Menag Beberkan Lima Alasan Dana Haji Perlu Dikelola

Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin. (Foto: MINA/Rendy Setiawan)

Jakarta, MINA – Pengelolaan untuk mulai menemui titik terang. Menteri Agama () Republik Indonesia Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, ada lima alasan utama mengapa dana haji perlu dikelola.

“Ya, banyak sebab kenapa dana haji perlu dikelola. Tapi yang utama ada lima,” kata Menag usai menghadiri acara Forum Merdeka Barat (FMB 9) di Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8).

Menag membeberkan lima alasan itu, antara lain peningkatan pendaftar jamaah haji setiap tahun, kuota haji dari Arab Saudi sangat terbatas, akumulasi dana haji meningkat cukup signifikan, dana haji harus dioptimalkan nilai manfaatnya, dan peningkatan jamaah daftar tunggu.

Menurut Menag, kelima alasan ini sangat patut untuk dipertimbangkan. Apalagi hukum dana haji yang diinvestasikan adalah mubah atau boleh, merujuk pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang membolehkan dana haji diinvestasikan selama sesuai prosedur syariah dan tidak merugikan jamaah.

Pendapat Menag soal kebolehan dana haji untuk diinvestasikan dikuatkan oleh Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro yang mengatakan bahwa negara-negara selain Indonesia yang mayoritas muslim, seperti Malaysia, bahkan sudah melakukannya sejak beberapa tahun silam.

Bambang menuturkan, dalam mengelola dana haji, Malaysia sudah mendirikan Lembaga Tabung Haji Malaysia (LTHM)  sejak tahun 1963. Laporan Tahunan LTHM 2015 yang lalu mencatat aset bersih sebesar 59,5 Miliar Ringgit atau sekitar 180 Triliun Rupiah. Sedangkan hasil keuntungan invetasinya mencapai 8 Triliun Rupiah.

“LTHM berinvestasi dengan pembagian 50 persen untuk investasi saham, 20 persen untuk real estat, 20 persen untuk investasi pendapatan tetap (deposito atau reksa dana), dan 10 persen instrumen pasar uang (obligasi),” kata Bambang.

Selain meringankan biaya penyelenggaraan ibadah haji, katanya, dana tabungan haji tersebut juga menjadi sumber pendapatan yang berkelanjutan melalui investasi di sektor strategis seperti properti, usaha perkebunan, konsesi, dan pembangunan infrastruktur.

Empat Syarat

Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Komisi Fatwa Asrorun Niam Sholeh tidak terlalu mempersoalkan wacana pemerintah terkait kemungkinan adanya penggunaan dana haji untuk infrastruktur selama tidak menyalahi empat syarat.

“Penggunaan dana haji untuk infrastruktur itu boleh-boleh saja. Selama tidak menyalahi empat syarat yang telah dikeluarkan oleh para ulama. Sebelum isu ini merebak, MUI sudah terlebih dahulu memberikan batasan-batasan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (1/8).

Empat syarat yang dimaksud adalah harus sesuai pinsip-prinsip syariah, aman dan terpercaya, bermanfaat bagi jamaah haji dan umat Islam, serta likuid.

“Kalau untuk pembangunan tempat judi, itu jelas haram. Kalau untuk pembangunan gedung DPR misalnya, itu bisa jadi boleh. Bisa jadi ya. Apapun bentuk infrastrukturnya, empat syarat ini harus dipenuhi,” katanya.

Justru, kata dia, sejatinya yang menjadi isu utama bukan soal penggunaan dana haji untuk infrastruktur, tetapi lebih kepada kepercayaan masyarakat khususnya umat Islam kepada pemerintah.

“Apakah pemerintah bisa dipercaya, dan masyarakat bisa percaya kepada pemerintah. Dana APBN saja dikeruk, dibikin bancakan. Jangan-jangan dana umat dibuat bancakan juga,” ujarnya.

Ia menegaskan, pihak yang diberikan kepercayaan mengelola dana tersebut adalah yang terpercaya. Ada dua kategori terpercaya, yakni kompeten dan kredibel. Sebetulnya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memenuhi kategori kompeten.

“Ada ekonom, ahli fiskal macam-macam. Tapi soal kredibilitas? Apalagi dikaitkan sama tarik menarik peta politik 2019,” katanya.

Keinginan menginvestasikan dana haji ke sektor infrastruktur disampaikan Jokowi usai melantik anggota Dewan Pengawas dan anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7/2017).

Nantinya, lanjut Jokowi, keuntungan dari investasi tersebut bisa dipakai untuk menyubsidi ongkos dan biaya haji sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat. Menurut Jokowi, cara seperti ini sudah dipakai di negara lain seperti Malaysia.  (L/R06/RS1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.