HRW: AS Jangan Hapus Sanksi Myanmar, Militer Masih Pegang Posisi Strategis

Washington, 1 Dzulhijjah 1437/3 September 2016 (MINA) – Pemerintah (AS) harus tetap mempertahankan atau tidak menghapus sanksi terhadap untuk mencegah militer merusak proses reformasi yang sedang berlangsung di negara itu oleh pemerintah sipil, karena militer masih memegang posisi strategis di lembaga eksekutif dan legislatif.

Demikian desakan lembaga hak asasi yang berbasis di AS, (HRW), Jumat (2/9) waktu setempat, sebagaimana keterangan resmi yang diterima Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Sanksi AS berfokus pada para jenderal Burma (Myanmar) dan kroni mereka, untuk mendorong reformasi demokrasi,” kata John Sifton, Direktur Advokasi Wilayah Asia Human Rights Watch.

“Sanksi itu sangat penting untuk menekan militer mengakhiri pelanggaran hak asasi dan mentransfer kekuasaan kepada pemerintah sipil sepenuhnya. Sanksi sepatutnya tidak boleh diangkat seluruhnya hingga transisi demokrasi tidak dapat diubah,” tegas Sifton.

Mynamar memasuki era pemerintahan yang baru di bawah Presiden Htin Kyaw Maret lalu setelah pemerintahan sipil Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang memenangkan pemilihan umum resmi dilantik.

Kemenangan partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi itu praktis mengakhiri kekuasaan militer dalam 50 tahun terakhir. Namun kalangan junta militer masih memegang posisi strategis di lembaga   eksekutif dan legislatif.

HRW mengatakan telah mendengar bahwa Presiden berencana untuk mengumumkan pencabutan sejumlah sanksi utama selama kunjungan Suu Kyi ke Washington, yang dimulai pada 14 September mendatang.
Banyak dari sanksi-sanksi yang mengekang lembaga keuangan Myanmar, impor, dan investasi AS di negara itu sudah dilonggarkan atau dihapus seluruhnya antara Juli 2012 dan Mei 2016.

Sementara sebagian besar sanksi yang tersisa secara khusus menargetkan Kementerian Pertahanan, kelompok bersenjata negara atau nonnegara, dan individu dan entitas yang masuk “Specially Designated Nationals (SDN) List” (daftar warga negara lain yang dilarang berbisnis dengan warga negara AS).

“Banyak dari warga Burma dalam daftar sanksi AS adalah tersangka kriminal dan pelanggar hak asasi manusia,” kata Sifton.

Sifton menegaskan AS harus membantu Myanmar dalam mendorong dan memajukan pembangunan ekonomi yang sungguh-sungguh, bukan malah membantu mereka yang menikmati keuntungan haram selama militer berkuasa di negara anggota ASEAN itu.

HRW meyerukan agar AS dan pemerintah lainnya harus mempertahankan pembatasan bantuan militer dan pelatihan, dan meningkatkan bantuan bilateral dan multilateral bergantung pada kemajuan reformasi dan penarikan militer dari pemerintah sipil Myanmar.

“Sanksi selalu dimaksudkan untuk menekan militer Burma untuk melepaskan kekuasaan dan merangkul reformasi,” kata Sifton. “Sekarang kemajuan nyata telah dibuat, penting untuk melanjutkan tekanan sampai tujuan tersebut telah dicapai,” pungkasnya. (P022/P2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Syauqi S

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.