MUI Tegaskan Produk Nabidz Haram

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh.(Foto: Istimewa)

Jakarta, MINA – Ketua Majelis Ulama Indonesia () Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa . Hal itu berdasar temuan tiga laboratorium kredibel yang melaporkan kepada Komisi Fatwa MUI bahwa kadar alkohol Nabidz tinggi melampaui standar halal.

“Komisi Fatwa telah mendapatkan informasi dari tiga uji laboratorium berbeda yang kredibel terkait dengan produk Nabidz, dari ketiga hasil uji lab tersebut diketahui bahwa kadar alkohol pada produk Nabidz cukup tinggi, maka haram dikonsumsi muslim, ” kata Kiai Niam dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (22/8).

Temuan tiga laboratorium ini, ungkap Kiai Niam, menunjukkan bahwa proses pemberian kepada Nabidz tersebut bermasalah.

“Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI. MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama terasosiasi dengan haram. Ini termasuk hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” kata Kiai Niam.

Baca Juga:  Menlu Retno Bahas Persiapan Evakuasi WNI di Timur Tengah

Karena menyalahi standard halal MUI, Komisi Fatwa tidak pernah memberikan sertifikasi halal pada produk Nabidz. Sehingga MUI tidak bertanggung jawab soal terbitnya sertifikasi halal Nabidz ini.

Kiai Niam menjelaskan, Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan. Empat kriteria tersebut yakni:

Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.

Baca Juga:  Indonesia Lolos Final Uber Cup 2024

Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour dan lain-lain.

Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dan lain-lain.

Selain itu, kata kiai Niam, Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minuman 0.5 persen.

“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ungkap kiai Niam.

Baca Juga:  Pemerintah Percepat Sertifikasi Halal Produk Makanan-Minuman di 3.000 Desa Wisata

Pada kesempatan ini, kiai Niam juga mengimbau kepada umat Muslim agar tidak mengkonsumsi produk-produk yang mengandung alkohol. Karena setiap yang mengandung alkohol disebut haram untuk dikonsumsi.

“Produk minuman yang mengandung alkohol haram dikonsumsi. Khamr adalah setiap minuman yang memabukkan, Masyarakat Muslim harus menjauhi produk minuman beralkohol, maupun produk-produk minuman berasosiasi dengan minuman beralkohol,” katanya. (L/R4)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: kurnia

Editor: Rana Setiawan

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.