London, 4 Rabi’ul Akhir 1438/ 3 Januari 2016 (MINA) – Lembaga nonpemerintah (NGO) mengungkapkan pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad dan sekutunya telah melanggar gencatan senjata 77 kali sejak mulai berlaku akhir pekan lalu.
Lembaga Syrian Network for Human Rights (SNHR), sebuah NGO yang berbasis di London, Inggris, menyatakan hal itu dalam sebuah laporan yang diterbitkan Senin (2/1) waktu setempat.
“Rezim Suriah melakukan 72 pelanggaran (gencatan senjata) sementara Rusia bertanggung jawab atas lima pelanggaran yang dilakukan ketika mengebom wilayah tengah Hama dan utara Aleppo,” laporan itu menegaskan.
Menurut SNHR, laporannya didasarkan pada wawancara pribadi dengan sejumlah korban yang selamat dari serangan terakhir, keluarga korban, dan saksi mata.
Baca Juga: Warga Palestina Bebas setelah 42 Tahun Mendekam di Penjara Suriah
“Di antara 77 pelanggaran dikutip, 68 berada dalam bentuk operasi pertempuran dan sembilan dalam bentuk penahanan,” kata laporan itu seperti dilansir World Bulletin.
SNHR mencatat bahwa sebagian besar pelanggaran yang dilakukan rezim Suriah telah terjadi di Provinsi Homs.
LSM juga meminta Rusia –selaku penjamin perjanjian gencatan senjata- untuk menekan sekutu-sekutunya di Damaskus dan Iran untuk mematuhi ketentuan kesepakatan.
Jumat malam lalu, gencatan senjata -yang ditengahi oleh Turki dan Rusia- mulai berlaku di seluruh Suriah sebagai pembuka jalan bagi perundingan damai di Astana, Kazakhstan, akhir Januari ini.
Baca Juga: Faksi-Faksi Palestina di Suriah Bentuk Badan Aksi Nasional Bersama
Menarik Diri
Sementara itu sebanyak 10 kelompok pemberontak mengumumkan, Senin (2/1), menarik diri dari perundingan damai Suriah di Kazakhstan. Musababnya, pasukan pemerintah dituding telah melanggar kesepakatan gencatan senjata karena terus mengintensifkan serangan.
Faksi-faksi pemberontak mengatakan mereka menghormati gencatan senjata yang ditengahi Turki dan Rusia di seluruh penjuru Suriah namun menyayangkan ketidakpatuhan pasukan rezim Suriah dan sekutunya.
Mereka menyatakan tentara Presiden Bashar al-Assad dan sekutunya terus melancarkan kekerasan besar berulang kali di wilayah yang dikuasai pemberontak di Wadi Barada dan Ghouta Timur, Provinsi Damaskus.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“Karena kekerasan (yang dilakukan tentara pemerintah), faksi pemberontak mengumumkan pembekuan semua pembicaraan yang terkait dengan negosiasi Astana,” kata ke-10 faksi pemberontak dalam sebuah pernyataan bersama seperti dilaporkan Al Jazeera.
Selama dua pekan terakhir, bahkan sebelum dimulainya gencatan senjata global yang didukung PBB dengan maksud membuka jalan bagi perundingan damai di Astana, angkatan udara Suriah telah meluncurkan serangan bom hampir setiap hari di Wadi Barada, sekitar 15 km dari Damaskus.
Rezim Presiden Al-Assad sedang mencoba untuk menguasai wilayah yang memasok air minum utama bagi empat juta penduduk ibu kota dan sekitarnya.
Lembaga pemantau perang Syrian Observatory for Human Rights (SOHR), Senin (2/1), mengatakan tentara Suriah dan milisi kelompok Syiah Libanon, Hizbullah, yang didukung Iran, merangsek ke pinggiran Ain al-Fijeh, sumber air utama di daerah tersebut.
Baca Juga: KBRI Damaskus Evakuasi 37 WNI dari Suriah
SOHR menambahkan dua warga sipil ditembak mati oleh penembak jitu dan dua warga sipil lainnya tewas dalam serangan bom tentara rezim Suriah di Kota Rastan, Provinsi Homs.
“Setiap pergerakan di lapangan bertentangan dengan kesepakatan (gencatan senjata) dan jika segala sesuatu tidak kembali ke tempat seperti sedia kala, perjanjian itu akan dianggap batal demi hukum,” tambah pernyataan pemberontak. (T/R11/RS3)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Jejak Masjid Umayyah di Damaskus Tempat al-Jawlani Sampaikan Pidato Kemenangan