Jenewa, 3 Rabi’ul Akhir 1436/24 Januari 2015 (MINA) – Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB, Zeid Ra’ad Al Hussein meminta perhatian Pemerintah Myanmar atas ucapan biksu kontroversional, Ashin Wirathu, yang memanggil utusan khusus PBB untuk Myanmar dengan menyebutnya sebagai “pelacur”.
Wanita pejabat tinggi PBB itu mengatakan, ucapan Wirathu merupakan bentuk hasutan untuk kebencian yang nyata dan tidak pantas dilakukan oleh seorang bikshu.
“Saya meminta pemimpin agama dan politik di Myanmar untuk tegas mengutuk segala bentuk hasutan kebencian termasuk serangan pribadi terhadap pejabat yang ditunjuk PBB,” katanya dalam akun resmi PBB pada Rabu (21/1) yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Wirathu pada Jumat (16/1) menyebut pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar Yanghee Lee sebagai pelacur karena telah melaporkan tuduhan bias terhadap minoritas Muslim Rohingya. Artinya laporan itu berisi fakta tentang pemnindasan yang dilakukan warga minoritas muslim itu.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Bikhsu kontroversial pemimpin agama Budha itu dikutip sebagai mengatakan di depan ummatnya : “Kami telah membuat UU Perlindungan Ras, tetapi tanpa belajar, pelacur ini terus mengeluh tentang bagaimana hal itu bertentangan dengan HAM.”
Dalam pidatonya tersebut, dia bertanya pada yang hadir dengan meneriakkan “Apakah pelacur ini benar-benar berasal dari latar belakang keluarga terhormat?”, dan dengan serentak pendukungnya menjawab “Tidak”.
Sekitar 500 biksu yang dipimpin Wirathu dan Parmaukkha, pada Jumat paginya, berbaris dari Kyay Thon Pagoda-Tamwe Township, pusat kota melakukan demonstrasi, memegang spanduk bertuliskan keputusan PBB menyebabkan masalah bagi Myanmar,-kami tidak menginginkan itu”.
Diantara demonstran tersapat anggota Arakan Nasional Network yang telah mengutuk seruan PBB untuk Myanmar agar memberikan kewarganegaraan kepada komunitas Rohingya.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Pidato Wirathu bertepatan dengan konferensi pers pejabat PBB, Yanghee, Lee di Rangoon pada Jumat, yang menngumumkan kesimpulan dari 10 hari peninjauannya di Myanmar.
“Dalam semua pertemuan yang saya lakukan, saya selalu menggunakan kata Rohingya, mereka harus dilindungi,” tegasnya.
Pada Desember lalu, Majelis Umum PBB menyetujui resolusi tidak mengikat, disusun oleh Uni Eropa, yang meminta Pemerintah Myanmar untuk memperpanjang hak kewarganegaraan kepada Rohingya dan menghapus pembatasan mobilitas pada mereka. Resolusi itu juga mendesak penyelidikan pelanggaran hak asasi pada warga Rohingya di negara bagian Arakan, akses yang sama bagi warga Rohingya untuk mendapat pelayanan publik, dan rekonsiliasi antara masyarakat Buddha dan Muslim di wilayah tersebut.
Namun, untuk kesekian kalinya Myanmar melanggar dan tidak menghiraukan suara PBB dan Masyarakat internasional itu. (T/P004/P2)
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Mir’raj Islamic News Agency (MINA)