Orang Paling Kaya

Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA

Kekayaan adalah hal yang didambakan oleh setiap . Tapi kekayaan seperti apakah yang dimaksud dalam syariat Islam? Orang menurut Islam, adalah orang yang bisa menerima apa adanya dari setiap rezeki yang diperolehnya.

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda, “Kekayaan bukanlah banyak harta benda, akan tetapi kekayaan adalah kekayaan hati.” (HR. Bukhari Muslim)

Ibnu Baththal berkata, “Hadis ini bermakna bahwa kekayaan yang hakiki bukan pada harta yang banyak. Karena, banyak orang yang Allah luaskan harta padanya namun ia tidak merasa cukup dengan pemberian itu, ia terus bekerja untuk menambah hartanya hingga ia tidak peduli lagi dari mana harta itu didapatkan, maka, sesungguhnya ia orang miskin, disebabkan karena ambisinya yang sangat besar.”

Tentang definisi kaya ini, Nabi SAW bersabda, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup (qonaah).” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Kaya hati dalam hadis ini yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala yang ada pada orang lain.

Qanaah, artinya adalah ‘nrimo (menerima) dan rela dengan berapa pun yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Berapa pun rezeki yang didapat, ia tidak mengeluh. Mendapat rezeki banyak, bersyukur, mendapat rezeki sedikit, bersabar dan tidak mengumpat.

Dalam hadits di atas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol dimana ia berkata ketika menjelaskan hadis di atas, ”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta tapi masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah.

Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak rakus untuk terus menambah.”

Andaikan kita telah bisa mengamalkan hadis di atas, saat itulah kita bisa memiliki kesempatan besar untuk menjadi orang terkaya di dunia. Ujung-ujungnya, keberuntunganlah yang menanti kita, sebagaimana janji Rasulullah SAW, “Beruntunglah orang yang berislam, dikaruniai rezeki yang cukup, dan dia dijadikan menerima apa pun yang dikaruniakan Allah (kepadanya).” (HR. Muslim).

Berdasarkan standar di atas, bisa jadi orang yang berpenghasilan hanya 50 ribu sehari dikategorikan orang kaya, sedangkan orang yang berpenghasilan 500 ribu sehari  dikategorikan orang miskin. Mengapa? Karena orang pertama merasa cukup dengan uang sedikit yang peroleh. Sementara orang kedua, ia merasa kurang terus walaupun uang yang didapatkannya cukup banyak secara nominal.

Logika apa yang bisa menerima orang yang berpenghasilan 50 ribu sehari dianggap berkecukupan, padahal ia harus menafkahi istri dan anak-anaknya, ditambah lagi kebutuhan lain yang harus ia penuhi?

Begitulah Allah SWT berbuat kepada setiap hamba-Nya yang qonaah. Allah SWT menjadikan keberkahan pada rezekinya. Selain itu, ukuran kecukupan dalam kaca mata Nabi SAW seperti disabdakannya, “Siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya.” (HR. Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani). Wallahua’lam. (A/RS3/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.