Bogor, 14 Ramadhan 1438/ 9 Juni 2017 (MINA) – Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia (UI) Abdul Muta’ali mengatakan, menurut giliran yang ada sebelumnya, Qatar akan memimpin organisasi Negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC), tahun 2018. .
“Pemutusan hubungan diplomatik ini tidak terlepas dari akan berpindahnya tongkat estafet kepemimpinan di wilayah negara Teluk. Tahun 2018 Qatar akan menjadi leader (pemimpin) GCC,” katanya kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Jumat malam (9/6), Bogor.
Ia mengemukakan, saat ini Arab Saudi yang memegang estafet tongkat tersebut. Artinya bahwa Qatar pada 2018 akan banyak memainkan peran kawasan regional di wilayah Teluk.
“Hal ini sangat menguntungkan bagi Qatar di saat quartet bukan pada situasi terbaik politik ekonominya,” ujarnya.
Baca Juga: Pasukan Israel Maju Lebih Jauh ke Suriah Selatan
Qatar bisa menjadi penyuplai jalur perdagangan migas dan keuntungan tersebut, akan dicapai pada saat Qatar di tahun 2022 menjadi tuan rumah piala dunia.
“Posisi ini tidak dimiliki oleh Riyadh baik secara ekonomi ataupun stabilitas nasional. Segregasi Riyadh versus Teheran, Riyadh versus Houti banyak menguras modalitas Arab Saudi dan secara politik, ini sangat menguntungkan bagi negara-negara yang ingin tampil sebagai salah satu leader di kawasan tersebut. Kesempatan itu tidak akan disia siakan oleh Qatar,” paparnya.
Namun, dilihat dari issue internasional, paling tidak di kawasan Timur Tengah, pemutusan hubungan diplomatik terhadap Qatar sejatinya tidak perlu terjadi.
“Saya melihat pemutusan hubungan diplomatik Qatar dengan tujuh negara GCC yakni (Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Mesir, Libya, Maladewa, dan Yaman) disebabkan oleh beberapa faktor,” jelasnya.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
Faktor pertama, karena Qatar terlalu terbuka dengan ideologi politik gerakan manapun walaupun pada dasarnya mayoritas Muslim. Kedua, Arab Saudi memiliki definisi ganda terkait terorisme yang berafiliasi ke ISIS dan yang berafiliasi ke Teheran. Ketiga, pemutusan hubungan diplomatik dari negara GCC.
“Afiliasi sebagian bilateral Qatar dan Teheran inilah yang bisa jadi pemantik hubungan diplomatik ini, walaupun menurut hemat saya memang sangat sulit bagi Qatar untuk tidak menjadi negara terbuka, Qatar butuh survive dia mesti welcome membangun kolaborasi dengan pihak manapun tidak terkecuali Iran, mengingat kecilnya geografis yang dimiliki Qatar, karena itu kita melihat banyaknya proyek reklamasi, berbeda dengan negara kita yang sangat luas,” tambahnya.(L/R10/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama