Oleh : Imaam Yakhsyallah Mansur,MA.
Dalam sebuah lembaga pendidikan, perilaku seorang guru (pendidik) adalah hal utama yang harus menjadi perhatian. Maka tak heran ada istilah, guru kencing berlari murid kencing berdiri. Artinya, seorang murid adalah cerminan bagaimana akhlak dan pribadi gurunya, karena dari sang gurulah seorang murid memetik hikmah dari sebuah ilmu.
Islam, mengajarkan betapa perilaku para pendidik harus benar-benar mencerminkan pribadi-pribadi yang mulia. Seorang pendidik bukan hanya diharapkan mampu mentransfer ilmu kepada muridnya, tapi jauh yang tak kalah penting adalah bagaimana bisa menjadi teladan bagi muridnya.
Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepada anaknya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (QS Luqman: 13)
Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Qur’an adalah kitab pendidikan. Hampir semua unsur yang berkaitan dengan kependidikan disinggung secara tersurat atau tersirat oleh al-Qur’an. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang menerima dan bertugas menyampaikan serta mengajarkannya menamai dirinya guru, sebagaimana sabda beliau:
“Saya diutus sebagai seorang pengajar/guru.”
Dalam rangka suksesnya pendidikan, al-Qur’an terlebih dahulu membekali sang pendidik dengan berbagai petunjuk ini. Hal ini terlihat dari kronologis turunnya wahyu pertama sampai tiga tahun sesudahnya yang lebih menekankan kepada pribadi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Barulah setelah itu turun perintah untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat yang luas. Seakan-akan masa tersebut dijadikan Allah sebagai masa persiapan untuk melaksanakan tugas kependidikan tersebut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pada persiapan ini, Allah menurunkan wahyu yang di antaranya sangat berkaitan dengan kesuksesan tugas pendidik, antara lain sebagai berikut.
Pertama, Perintah membaca
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.” (Qs. Al-Alaq: 1)
Kata Iqra’ dapat berarti membaca dan meneliti (riset). Betapa relevannya perintah ini dengan teori pendidikan yang menganjurkan agar pendidik senantiasa rajin membaca dan mengadakan penelitian. Tugas ini dilaksanakan semata-mata hanya karena Allah. Inilah bentuk profesionalisme tertinggi. Rasanya sulit diharapkan pendidikan akan sukses bila guru malas membaca dan tidak mau memperdalam dan mengembangkan ilmunya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kedua, Menyampaikan pelajaran dengan mengandalkan kebesaran Allah
“Dan Tuhanmu agungkanlah.” (Qs. Al-Alaq: 3)
Seorang pendidik sudah seharusnya menyandarkan semua aktifitas yang ia lakukan kepada kebesaran Allah. Dia mempunyai keyakinan bahwa yang membuat anak didiknya memahami apa yang disampaikan hanyalah Allah. Adapun dirinya hanya sebagai perantara. Karena itu dia senantiasa berusaha untuk selalu dekat kepada Allah agar anak didiknya dapat memahami pelajaran yang disampaikan.
Di samping itu, seorang pendidik harus senantiasa menghubungkan semua pelajaran yang disampaikan dengan kebesaran Allah, dan tujuan akhir pelajarannya adalah mengarahkan anak didiknya untuk dapat membesarkan Allah baik dalam arti sempit seperti memperbaiki ibadahnya maupun dalam arti luas seperti berjihad, berdakwah dan sebagainya.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Ketiga, Berpenampilan menarik
“Dan pakaianmu bersihkanlah.” (Qs. Al-Muddatstsir: 4)
Seorang pendidik hendaknya berpenampilan menarik karena penampilan seorang guru di depan kelas baik berupa pakaian, tingkah laku bahkan bahasa sangat memengaruhi pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Keempat, Menghindari hal-hal yang tidak pantas
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
“Dan perbuatan dosa, tinggalkanlah.” (Qs. Al-Muddatstsir: 5)
Guru adalah cermin bagi anak didik. Semua tingkah lakunya biasanya menjadi contoh bagi anak didiknya. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat menghindari hal-hal yang tidak pantas agar tidak dicontoh oleh anak didiknya. Disinilah pentingnya akhlaqul karimah (akhlak mulia) bagi seorang guru sebagai pelanjut risalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana beliau diutus oleh Allah adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Bagaimana seorang guru dapat melaksanakan tugas ini bila dia tidak bisa menerapkan akhlaqul karimah dalam dirinya?
Kelima, Tidak berorientasi pada materi
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
“Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh lebih banyak.” (Qs. Al-Muddatstsir: 6)
Seorang pendidik dalam melaksanakan tugasnya jangan semata-mata berorientasi pada materi, jangan menghitung-hitung apa yang sudah dikerjakan dan dikorbankan lalu dibandingkan dengan apa yang didapatkan bahkan berharap memperoleh lebih banyak dari apa yang sudah dikerjakan.
Bagi seorang pendidik, melaksanakan tugas adalah tanggung jawab dan kewajiban bukan karena ingin mendapatkan imbalan materi apalagi pujian. Memang materi adalah hal penting dalam kehidupan, tapi jangan jadikan materi sebagai orientasi utama bagi seorang pendidik.
Seharusnya orientasi utama seorang pendidik adalah menolong Allah lewat jalur pendidikan. Apabila hal ini yang dijadikan orientasi utamanya, Allah pasti akan menolongnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Qs. Muhammad: 7)
Keenam, Memperbanyak shalat Lail
“Bangunlah malam kecuali sedikit.” (Qs. Al-Muzzammil: 2)
Inilah salah satu amaliah utama seorang pendidik, jika ingin sukses. Karena tugas pendidik itu tidak ringan maka cara mengatisipasinya adalah dengan shalat lail, sebagaimana firman Allah,
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
”Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. “ (Qs. Al-Muzzammil: 5)
Mengapa Allah mewajibkan Rasul-Nya shalat lail? Karena beliau akan menerima perkataan yang berat (wahyu).
Selanjutnya al-Qur’an memberi tuntunan, agar pendidik dalam menyajikan materi pengajaran atau pendidikan memperhatikan bahwa peserta didik adalah makhluk yang tercipta dari unsur jasmani, akal dan jiwa. Keseluruhan unsur ini harus diperhatikan secara serentak dan simultan. Hal ini diisyaratkan oleh Allah ketika mengabadikan ucapan-ucapan Luqman sewaktu mendidik anaknya.
Dari rangkaian pengajaran Luqman kepada anaknya, bisa ditangkap pesan tentang materi pengajaran yang harus dijadikan landasan bagi seluruh materi pengajajaran yang akan disajikan kepada peserta didik adalah materi-materi sebagai berikut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Pertama, Materi Aqidah
“Hai anakku, janganlah mempersekutukan Allah, karena mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (Qs. Luqman: 13)
Luqman memulai pengajarannya dengan menekankan perlunya menghindari syirik atau mempersekutukan Allah karena puncak ketinggian intelektual manusia adalah manakala ia mengerti penciptanya. Penyelidikan membuktikan bahwa dengan makin majunya sain dan teknologi, makin berkurang orang yang menyekutukan Allah. Kemajuan sain dan teknologi membawa manusia berfikir kepada kesatuan Pencipta. Inilah salah satu sisi positif globalisasi bila kita tinjau dari kacamata aqidah.
Kedua, Materi Akhlaq
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Setelah kewajiban pokok kepada Allah, maka disusul dengan kewajiban kepada sesama manusia. Dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu:
- Kewajiban kepada orang tua
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tuanya…” (Qs. Luqman: 14)
Disini Allah memerintahkan kepada manusia agar mereka menghormati dan memuliakan kedua ibu-bapaknya. Sebab dengan melalui keduanya itulah manusia lahir ke muka bumi.
2. Kepada orang lain
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah berjalan di muka bumi dengan sombong (congkak)….” (Qs. Luqman: 18)
Ayat ini dan satu ayat sesudahnya memberi tuntunan agar manusia tidak sombong dan harus bersikap lemah lembut kepada orang lain, sopan dalam berjalan dan berbicara.
Ketiga, Materi Syari’ah
“Hai anakku, dirikanlah shalat.” (Qs. Luqman: 17)
Pengajaran syari’ah adalah berpangkal pada shalat. Apabila shalat telah dilaksanakan maka kewajiban-kewajiban syari’ah yang lain seperti amar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya akan terlaksanakan sebagaimana yang disebutkan pada kelanjutan ayat-ayat tersebut.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa membimbing langkah para pendidik untuk terus istikomah menambah ilmu dan wawasan dan mendekatkan diri kepada Allah agar bisa melahirkan generasi-generasi mulia dunia akhirat, wallahu a’lam bishawab.(A/RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)