Komisioner KPAI: Sebagian Besar Korban Perdagangan Manusia Adalah Perempuan

Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (), (kiri). (Foto: Aulia/MINA)

Jakarta, MINA – Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengatakan, kasus (perdagangan manusia) kini kian marak dan jumlah korban kejahatan ini terus meningkat setiap tahun, dan sebagian besar korbannya adalah perempuan.

KPAI menemukan trend 2018 dalam Tindak Pidana Perdagangan manusia  dan eksplotasi anak ditemukan modus yang terbilang unik yaitu melalui ‘Program Magang Palsu Keluar Negeri’.

“Diduga sindikat yang beroperasi di SMK NTT secara mudah dilakukan tanpa pelatihan, pakai paspor dengan visa kunjungan dan ada kebanggaan dari siswa sekolah bisa magang ke luar negeri. Bila yang digunakan visa kunjungan, berartikan bukan visa kerja,” kata Retno saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/4/2018).

Melihat kasus ini, KPAI meminta kepada Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melakukan pengawasan kepada siswa SMA dan sekolah lainnya agar mencegah tindak pidana trafficking melalui program magang siswanya di luar negeri.

KPAI juga mendorong Kemdikbud RI untuk mengawasi ketat program magang di luar negeri bagi siswa SMK, misalnya hanya dapat dilakukan bila ada rekomendasi dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara  Kemdikbud juga wajib melakukan  pemantauan ke perusahaan-perusahaan  di negara tujuan  yang direkomendasi tersebut menjadi tempat magang para siswa Indonesia.

“Pihak SMK harus punya memorandum of understanding  (MoU) sebagai dasar hukum yang mengikut dengan pihak perusahaan penerima siswa magang di luar negeri,” ujarnya.

Terkait eksploitasi (seksual dan ekonomi) anak, KPAI minta Pemerintah dapat menyelenggarakan program perlindungan sosial dan melakukan pengawasan penerima program tersebut di masyarakat.

“Eksploitasi ekonomi dilakukan orang tua karena faktor ekonomi. KPAI akan berkoordinasi dengan Kementerian Sosial terkait perlindungan anak terlantar dan program Indonesia bebas anak jalanan. Karena anak-anak di jalanan tersebut sangat rentan menjadi korban trafficking dan eksploitasi,” tuturnya.

Retno juga meminta kepada penegak hukum agar menjerat pelaku trafficking dengan hukuman yang berat sebagaimana termuat dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Anak-anak tersebut mengalami eksploitasi karena harus bekerja lebih dari 18 jam sehari. Belasan jam kerja juga dibayar dengan gaji minim dan potong gaji bila mereka sakit,” ujarnya.

Terkait dengan kasus trafficking kepada anak baik anak sebagai korban maupun pelaku, KPAI meminta Pemerintah untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pengasuhan anak. KPAI juga meminta kepada Pemerintah untuk memberikan edukasi berupa pendidikan calon orang tua bagi masyarakat.

“Dengan pendidikan ini diharapkan para remaja yang akan melangsungkan pernikahan dan membentuk keluarga memahami bagaimana pengasuhan anak, hambatan dan tantangan pengasuhan di era global,” harapnya.

Retno menambahkan, KPAI senantiasa melakukan advokasi bersama organisasi kemasyarakatan dan keagamaan tentang pentingnya peran orang tua sebagai pilar utama dalam perlindungan anak. Anak adalah amanah Allah untuk orang tua yang harus dijaga dengan baik.

“Jadi ada baiknya sekolah mencari perusahaan berdasarkan hasil rekomendasi KBRI, dengan begitu ada pemantauan KBRI dan tidak gunakan visa kunjungan tetapi magang kerja. Ini saya rasa ada di bawah tanggung jawab dari Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” ujar Retno. (L/R09/Aulia/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.