Kelompok HAM Kashmir Kecam Tindakan Keras India

Srinagar, MINA – Kelompok , Asosiasi Orang Tua Orang Hilang (APDP) mengecam tindakan keras pemerintah yang terus meningkat sejak 2019 hingga saat ini.

Parveena Ahanger (62 th), Pendiri APDP di kantornya di Srinagar, Kashmir mengatakan hal itu pada peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, Jumat (10/12). Al Jazeera melaporkan.

Kelompoknya memajang foto-foto dan nama-nama kerabat mereka yang hilang, yang berjumlah ratusan korban penghilangan paksa di Kashmir yang dikelola India.

“Saat dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia, keluarga-keluarga mereka diam-diam berduka atas kerabat mereka,” ujar Ahanger.

Bulan lalu, aktivis hak asasi terkemuka Khurram Parvez ditangkap di bawah undang-undang teror yang ketat, Undang-Undang Pencegahan Aktivitas Melanggar Hukum (UAPA) karena dituduh melakukan “konspirasi kriminal dan mengobarkan perang melawan pemerintah”. Dia telah dipindahkan ke penjara di ibu kota New Delhi.

Parvez (44), adalah koordinator program di Jammu-Kashmir Coalition of Civil Society (JKCCS), sebuah kelompok terkemuka yang mendokumentasikan dan berkampanye melawan pelanggaran HAM oleh pasukan India di Kashmir yang dikelola India selama 20 tahun terakhir.

JKCCS telah menerbitkan laporan ekstensif tentang penyiksaan, pembunuhan warga sipil, pemerkosaan dan penahanan ilegal, dan merinci kekebalan hukum yang diberikan oleh angkatan bersenjata di wilayah yang disengketakan.

Pada tahun 2008, lembaga itu pengungkapan laporan mengejutkan tentang keberadaan lebih dari 2.000 kuburan tak bertanda di bagian utara Kashmir yang dikelola India.

Ini adalah penangkapan kedua Parvez dalam lima tahun. Dia ditangkap pada tahun 2016 di bawah Undang-Undang Keamanan Publik (PSA) yang kontroversial, sebuah undang-undang di mana seseorang dapat ditahan selama satu tahun atau lebih tanpa pengadilan. Dia dibebaskan setelah 76 hari ditahan.

Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval bulan lalu menggambarkan kelompok masyarakat sipil di India sebagai “perbatasan baru perang” dan mengatakan mereka dapat “dimanipulasi untuk merugikan kepentingan suatu bangsa”.

Ini adalah pendirian yang juga dimiliki oleh Partai Bharatiya Janata Party (BJP) Perdana Menteri Narendra Modi ketika pemerintahnya mengejar pembela hak tidak hanya di wilayah yang disengketakan tetapi di seluruh India.

Selama beberapa dekade, kelompok-kelompok hak asasi manusia di Kashmir yang dikelola India, termasuk APDP dan JKCCS, telah bekerja untuk menegakkan dan memperjuangkan hak asasi manusia di wilayah yang disengketakan, mengungkapkan kerugian manusia dari konflik selama beberapa dekade serta memprotes dan meminta pertanggungjawaban dari pemerintah.

Tetapi setelah satu-satunya wilayah mayoritas Muslim di India dilucuti dari otonomi terbatasnya dua tahun lalu, pemerintah sayap kanan di New Delhi melancarkan tindakan keras terhadap mereka.

Keluarga orang hilang menurut kelompok hak asasi manusia berjumlah lebih dari 8.000 orang.

Ahanger mendirikan APDP dua tahun setelah putranya dijemput oleh pasukan keamanan India dari rumah mereka di kota utama Srinagar pada tahun 1992. Hingga akini anaknya tidak pernah kembali ke rumah.

“Kami akan menerbitkan kalender dengan gambar orang-orang yang hilang agar kisah mereka tetap hidup. Tapi kami terlalu takut untuk melakukannya,” kata Ahanger. (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.