Oleh Bahron Ansori / Redaktur MINA
Suatu hari saya bertanya pada seorang teman begini, “Mau dapat ijazah dulu atau ijabsah?” Dengan senyum teman saya menjawab, “Gimana ya? Sebenarnya sih kalau bisa, ya maunya ijabsah dulu. Supaya cepat dan ada yang membangunkan saat sahur di bulan Ramadhan seperti sekarang.” Saya pikir itu jawaban normal yang jujur, polos dan penuh harap.
Ya, siapa sih pemuda atau pemudi yang tak ingin segera mendapatkan ijabsah alias menikah? Bukankah dengan menikah berarti telah menjalankan separuh agama, dan tinggal menyempurnakan yang separuhnya lagi? Tapi sobat, masalahnya bukan pada sekedar menyempurnakan agama atau tidak. Ada juga masalah lain yang tak kalah penting untuk diatasi; masalah belum lulus kuliah dan belum dapat ijazah. Atau sejumlah masalah lainnya.
Antara mendapatkan ijabsah dan ijazah itu sebenarnya dua hal yang berbeda. Ijabsah, berarti menyegerakan menikah untuk menyempurnakan separuh agama. Ijabsah adalah melakukan ijab qabul yang terpenuhi syarat-syaratnya seperti hadirnya dua saksi sehingga pernikahan dianggap sah. Pernikahan yang sah, baik dari segi agama maupun diakui oleh pemerintah (secara tertulis). Sementara ijazah adalah bukti berupa selembar kertas yang menyatakan kelulusan seseorang dari sebuah lembaga pendidikan. Ijabsah dan ijazah secara pengucapan lisan memang hampir sama tapi punya makna yang sangat berbeda.
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Sebagian ikhwan (termasuk akhwat) ketika sudah mendapat ijabsah, maka ia bisa dan mampu menjadikannya sebagai cambuk, motivasi untuk segera mendapatkan ijazah. Karena tak bisa dipungkiri dengan mendapatkan ijabsah berarti sudah ada orang kedua yang halal, yang setia menemani dalam suka maupun duka secara langsung terus berupaya memberikan energi baru untuk segera menyelesaikan studi agar mendapatkan ijazah.
Namun demikian, tak bisa dipungkiri banyak di antara ikhwan akhwat yang masih ragu untuk segera mendapatkan ijabsah. Jangan sampai kalah dengan ikhwan akhwat yang belum dapat ijazah tapi sudah berani meraih ijabsah.
Segeralah
Berikut adalah motivasi untuk para ikhwan dan akhwat agar segera mendapatkan ijabsah dan tak berniat menunda-nundanya. Sebab efek negatif menunda pernikahan akan merusak mental. Namun, tidak jarang para pemuda dan pemudi yang menunda pernikahan mereka, akibatnya di kemudian hari setelah semua dijalani dan akhirnya merasa sudah terlambat dan mulai menyimpulkan bahwa jodoh mereka jauh. Padahal Allah berulang kali telah menunjukkan kesempatan dan peluang dihadapan mereka, namun sering diabaikan. Akhirnya tidak sedikit di antara mereka yang frustasi , depresi dan kehilangan percaya diri.
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Allah SWT berfirman yang artinya,“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Maka sebenarnya kebahagiaan, ketenteraman dan kualitas hidup manusia salah satunya adalah dengan hidup bersama dalam ikatan suami istri. Bukan harta yang menentramkan tapi pasangan kita yang menenteramkan. Karena dengan dengan menikah seorang lelaki akan terbuka luas peluangnya untuk berbuat lebih banyak lagi kebaikan. Lebih banyak sedekah, dan lebih cepat melaju menuju kedewasaan hidup yang sesungguhnya dengan senantiasa melatih diri menjadi pemimpin yang baik dalam menegakkan kebenaran dan mejauhkan keluarganya dari kemungkaran.
Jika ingin menikah menunggu mapan dulu, maka kapan kira-kira masa itu akan tiba? Apakah sudah jaminan ketika sudah mapan bisa segera menikah? Bukankah kata mapan itu sendiri adalah hal yang tidak jelas ukurannya? Sebagai contoh, ada seorang pemuda yang dipaksa menikah oleh calon istrinya, dan ia menolak dengan alasan belum mapan.
Namun si calon istri tetap bersikukuh dan mengancam jika tidak menikah maka lebih baik hubungan mereka di akhiri karena dirinya akan menikah dengan lelaki lain. Kemudian singkat cerita mereka pun menikah dalam keadaan yang belum mapan. Setelah pernikahan mereka berusia lima tahun, ternyata keadaan ekonomi mereka juga belum bisa dikatakan mapan, masih biasa-biasa saja. Yang perlu direnungkan jika saja mereka tidak menikah lima tahun yang lalu, bisa jadi sampai hari ini mereka belum juga menikah, karena ekonomi belum juga mapan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Berikut beberapa alasan mengapa harus menikah, semoga bisa memotivasi ikhwan akhwat untuk memeriahkan dunia dengan nikah. Pertama, sebagai pelaksanaan dari ketentuan Allah dan sunnah Rasulullah SAW untuk saling bisa menetapi hak dan kewajiban.
Rasulullah SAW bersabda, “Menikah itu sunnahku, siapa yang tidak mengamalkan sunnahku maka bukan golonganku, dan menikahlah kalian sesungguhnya aku adalah orang yang memperbanyak umat, siapa yang punya kemampuan maka menikahlah dan siapa yang belum punya kemampuan maka berpuasalah sesungguhnya puasa sebagai perisai (benteng penjagaan).” (HR. Ibnu Majah).
Kedua, jelas melengkapi / menyempurnakan agamanya. Rasulullah SAW bersabda, “Ketika salah satu dari kalian menikah maka syetannya akan berteriak dan berkata : Celaka… anak Adam telah menjaga 2/3 agamanya.” (HR. Abu Ya’la dan Ad dailamy). Semakin jelas menikah adalah melengkapi separuh agama.
Ketiga,menjaga kehormatan diri. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mudah menundukkan pandangan dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barang siapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena puasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari).
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Didalam hadist lain disebutkan bahwa sehina atau serendah-rendahnya janaiz (mayat) adalah mati dalam keadaan membujang. Maka yang belum menikah segeralah menikah jika umur dan kesiapan lainnya sudah terpenuhi.
Menikah itu luar biasa. Keempat, senda guraunya suami-istri bukanlah perbuatan sia-sia bahkan dinilai ibadah. Rasulullah SAW bersabda, “Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. Sunan An Nasa’i).
Kelima, pahala memberi contoh yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang pertama memberi contoh perilaku yang baik dalam Islam, maka ia mendapatkan pahala kebaikannya dan mendapatkan pahala orang-orang yang meniru perbuatannya itu tanpa dikurangi sedikit pun. Dan barang siapa yang pertama memberi contoh perilaku jelek dalam Islam, maka ia mendapatkan dosa kejahatan itu dan mendapatkan dosa orang yang meniru perbuatannya tanpa dikurangi sedikit pun.” (HR. Muslim.)
Keenam, seorang suami memberikan nafkah, makan, minum, dan pakaian kepada istrinya dan keluarganya akan terhitung sedekah yang paling utama. Dan akan diganti oleh Allah, ini janji Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda: “Satu dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang kamu nafkahkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang kamu berikan kepada orang miskin dan satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu, maka yang paling besar pahalanya yaitu satu dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.” (HR. Muslim).
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, “Dari Tsauban, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya, dinar yang dinafkahkan untuk kendaraan di jalan Allah, dan dinar yang dinafkahkan untuk membantu teman seperjuangan di jalan Allah.” (HR. Muslim).
Seorang suami lebih utama menafkahkan hartanya kepada keluarganya daripada kepada yang lain karena beberapa alasan, di antaranya adalah nafkahnya kepada keluarganya adalah kewajibannya, dan nafkah itu akan menimbulkan kecintaan kepadanya.
Seperti sabda Rasulullah SAW berikut, dari Hakim bin Mu’awiyah dari bapaknya, bertanya kepada Rasulullah SAW, ‘Wahai Rasulullah, apa hak istri terhadap salah seorang di antara kami?” Nabi SAW menjawab bersabda, “Berilah makan bila kamu makan dan berilah pakaian bila kamu berpakaian. Janganlah kamu menjelekkan wajahnya, janganlah kamu memukulnya, dan janganlah kamu memisahkannya kecuali di dalam rumah.” (HR Abu Dawud).
Tantangan bagi para pemuda, segeralah menikah. Jika Anda belum memiliki pekerjaan, maka bekerjalah dan tetaplah bekerja tanpa harus memiliki pekerjaan tetap. Karena dengan menikah keberkahan dari Allah akan terus belimpah, begitu pula dalam meraih pahala beramal, karena sesungguhnya amal seseorang yang sudah menikah sangat berbeda dimata Allah dengan amalannya seorang bujangan.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Tak perlu khawatir karena Rasulullah SAW bersabda, “Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehormatannya. (HR. An Nasa’i).
Jadi, menikah sungguh banyak sekali manfaatnya. Selain berpahala besar, menenangkan hati, mendapatkan keturunan dan kebaikan-kebaikan lainya, menikah juga dapat mencegah berbagai pelanggaran antar jenis yang bukan mahramnya. Wallahualam.(T/R2/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga