Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
TAKWA, adalah cita-cita mulia yang senantiasa diminta oleh setiap insan beriman. Mengapa Takwa? Karena takwa adalah cermin dari lurusnya iman dan wujud dari pemahaman terhadap syariat Allah Ta’ala secara benar. Dengan takwa pula akhlak mulia akan muncul. Takwa adalah hal yang selalu diminta oleh setiap muslim.
Seperti diketahui, di dalam bulan Ramadhan banyak pelajaran berharga yang bisa kita petik. Pelajaran tersebut sulit didapati titik ujungnya. Pelajaran yang bisa kita ambil yang paling besar adalah pelajaran takwa. Bahkan setiap amalan yang ada di bulan Ramadhan bertujuan untuk meraih takwa.
Ketahuilah bahwa takwa adalah sebaik-baiknya bekal. Takwa adalah sebaik-baik pakaian yang dikenakan seorang muslim. Takwa inilah yang jadi wasiat orang terdahulu dan belakangan. Takwa itulah jalan keluar ketika seseorang berada dalam kesulitan. Takwa itulah sebab mendapatkan pertolongan ketika mati. Takwa itulah jalan menuju ketenangan.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Intinya, takwa adalah wasiat Allah pada seluruh makhluk-Nya. Takwa pun menjadi wasiat Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– kepada umatnya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus pasukan, beliau pun menasehati mereka untuk bertakwa. Itu semua bertujuan supaya dengan takwa manusia meraih kebaikan.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 404).
Lalu apa yang dimaksud takwa? Takwa sebagaimana kata Tholq bin Habib rahimahullah,
التَّقْوَى : أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَرْجُو رَحْمَةَ اللَّهِ وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَخَافَ عَذَابَ اللَّهِ
“Takwa adalah engkau melakukan ketaatan pada Allah atas petunjuk dari Allah dan mengharap rahmat Allah. Takwa juga adalah engkau meninggalkan maksiat yang Allah haramkan atas petunjuk dari-Nya dan atas dasar takut pada-Nya.” (Lihat Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 163 dan Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 400).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Kata Ibnu Rajab Al Hambali,
وأصلُ التقوى : أنْ يعلم العبدُ ما يُتَّقى ثم يتقي.
“Takwa asalnya adalah seseorang mengetahui apa yang mesti ia hindari lalu ia tinggalkan.”
‘Aun bin ‘Abdillah berkata,
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
تمامُ التقوى أنْ تبتغي علمَ ما لم يُعلم منها إلى ما عُلِمَ منها
“Takwa yang sebenarnya adalah jika seseorang ingin tahu sesuatu yang tidak ia ketahui hingga ia pun akhirnya jadi tahu.”
Ma’ruf Al Karkhi berkata, dari Bakr bin Khunais, ia berkata,
كيف يكون متقياً من لا يدري ما يَتَّقي ؟
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Bagaimana seseorang bisa dikatakan bertakwa sedangkan ia tidak mengetahui apa yang mesti dijauhi?”
Lalu Ma’ruf kemudian berkata,
إذا كنتَ لا تُحسنُ تتقي أكلتَ الربا ، وإذا كنتَ لا تُحسنُ تتقي لقيتكَ امرأةٌ فلم تَغُضَّ بصرك
“Jika engkau tidak baik dalam takwa, maka pasti engkau akan terjerumus dalam memakan riba. Kalau engkau tidak hati-hati dalam takwa, maka pasti engkau akan memandang seorang wanita lantas pandanganmu tidak kau tundukkan.” (Lihat Jaami’ ‘Ulum wal Hikam, 1: 402).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Ramadhan pun disebut oleh para ulama dengan bulan takwa. Sifat takwa inilah yang nanti akan diraih dari amalan puasa. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menyebutkan, “Allah Ta’ala menyebutkan dalam ayat di atas mengenai hikmah disyari’atkan puasa yaitu agar kita bertakwa. Karena dalam puasa, kita mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Yang meliputi takwa dalam puasa adalah seorang muslim meninggalkan apa yang Allah haramkan saat itu yaitu makan, minum, hubungan intim sesama pasangan dan semacamnya. Padahal jiwa begitu terdorong untuk menikmatinya. Namun semua itu ditinggalkan karena ingin mendekatkan diri pada Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Inilah yang disebut takwa.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Begitu pula orang yang berpuasa melatih dirinya untuk semakin dekat pada Allah. Ia mengekang hawa nafsunya padahal ia bisa saja menikmati berbagai macam kenikmatan. Ia tinggalkan itu semua karena ia tahu bahwa Allah selalu mengawasinya.
Begitu pula puasa semakin mengekang jalannya setan dalam saluran darah. Karena setan itu merasuki manusia pada saluran darahnya. Ketika puasa, saluran setan tersebut menyempit. Maksiatnya pun akhirnya berkurang.
Orang yang berpuasa pun semakin giat melakukan ketaatan, itulah umumnya yang terjadi. Ketaatan itu termasuk takwa.
Begitu pula ketika puasa, orang yang kaya akan merasakan lapar sebagaimana yang dirasakan fakir miskin. Ini pun bagian dari takwa.” Demikian perkataan Syaikh As Sa’di dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 86.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Akhirnya, semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk meraih predikat TAKWA melaui shaum Ramadhan, wallahu’lam.(RS3/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati