.
“Itu bukan kekerasan komunal,” kata Green. “Itu kekerasan yang direncanakan.”
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Menurut Green, ada bus ekspres yang diorganisir disediakan untuk membawa warga Budha Rakhine dari daerah-daerah terpencil untuk mengambil bagian dalam serangan terhadap wilayah Muslim Rohingya.
“Minuman, makanan disediakan,” katanya. “Itu yang harus dibayar oleh seseorang. Semua ini menunjukkan bahwa itu direncanakan sangat hati-hati.”
Mantan Pelapor PBB di Myanmar, Tomas Ojea Quintana, menyerukan agar Presiden Thein Sein dari USDP dan Menteri Dalam Negeri dan Imigrasi diselidiki atas dugaan genosida.
Agenda Genosida menyajikan bukti bahwa agen-agen pemerintah Myanmar terlibat dalam memicu kerusuhan anti-Muslim.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Sebuah dokumen resmi militer yang salinannya telah diperoleh oleh Al Jazeera, menunjukkan penggunaan pidato kebencian, mengklaim Myanmar berada dalam bahaya dan akan “dimangsa” oleh umat Islam.
Al Jazeera merilis dokumen-dokumen tersebut dengan terjemahannya dan dokumenternya.
Penyelidikan juga mengungkapkan bagaimana pemerintah menggunakan preman untuk membangkitkan kebencian.
Seorang mantan anggota Intelijen Militer Myanmar yang disegani menggambarkan bagaimana ia menyaksikan agen provokator dari tentara memprovokasi umat Islam.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
“Tentara mengendalikan peristiwa ini dari balik layar. Mereka tidak terlibat secara langsung,” katanya, berbicara dalam kondisi anonimitas. “Mereka membayar uang kepada orang-orang dari luar.”
Di antara temuan lainnya adalah dokumen peringatan rahasia ‘kerusuhan komunal nasional’ yang sengaja dikirim ke kota-kota lokal untuk menghasut ketakutan anti-Muslim.
Bukti lebih lanjut dari sumber rahib di provinsi Sangha mengungkapkan, biksu yang menentang kekuasaan militer pada Revolusi Saffron 2007 ditawarkan uang untuk bergabung dengan kelompok pro-pemerintah anti-Muslim.
Meskipun ada bukti bahwa penguasa militer Myanmar sengaja memprovokasi kerusuhan komunal selama tahun kediktatorannya, sampai sekarang belum ada kelanjutan proses setelah transisi menuju demokrasi parsial.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
“Dalam kasus Rohingya, dalam kasus negara bagian Rakhine, bisa mencapai kejahatan genosida,” kata Matt Smith, pendiri kelompok advokasi Fortify Right. “Beberapa orang-orang terkuat di negeri ini seharusnya cukup menjadi subjek penyelidikan internasional (untuk masuk) ke dalam situasi negara bagian Rakhine.” (P001/P004/P4)
Sumber: Al Jazeera
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)