Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

FIFIK FITROCHATI, MAHASISWA UNMUL PESERTA INTERNSHIP PROGRAM KMUTT THAILAND

Bahron Ansori - Kamis, 6 Agustus 2015 - 19:23 WIB

Kamis, 6 Agustus 2015 - 19:23 WIB

790 Views

Fifik F berbusana putih berpose bersama teman-temannya di depan <a href=

KMUTT THAILAND (foto: istimewa)" width="300" height="180" /> Fifik Fitrochati berbaju batik ungu paling kiri berpose bersama teman-temannya di depan KMUTT THAILAND. (Foto: istimewa)

Oleh: Bahron Ansori, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Siapa menduga, Fifik Fitrochati alumni Pondok Pesantren Al Fatah Maos Cilacap Jawa Tengah yang juga mahasiswa di Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Kalimantan Timur itu berhasil menjadi salah satu peserta pertukaran mahasiswa King Mongkut’s University of  Technologi Thonburi (KMUTT) Thailand.

Awalnya Fifik mendapatkan info diadakannya Internship Program oleh Program Unggulan Internasional (PUI) Universitas Mulawarman dari sahabatnya Desy Nur Sayekti, mungkin karena kantor PUI dekat sama kampusnya jadi dia mendapatkan update info dengan cepat, setelah itu Fifik menelpon ibunya di Pekalongan untuk meminta izin ikut Internship Program.

Awalnya ibu Fifik sempat khawatir karena Thailand itu jauh sekali tempatnya. Selain itu, ibunya juga berfikir jika Fifik harus berangkat ke Thailand menggunakan biaya dari mana. “Ingat, bapak ibumu ini orang biasa dan tidak bisa membiayai untuk ke Thailand itu,” kata ibunya kala itu.

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Akhirnya Fifik menjelaskan kepada ibunya bahwa semua biaya ditanggung kampus kecuali untuk paspor dan visa. Sebenarnya maksud Fifik menyampaikan hal itu kepada ibunya hanyalah untuk meminta izin dan doa restu. Setelah mendapat izin, Fifik pun mendaftar menjadi peserta Internship Program ke Thailand dan melengkapi berkas persyaratan lain seperti mengisi formulir dan memilih bidang ilmu yang digeluti.

“Saya memilih mikrobiologi, dengan pertimbangan saya pernah menjadi asisten praktikum di laboratorium mikrobiologi dan bioteknologi di FMIPA Unmul dari tahun 2012-2014 dengan mata kuliah yang berbeda-beda,” jelasnya.

Dara kelahiran Pekalongan, 13 Februari 1993 itu pun mengikuti interview dengan bahasa Inggris. Menurutnya, pertanyaan yang diajukan meliputi apa motivasi mengikuti program internship itu, wawasan tentang bidang ilmu yang diambil, pengalaman kerja dari bidang ilmu yang diambil, TOEFL dan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif).

Setelah selesai interview, muslimah lulusan MA PP Al-Fatah, Maos Cilacap Jawa Tengah itu menunggu hasil sekitar satu pekan. “Malam itu, tepat di malam Ahad, saya mendapat telepon dari Bu Esti (salah satu dosen FPIK Unmul yang juga bekerja di kantor PUI). Ia menyampaikan pesan, saya lolos interview dan diharapkan untuk datang ke hotel Mesra Indah Samarinda untuk melengkapi berkas sebelum berkas tersebut diseleksi  pihak King Mongkut’s University of  Technologi Thonburi (KMUTT) Thailand,” kata akhwat yang punya hobi menulis dan memasak itu.

Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina

Mendapat berita ia lolos interview, Fifik segera menelpon ibunya di Jawa dan menceritakan tentang kelulusannya mengikuti tahap demi tahap ujian yang diberikan. Mendengar kabar menggembirakan itu, ibu Fifik pun mengucap syukur. “Alhamdulillah, semoga Allah mudahkan langkah Fifik selanjutnya,” ujar ibunya.

Hari Ahad pagi itu juga, Fifik langsung minta izin kepada Ustad Supardi sebagai pimpinan pesantren mahasiswa Shuffah Hizbullah berlokasi di jalan Perjuangan Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur. Di pesantren mahasiswa itulah Fifik dan teman-temannya menetap selama menuntut ilmu di Unmul.

Alhamdulillah, siang saya belajar ilmu umum di Unmul dan malam saya bisa menambah pengetahuan dien di pesantren mahasiswa ini,” katanya suatu ketika.

Hari itu juga ia pergi ke Hotel Mesra seperti yang diarahkan dosennya untuk melengkapi berkas. Menurutnya, masa menunggu panggilan dari KMUTT hampir satu bulan. “Alhamdulillah, akhirnya saya dihubungi kembali pihak PUI yang menyatakan saya lolos enam besar untuk menjadi peserta pertukaran mahasiswa internship program di KMUTT Thailand,” kata muslimah berusia 22 tahun itu.

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Bagi Fifik, lulusnya ia sebagai salah satu dari enam mahasiswa Unmul yang diterima itu tak lain semata karena kemudahan dari Allah semata. Ia pun segera mengurus paspor dan visa menggunakan uang beasiswa terakhir bidikmisinya, sebab beasiswa bidikmisi hanya diberikan selama delapan semester atau empat tahun. Semua biaya transportasi oleh fakultas.

Tepat tanggal 2 Juni 2015 lalu, muslimah jurusan Biologi itu berangkat ke Thailand bersama kelima rekannya yang terpilih. Menurut jadwal, pertukaran mahasiswa itu akan berakhir pada 27 Agustus. Menurutnya, peserta awal yang mengikuti seleksi itu sekitar 40 orang, lalu setelah seleksi interview terpilih 10 orang dan terakhir setelah seleksi berkas hanya terpilih enam orang termasuk Fifik. Tiba di Bandara Don Mueng Thailand sekitar pukul 9 malam. Setibanya di Thailand, Fifik langsung menelpon ibunya dan mengabari jika ia sudah sampai di Thailand.

Menurut Fifik, pihak King Mongkut’s University Technology Thonburi (KMUTT) sudah menyiapkan dengan matang terkait program apa saja yang harus ia dan teman-temannya kerjakan di sana. Sesampainya di KMUTT, ia membaca guide book (buku panduan) yang di dalamnya lengkap berisi jadwal kegiatan selama tiga bulan mulai dari orientation (orientasi semacam penataran di Indonesia), opening ceremony (upacara pembukaan), research experience in laboratory (penelitian di labolatorium), presentation (presentasi), submit report (laporan pekanan, bulanan, dan akhir), Program Orientasi KMUTT, English for fun (kunjungan industri), Intern Science Camp and Holiday hingga upacara penutupan.

“Jadi selamatiga bulan di KMUTT itu semua kegiatan sudah terprogram sedemikian rupa. Jadi dari Senin-Jumat berangkat ke lab untuk menyelesaikan tugas saya di sini. Hari Sabtu dan Ahad adalah hari libur. Tapi, jika ada pekerjaan yang mengharuskan hari Sabtu atau Ahad untuk diselesaikan, ya saya datang dan selesaikan. Misalnya inkubasi media 24 jam, saya lakukan padai Jumat, jadi Sabtunya saya harus datang lagi ke lab untuk menyelesaikannya. Selama kerja di lab itu, ia dan teman-temannya dibimbing oleh pembimbing di lab tersebut,” jelas Fifik.

Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina

Menurut anak pasangan dari Wasichin dan Isriyah itu, salah satu budaya positif para mahasiswa, dosen dan pekerja di Thailand adalah on time (tepat waktu), disiplin, semangat belajarnya tinggi dan kreatif. “Budaya disiplin, tepat waktu dan kreatif itu sudah mereka dapatkan sejak duduk di bangku sekolah,” ungkap anak pertama dari tiga bersaudara itu.

Ada hal lain yang menarik bagi Fifik selama yaitu masa-masa MOS (Masa Orientasi Siswa). Di Thailand, menurut Fifik, MOS sangat berbeda seperti yang dilakukan di negara ini. Tidak hanya itu, para mahasiswa diminta untuk presentasi atas tugas yang diberikan dihadapan teman-teman dan dosennya, dan membuat kelompok belajar. “Di Thailand, MOS diisi dengan kegiatan yang lebih memberi manfaat bagi ketrampilan siswa seperti English for Fun misalnya,” terang Fifik.

fifik 2Keluarga Sederhana

Fifik lahir dari keluarga yang sederhana, namun begitu di matanya ayah ibunya adalah orang yang sangat luar biasa. Ayahnya bekerja sebagai penjahit konveksi di rumah. Sementara ibunya sebagai ibu rumah tangga. Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, biasanya ibunya membantu pekerjaan ayahnya menjahit.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23]  Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran

Sejak menginjak bangku sekolah, ibu Fifik dengan telaten menemaninya belajar setiap malam. Hal semacam itu bukan dilakukan hanya kepada dirinya tapi juga kepada kedua adiknya. Layaknya anak-anak sekolah lain, terkadang perasaan malas untuk belajar juga datang, tapi ibunya yang dengan sabar memotivasinya. “Jadi, guru terbaik saya adalah ibu,” kata Fifik.

Kegigihan ibu Fifik sangat terasa dan melekat kuat dalam lubuk hatinya bahkan pada kedua adiknya. Hal itu diakuinya dengan selalu mendapat peringkat pertama di kelas. Diakuinya, meski ia dan kedua adiknya selalu mendapat ranking pertama, namun ia tidaklah seperti anak lainnya yang saat mendapat ranking pertama harus meminta hadiah dari kedua orang tuanya.

“Saya mengerti keadaan orang tua, namun demikian orang tua selalu memberi apresiasi dengan ucapan, ‘kamu hebat nak!’ ‘kamu pintar nak!’ Terkadang saat ada uang lebih, ayah ibu mengajak kami jalan-jalan,” terang Fifik.

Mesti terlahir dari keluarga berekonomi pas-pasan, namun tidak menjadi penghalang baginya untuk meraih beasiswa bidik misi di Univ. Mulawarman Samarinda Kalimantan Timur. “Orang tua saya pernah mengatakan boleh kuliah tapi harus bayar spp sendiri dengan beasiswa yang didapatkan. Nanti untuk biaya lain bapak dan ibunya yang mencarikan,” jelas Fifik.

Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam, tak Ada Jejak Yahudi Sedikit Pun

Kata-kata orang tua Fifik itu membuatnya menangis dan menjadikannya termotivasi, berfikir keras untuk bisa menyelesaikan kuliah selama empat tahun. “Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mendapat beasiswa penuh selama empat tahun. Target saya setelah lulus akan bekerja untuk membiayai kedua adik yang masih sekolah,” paparnya.

Muslimah yang punya moto hidup If you think to fail then you fail to think, Nothing is impossible innalloha ma’ana ini merasa bersyukur karena bisa terpilih sebagai salah satu mahasiswa yang mendapat beasiswa dari program internship. “Alhamdulillah, saya bisa membayar spp semester ini dari beasiswa yang diperoleh,” ujar Fifik merendah.

Mengakhiri pembicaraan dengan MINA, Fifik berpesan kepada semua generasi muda Islam agar tidak mengatakan kata ‘Tidak Bisa’, karena saat seseorang mengatakan kata tidak bisa, maka menurutnya orang tersebut berarti telah gagal dalam berfikir. Ia juga berpesan untuk tidak pernah menyerah, saat jatuh maka bangun lagi, saat salah maka perbaikilah, saat gagal coba lagi. “Tapi, saat kita menyerah, maka selesailah semua itu,” pungkas Fifik.

Fifik sangat yakin bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan selalu menolong dan memudahkan setiap hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan setiap  kebaikan dan berdoa kepada-Nya. Ia juga menekankan betapa pentingnya doa kedua orang tua. Karena itu, jangan sampai membuat orang tua murka sehingga tidak ridha. “Bukankah ridha Allah itu diatas ridha kedua orang tua?” ujarnya.(R02/R05)

Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata

Rekomendasi untuk Anda