BELAJAR JIHAD DAN PENGORBANAN DARI WANITA-WANITA AGUNG

MUJAHIDAH

 MUJAHIDAHOleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Ketika paham nasionalisme terpaku pada sosok “agung” Kartini, yang setiap  21 April memberikan efek budaya di seluruh Indonesia, maka tidak sepatutnya para yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya turut mempersempit diri dengan pemahaman yang justeru menyeret mereka menuju budaya “bibir neraka”.

Masih terlalu banyak wanita-wanita anggun yang tangguh dan memiliki kontribusi mulia dalam kejayaan Islam. Dan mereka lebih layak untuk diagungkan, dipelajari dan dicontoh perilaku ibadahnya untuk kemaslahatan umat manusia, khususnya untuk Allah, Rasul-Nya, Islam.

Tidak hanya para Sahabat yang menunjukkan ruh dan pengorbanan yang tinggi untuk Allah dan Rasul-Nya, para sahabat wanita (Shahabiyat) di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam banyak pula yang menunjukkan jihad dan perjuangannya dalam meninggikan kalimat Allah.

Ada beberapa Shahabiyat yang patut dicontoh dalam jihad dan perjuangannya:

 

Nusaibah binti Ka’b radhiyallahu ‘anha

Shahabiyat ini dikenal sebagai simbol kepahlawanan dalam Perang Uhud, ia juga dikenal dengan nama Ummu Amarah.

Dalam Perang uhud, Nusaibah memiliki jiwa kepahlawanan dan ketegaran yang tidak mampu dilakukan oleh banyak kaum lelaki.

Dengan tangguh ia menghadapi Ibnu Qamiah di medan perang. Ia menebas lawannya dengan pedang, ia juga ditebas lawannya, sehingga bahunya terluka parah sampai-sampai telapak tangannya pun bisa masuk ke dalam luka itu. Namun Nusaibah terus turun ke medan tempur bersama putera-puteranya.

Seorang puteranya, Habib bin Zaid, akhirnya syahid di tangan Musailamah si pendusta.

Kematian puteranya tidak menyurutkan langkahnya untuk terus berjuang di medan perang. Bahkan wanita Pahlawan Perang Uhud ini telah ber’azam (bertekad bulat) untuk masuk ke medan tempur dan membunuh Musailamah.

Ummu Amarah berangkat ke medan Yamamah bersama puteranya Abdullah dalam pimpinan Saifullah al-Maslul (pedang Allah yang terhunus), Khalid bin Walid radhiyallahu ‘anhu. Di sana perang berkecamuk dan Musailamah kabur ke sebuah kebun yang berpagar dan ia menutup gerbangnya dengan kuat.

Singa-singa yang beriman menyerbu gerbang. Di antara para singa itu adalah Ummu Amarah.

Mereka melempar seorang sahabat ke balik gerbang sehingga dapat membukanya. Pada akhirnya, Musailamah mendapat tikaman mematikan dari Abdullah, disusul oleh hujaman jitu tombak sahabat Wahsyi. Maka si Nabi Palsu itu pun tersungkur tamat. Terobatilah luka hati Ummu Amarah atas kematian anaknya Habib di medan Uhud.

Kaum Muslimin mengakui keberanian yang tinggi dari sosok mukminah mujahidah ini, hingga panglima utama, Abu Bakar ash-Shiddiq mendatanginya, menenangkannya, dan mengakui ketegaran dan pengorbanannya yag menakjubkan itu.

 

Ummu Waraqah al-Anshariyah radhiyallahu ‘anha

Suatu hari ketika Perang Badar, Ummu Waraqah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk ikut berperang bersamamu, ikut merasakan sakit yang engkau alami, sehingga Allah mengaruniakanku kesyahidan.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Menetaplah engkau di rumahmu, sesungguhnya Allah akan mengaruniakanmu kesyahidan.”

Shahabiyat beriman ini pun menuruti perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Hari demi hari berlalu. Hingga suatu hari kemudian, datanglah masa yang membenarkan mukjizat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Ummu Waraqah memiliki seorang budak laki-laki dan perempuan. Ia telah menjanjikan kemerdekaan kepada keduanya setelah ia meninggal.

Namun kedua hati budak itu disesatkan oleh setan. Dari pada menunggu kapan majikannya meninggal, kedua budak itu memutuskan membuat majikannya pingsan lalu membunuhnya. Dan mereka kemudian melarikan diri.

Pagi harinya, Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, tadi malam aku tidak mendengar bacaan bibiku, Ummu Waraqah.”

Umar lalu masuk ke dalam rumah bibinya, tapi tidak menemukan siapa-siapa. Kemudian ia masuk ke dalam kamarnya. Umar pun menemukan bibinya terbungkus kain beludru.

Teringat akan nubuwwah Rasulullah, Umar pun berkata, “Maha benar Allah dan Rasul-Nya.”

Selanjutnya Umar naik ke mimbar dan mengumumkan kejadian itu.

“Aku harus menangkap mereka (dua budak bibinya).”

Kedua budak pun berhasil ditangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah. Umar lalu menyalib keduanya. Inilah pertama kalinya orang disalib di Madinah.

 

Ummu Haram binti Milhan radhiyallahu ‘anha

Al-Bukhari dalam Kitab Shahih-nya telah meriwayatkan, Ummu Haram binti Milhan berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Tentara pertama kali dari umatku yang berperang di laut pasti mendapatkan surga.”

Ummu Haram bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk di antara mereka?”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Engkau termasuk di antara mereka.”

Dalam Kitab ash-Shahihain, terdapat penjelasan tentang mukjizat Rasulullah yang mengkhabarkan bahwa Ummu Haram termasuk di antara orang-orang yang berperang di laut.

Annas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan tentang kematian bibinya, Ummu Haram.

Ada riwayat yang menyebutkan bahwa Ummu Haram adalah bibi Rasulullah dari persusuan atau dari saudari ibunya yang sebapak atau sekakek.

Anas berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendatangi anak perempuan Milhan (Ummu Haram), ia bersandar di rumahnya kemudian tertawa. Ummu Haram bertanya, ‘Mengapa engkau tertawa, Wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Akan ada dari sekelompok orang dari umatku mengarungi kapal di laut biru (berperang) di jalan Allah, perumpamaan mereka bagaikan raja yang berada di atas singgasana’.”

Ummu Haram berkata, “Wahai Rasulullah, doakan aku agar Allah menjadikanku termasuk di antara mereka.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berdoa, “Ya Allah jadikanlah ia termasuk di antara mereka.”

Setelah itu Rasulullah kembali kepada Ummu Haram dan tertawa lagi.

Ummu Haram bertanya lagi, “Seperti tadi?”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab, “Ya, seperti tadi.”

Ummu haram berkata, “Doakan aku agar Allah menjadikan aku termasuk di antara mereka.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Engkau di antara mereka yang pertama, bukan yang terakhir.”

Anas melanjutkan kisahnya, “Ummu Haram kemudian menikah dengan Ubadah bin ash-Shamit, ia naik kapal di laut bersama Fakhitah binti Qarazhah, istri Muawiyyah bin Abi Sufyan. Ketika kembali, ia menaiki untanya. Ketika untanya terperosok, ia terjatuh dan meninggal dunia.

 

Asma binti Yazid bin Sakan radhiyallahu ‘anha

Ia adalah anak perempuan bibi Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, salah seorang mujahidah yang memiliki peran yang sangat besar dalam meninggikan bendera Islam.

Asma terjun dalam Perang Khandak, ia ikut serta bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam perjanjian Hudaibiyah dan Perang Khaibar.

Ia memiliki peran yang sangat tinggi dalam peperangan Yarmuk tahun ke-13 H. Ia termasuk di antara orang yang memberi minum pasukan yang kehausan dan membalut luka para tentara. Bukan sekedar itu saja, akan tetapi ia juga masuk ke barisan tentara Romawi, ke tengah perkemahan dan berhasil membunuh sembilan orang Romawi.

 

Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha

Ummu Sulaim adalah saudara perempuan Haram binti Milhan. Ada pun Milhan, telah mengatakan dalam peristiwa Sumur Ma’unah ketika (ia dikhianati) dan ditikam dari belakang sampai tembus dadanya oleh ujung tombak, “Demi Rabb (Tuhan) Pemilik Ka’bah, aku telah menang.”

Karena pengorbanan dan perjuangan keluarganya di jalan Allah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menghormati dan menyayangi Ummu Sulaim, serta mengajaknya berperang bersama para wanita Anshar untuk menyediakan air minum dan mengobati orang-orang yang terluka.

Ketika Perang Uhud, ia bersama Aisyah radhiyallahu ‘anha membawa geriba (tempat air minum). Pada Perang Hunain, ia turut terjun ke medan perang, dipinggangnya diikatkan belati, padahal saat itu ia sedang mengandung Abdullah bin Abu Thalhah.

Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Wahai Rasulullah, ini Ummu Sulaim, ia membawa belati.”

Ummu Sulain berkata, “Jika ada orang musyrik mendekatiku, akan aku belah perutnya.”

Tingginya kedudukan Ummu Sulaim dalam Islam, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda mengenai dirinya, “Aku masuk surga, aku mendengar langkah di depanku, ternyata aku bersama Gumaisha’ binti Milhan (Ummu Sulaim).”

 

Masih banyak para shahabiyat yang memiliki perjalanan hidup yang agung yang diabadikan dalam kitab-kitab para ulama. Maka sepatutnya para Muslimah, bahkan kaum lelaki, mengambil pelajaran dari keagungan karakter, akhlak dan amaliah mereka dalam memperjuangkan Islam. (P09/EO2).

Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

Sumber: Buku “Meneladani Wanita Generasi Sahabat” oleh Dr. Abdul Hamid bin Abdurrahman as-Suhaibani.

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0