DUKUNGAN PALESTINA TERHADAP KEMERDEKAAN RI

afta peci putihOleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Soekarno-Hatta memproklamasikan secara de facto (fakta, kenyataan) pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan hari Jumat, 9 Ramadhan 1364 Hijriyah. Namun untuk berdiri secara de jure (hukum) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memerlukan dari bangsa-bangsa lain.

Pada persyaratan de jure ini, bangsa Indonesia patut bersyukur dan berterima kasih terhadap Palestina. Sebab Palestina di samping Mesir merupakan dua bangsa yang paling awal memberikan pengakuan terhadap Negara Indonesia.

Hal itu seperti tertuang dalam buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh M. Zein Hassan Lc., Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia. Buku tersebut diberi kata sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI), M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI ), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku tersebut diterbitkan), dan Jenderal A.H. Nasution.

M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, menyatakan dalam bukunya pada hal. 40, menjelaskan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia , pada saat negara-negara lain belum berani untuk memutuskan sikap.

diwakili oleh Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin , secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Al-Husaini sedang berada di pengasingan Jerman awal Perang Dunia Kedua.

Saat itu, pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan ‘ucapan selamat’ Mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini kepada Alam Islami, atas kemerdekaanIndonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut tersebut juga dimuat pada harian “Al-Ahram” Mesir.

ind pal suaramuslim
Suaramuslim

Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai juga berkenan menyambut kedatangan delegasi “Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia ” dan memberikan dukungan penuh.

Lalu, tersebutlah seorang warga Palestina, pengusaha terkemuka saat itu, yang sangat bersimpati terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, bernama Muhammad Ali Taher. Dia secara spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata, “Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia,” katanya.

Setelah seruan dari Mufti Palestina itu, maka negara berdaulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali adalah Negara Mesir 1949.

Pengakuan resmi Mesir itu kemudian disusul oleh negara-negara Timur Tengah lainnya, yang menjadi menjadi modal besar bagi Negara Indonesia untuk secara sah diakui sebagai negara yang merdeka dan berdaulat secara penuh.

Setelah itu, dukungan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia menjadi sangat kuat. Para pembesar Mesir, Arab dan Islam membentuk ‘Panitia Pembela Indonesia’. Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut.

Di jalan-jalan terjadi demonstrasi-demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 Nopember 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya, demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir.

Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk mendoakan para syuhada yang gugur dlm pertempuran yang sangat dahsyat itu.

Yang mencolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 Juli 1947. Saat kapal “Volendam” milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said.

Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir yang dimotori gerakan Ikhwanul Muslimin, berkumpul di pelabuhan itu. Mereka menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih sebagai  tanda solidaritas, berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokade terhadap motor-motor boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air dan makanan untuk Kapal “Volendam” milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan.

Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk “Volendam” bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr. Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. Namun hal itu tidak menyurutkan perlawanan para buruh Mesir.

Saat itu, wartawan ‘Al-Balagh’ pada 10/8/1947 melaporkan: “Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor-boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atas deknya. Mereka menyerang kamar stirman, menarik keluar petugas-petugasnya, dan membelokkan motor-boat besar itu kejuruan lain.”

Sebelumnya, Majalah TIME edisi 25/1/1946 dengan nada minornya menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. “Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa.”

Pernyataan Tokoh

Dalam sambutan buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Wakil Prsiden RI Moh. Hatta waktu itu menyebutkan, “Kemenangan diplomasi Indonesia yang dimulai dari Kairo. Karena dengan pengakuan Mesir dan negara-negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau.”

Jenderal A.H. Nasution juga memberikan catatan,”Karena itu tercatatlah, negara-negara Arab yang paling dahulu mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknya ke Jogja dan yang paling dahulu memberi bantuan biaya bagi diplomat-diplomat Indonesia di luar negeri. Mesir, Suriah, Irak, Arab Saudi, Yaman, memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan, Iran dan Turki mendukung RI. Fakta-fakta ini merupakan hasil perjuangan diplomat-diplomat revolusi kita. Dan simpati terhadap RI yang tetap luas di negara-negara Timur Tengah merupakan modal perjuangan kita seterusnya, yang harus terus dibina untuk perjuangan yang ditentukan oleh UUD ’45 : “Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

jokowi hamid
Presiden Joko Widodo dan PM Palestina Rami Hamdallah di Jakarta, 21/4/2015. (Ant)

Dukungan Indonesia

Demikian pula sebaliknya, dukungan Indonesia terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina hingga kini pun terus berlangsung.

Terkini, Presiden RI Joko Widodo dalam Pidato Kenegaraan di hadapan Sidang Paripurna MPR-RI, Jumat 14 Agustus 2015 lalu menyatakan kembali dukungannya teradap kemerdekaan Palestina dari penjajahan dan kedzaliman, serta  menyerukan agar saudara-saudara Muslim di Timur Tengah meletakkan senjata dan berdamai demi kepentingan ukhuwah Islamiyah.

Jokowi juga mengatakan, Indonesia akan terus mengirimkan pasukan perdamaian ke berbagai belahan dunia, menjadi penengah konflik, memberikan kepemimpinan dalam pembuatan norma-norma regional dan global.

“Indonesia ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,” katanya.

Sebelumnya, pada Pembukaan Peringatan Ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta, Rabu, 22 April 2015 lalu, Presiden Jokowi juga menyampaikan pidato resmi yang menggugah dunia, khususnya negara-negara di kawasan Asia Afrika, untuk mendukung Negara Palestina merdeka dan berdaulat penuh.

“Masih adanya ketidakadilan, kesenjangan dan kekerasan global dunia saat ini, kemandirian bangsa-bangsa Asia-Afrika serta perlunya kepemimpinan global yang kolektif, perlunya reformasi PBB yang lebih menjamin terciptanya perdamaian dunia,” ujar Jokowi waktu itu.

Ia juga menekankan perlunya solidaritas, saling membantu dan kerjasama antar kawasan Asia dan Afrika, penghargaan dunia atas hak-hak asasi manusia,menyelesaikan berbagai pertikaian baik di dalam negeri maupun antar negara secara damai. Serta memprakarsai pertemuan informal negara-negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk mencari penyelesaian berbagai konflik yang kini melanda dunia Islam.

Konsulat di Ramallah

Saat Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah di Jakarta pada Selasa, 21 April 2015 dalam rangkaian peringatan KAA ke-60, Presiden Jokowi juga mengajukan keinginan membuka Konsulat Kehormatan Indonesia di Ramallah.

“Kita minta persetujuan untuk pembukaan konsul kehormatan Indonesia di Ramalah, dan Perdana Menteri menyampaikan dukungan. Itu akan mempermudah,” ujar Jokowi waktu itu.

Jokowi juga mengatakan bahwa negara Palestina masih dalam penjajahan. Oleh karenanya, penjajahan di Palestina harus diakhiri.

“Saya sampaikan ke Perdana Menteri bahwa Palestina adalah satu-satunya negara yang masih dalam penjajahan, masih dalam posisi dijajah dan saatnya sekarang harus diakhiri,” kata Jokowi.

Presiden  Jokowi menambahkan, akan ada pertemuan tindak lanjut untuk Palestina sebagai langkah konkret. Pendirian kantor konsulat di Palestina tentu juga merupakan salah satu bentuk dukungan nyata atas kemerdekaan negara Palestina.

Selain pembukaan kantor konsulat di Ramallah, kerja sama perdagangan antara kedua negara juga akan ditingkatkan. Palestina, kata Jokowi, juga mengusulkan adanya pembebasan pajak untuk barang-barang yang berasal dari Palestina.

“Ini masih dalam kajian. Kalau bisa diberikan insentif pajak akan diberikan,” katanya.

PM Palestina Rami Hamdallah menyebut Presiden Jokowi sebagai sahabat bangsa Palestina.

“Presiden Jokowi adalah sahabat bangsa Palestina. Kami sangat tersanjung dengan dukungan presiden Jokowi yang sejak kampanye telah menyatakan komitmennya untuk kemerdekaan Palestina,” katanya.

RS Indonesia di Gaza

Sementara dari sisi dukungan rakyat Indonesia, di samping doa dari jutaan rakyatnya, juga kini telah berdiri Rumah Sakit Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara.

Nur Ikhwan Abadi, Perwakilan Lembaga Kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) sebagai pihak yang mendapat amanah membangun rumah sakit tersebut, dalam sambutan serah terima Soft Launching pada Senin 15 Juni 2015 lalu mengatakan, bahwa rumah sakit tersebut merupakan hadiah dari rakyat Indonesia untuk orang-orang Palestina.

“Rumah Sakit ini adalah simbol cinta dari Muslim Indonesia untuk warga Palestina. Rumah Sakit ini adalah simbol ukhuwah antara Muslimin di Indonesia dengan Palestina,” ujarnya.

Ia juga berharap setelah rumah sakit tersebut berjalan sepenuhnya, akan ada banyak masyarakat Indonesia yang datang ke Palestina.

Directur General Hubungan Internasional Kementerian Kesehatan Palestina, Dr. Ashraf Abu Mahadi menyambutnya dengan ucapan, “Muslim Palestina, Muslim Indonesia, Muslim di mana saja, mereka semua adalah bersaudara, layaknya satu tubuh, jika ada yang sakit, maka yang lain merasakan sakit,” katanya.

Penutup

Kita tentu akan terus mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina dan terbebasnya kiblat peratam umat Islam Masjid Al-Aqsha dari penjajahan Zionis israel. Secara khusus kita juga patut memberikan apresiasi terhadap isi pidato Presiden RI, khususnya yang berkaitan dengan dukungan kepada Palestina menjadi negara yang merdeka dan berdaulat.

Janji dan tekad itu tentu saja harus terus ditindaklanjuti dan dikawal dengan kegiatan-kegiatan terkait oleh seluruh komponen bangsa.

Dari sisi ajaran Islam, jelas bahwa nilai-nilai universalisme sesungguhnya sejalan dengan ajaran Islam yang sangat menekankan pentingnya menegakkan keadilan, kedamaian, persatuan dan kesatuan, kemerdekaan dan kemandirian serta kerjasama dalam kebaikan.

Sesuai prinsip Islam sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam (QS Al-Anbiya: 107), prinsip saling menolong dalam kebaikan (QS Al-Maidah: 2), dan prinsip persatuan dan kesatuan ummat (QS Ali Imran: 103).

Wallahu a’lam. (P4/R05)

Sumber: Mirajnews dan lainnya.

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0