Muhasabah Tahun Baru 1445 Hijriyah

Oleh : Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)

Allah mengingatkan kita di dalam ayat-Nya:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ   

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Hasyr [59]: 18)

Menurut ahli tafsir, kata “ghad” memiliki arti hari kiamat. Kata-kata “ghad” sendiri dalam bahasa Arab berarti besok.

Ulama mengatakan, Allah senantiasa mendekatkan hari kiamat, hingga menjadikannya seolah-olah akan terjadi besok.

Kata ‘ghad’ sesuai makna aslinya, yakni besok. Hal ini bisa diartikan juga, sebagai orang beriman kita diperintahkan untuk selalu melakukan introspeksi (muhasabah) dan perbaikan guna mencapai hari besok, masa depan yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

Pada ayat ini, Allah mengulang dua kali kalimat yang artinya sama, “bertakwalah kepada Allah”.

Dalam kaidah Bahasa Arab, apabila ada suatu kata yang diulang dua kali dalam satu susunan kalimat, maka kalimat tersebut mengandung unsur penekanan atau sungguh-sungguh.

Baca Juga:  Aksi Bela Palestina, IPB Paparkan Enam Poin Pernyataan Sikap

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa kalimat yang artinya “bertakwalah kepada Allah” dalam awal ayat ini memberikan pengertian, perintah untuk bertaubat terhadap perbuatan dosa yang pernah dilakukan pada masa lalu. Sedangkan pengulangan kalimat yang sama “bertakwalah kepada Allah”, untuk kedua kalinya, memberikan pengertian agar kita berhati-hati terhadap kemungkinan perbuatan dosa yang bisa terjadi pada kemudian hari setelah kita bertaubat, karena setan tidak akan pernah berhenti menggoda orang-orang beriman.

Tentang pentingnya muhasabah atau evaluasi diri ini, Khalifah Umar bin Khattab berkata:

حَاسِبُوْا أَنْفُوْسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا

Artinya: “Hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dihitung (oleh Allah)”.

وَزِنُوْاهَا قَبْلَ أَنْ تُزَانُوْا

Artinya: “Timbang-timbanglah amal kalian sebelum amal kalian ditimbang (oleh Allah)”.

Begitulah, perputaran waktu memang berjalan begitu cepatnya. Dari hari ke sehari, pekan ke pekan berikutnya, hingga bulan dan berganti tahun selanjutnya.

Seolah baru kemarin kita anak-anak, sekolah, remaja, berumah tangga. Sekarang tahu-tahu sudah punya anak bahkan cucu. Tahu-tahu sudah di alam kubur.

Akselerasi tahun lama ke tahun baru berikutnya pun sedemikian cepatnya. Sehingga kita sekarang berada di penghujung tahun1444 Hijriyah, dan memasuki Hijriyah.

Baca Juga:  Tidak akan Cerai Jika Paham Tujuan Mulia Menikah

Hal ini menunjukkan semakin berkurangnya waktu hidup kita di dunia ini. Sekaligus mengingatkan semakin dekatnya usia kita menuju alam akhirat nan abadi.

Maka, menjadi waktu terbaik untuk selalu introspeksi (muhasabah) diri atas segala amal, ibadah, pekerjaan dan progress segala kebaikan  yang telah kita kerjakan. Ini semua agar selalu semakin lebih baik dan lebih baik lagi pada masa mendatang.

Kita harus selalu berprinsip bahwa semakin tambah umur, harus semakin baik pula amal kebaikan kita, semakin shalih, semakin dekat dengan Allah, semakin menikmati shalat dan bacaan Quran kita, dan semakin banyak menyiapkan bekal untuk akhirat.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan kita :

خَيْرُالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ وَشَرُّالنَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَسَاءَعَمَلُهُ.

Artinya: “Sebaik- baik manusia adalah orang yang panjang umurnya dan bagus amalnya dan seburuk-buruk manusia adalah orang yang panjang umurnya dan buruk amalnya.” (HR Ahmad, At-Turmudzi dan Hakim).

Itulah karunia waktu, sesuatu yang sangat berharga bagi kita seorang Muslim. Bahkan lebih berharga daripada harta dunia yang kita miliki. Karena harta dunia apabila hilang maka masih bisa kita cari. Sementara waktu apabila telah berlalu tidak mungkin untuk kembali lagi. Sehingga tidak ada yang tersisa dari waktu yang telah lewat, kecuali apa yang telah dicatat oleh Malaikat. Baik buruk, besar kecil, semua tercatat sebagai amal kita.

Baca Juga:  Khutbah Jumat: Bebaskan Al-Aqsa dan Palestina dengan Berjamaah

Maka sungguh betapa ruginya orang yang tidak memanfaatkan waktunya untuk selalu menambah amal kebajikan. Apalagi jika kemudian malah dipenuhi dengan kemaksiatan demi kemaksiatan. Na’udzubillahi min dzalik.

Rugilah kita jika tidak memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya melalui ibadah, amal shalih dan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

Allah mengingatkan kita tentang pentingnya waktu dalam Surat Al-Ashr.

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

Artinya: ”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-‘Ashr : 1-3).

Semoga semangat tahun baru 1445 Hijriyah ini dapat menghijrahkan kita dari keburukan menuju kebaikan, dari kebaikan menuju lebih baik lagi, hingga menjadi yang terbaik dalam keridhaan Allah. Aamiin. (A/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.