RELAWAN MER-C, SAKSI MATA PERANG 8 HARI GAZA

Ikhwan

IkhwanJakarta, 20 Jumadil Awal 1434/1 April 2013 (MINA) – Relawan Pembangunan Rumah Sakit Indonesia (RSI) di pulang ke Indonesia hari Ahad (31/3). Nur ikhwan yang sempat beberapa tahun di Gaza sebagai tim koordinator teknis pembangunan RSI di Gaza yang saat ini masih terus berjalan, menuturkan kepada Mi’raj News Agency (MINA) pengalaman saat terjadi perang delapan hari di Gaza. Berikut penuturan Nur Ikhwan.

Ketika perang terjadi, kami dan para relawan yang lain tetap bekerja meneruskan pembangunan RSI di Gaza, akan tetapi karena kondisi memang sangat genting, para relawan pindah ke basement (ruang di bawah tanah), yang hikmahnya bagian basement RSI bisa selesai pada waktu perang itu berlangsung.

Setiap malam, para relawan bisa menghitung berapa kali bunyi bom yang diluncurkan Israel satu persatu. RSI di Gaza tidak menjadi sasaran bom. Tetapi, disekitar RSI yang jaraknya begitu dekat, menjadi sasaran bom dari Israel karena di daerah tersebut merupakan tempat latihan sayap militer Hamas, Brigade Al Qasam, yang sempat di bombardir oleh Israel yang menyebabkan pecahan puing-puing yang sebesar karung hingga ke RSI.

“Karena jarak yang begitu dekat, sehingga mendengar suara bom itu seperti mendengar suara petir didepan muka. Pada awal mendengar bom-bom tersebut tentunya kaget sekali, akan tetapi setelah beberapa hari kita sudah mulai terbiasa mendengar bom,” kata Nur Ikhwan Abadi.

Sebenarnya ada beberapa dari orang yang bersedia memberikan tempat untuk mengungsi bagi para relawan agar segera melakukan evakuasi ketempat yang lebih aman, untuk menghindari hal yang lebih mengerikan lagi yaitu perang darat, “Karena apabila terjadi perang darat matilah kalian,” tutur Nur Ikhwan menirukan perkataan salah seorang warga Palestina saat itu.

Kemudian saya bicarakan dengan para rekan relawan lain, kemudian kita bermusyawarah, sempat melakukan sholat Istikharoh juga, dan akhirnya kami memutuskan untuk tidak pindah dari RSI dan akan tetap disana walaupun harus kehilangan nyawa, kami harus tetap disini, karena ini sudah menjadi amanah kami.

Selama di Gaza, Yang kami amati mengenai perang 8 hari tersebut adalah, sejak tahun 2009 sampai tahun 2012 sebelum terjadinya perang 8 hari Gaza itu, Israel memang selalu memancing HAMAS dengan bom-bomnya, dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan HAMAS sejauh mana, akan tetapi HAMAS tidak mudah terpancing. Yang kami lihat justru Jihad Islam yang kemudian meladeni dan membalas bom-bom tersebut, tetapi sepertinya israel kurang menaggapi balasan Jihad Islam tersebut karena memang diperkirakan kekuatan Jihad Islam hanya 20 persen dari kekuatan HAMAS.

Menurut saya, itulah yang membuat Israel kemudian merancang setrategi, yaitu membunuh Muhammad Aljabari dengan cara dibom, pada waktu kejadian tersebut kami sedang melakukan Rukyatul hilal (melihat bulan) di laut, ketika kita sampai pantai kemudian berita dibomnya Aljabari menyebar, yang menyebabkan para relawan sempat terpisah selama satu hari, sebagian dipantai termasuk saya, sebagian lagi berada di RS, karena jika dipaksakan pulang saat itu akan sangat berbahaya mengingat baku tembak masih terus berlangsung.

Rindukan Persatuan

Rakyat Palestina sangat merindukan persatuan di antara mereka. Saat terjadi perang 8 hari itu, semua faksi bersatu dengan sayap militer mereka masing-masing, bersatu menyerang Israel, belum pernah ada dalam sejarah Palestina hal itu terjadi, dan sebetulnya mereka rindu persatuan tersebut, hanya saja yang mereka bingungkan adalah format persatuan melalui apa dan seperti apa. jika melalui jalur politik, saya ibaratkan seperti rebutan “kue”, ada kepentingan dari masing-masing faksi yang berbeda, akan saling ambil keuntungan sesuai misi mereka masing-masing.

Mengingat tentang diselenggarakanya deklarasi Bandung (Conferensi Internasional Al Quds), salah satu poinnya adalah mengirimkan ulama dan Zuama Indonesia dan Malaysia ke Gaza. Jika memungkinkan, menurut kami segera mungkin difollow up, karena sangat diperlukan sekali saat ini, posisi kita yang ditengah-tengah faksi-faksi tersebut untuk menjadi pemersatu kaum Muslimin disana. Jangan kita memihak salah satu golongan kemudian golongan lain akhirnya terabaikan.

Begitulah sekelumit pengalaman kami sewaktu perang 8 hari berlangsung di Gaza, ketika terjadi penyerangan dari Israel semua masyarakat Palestina menyerukan kalimat takbir di radio-radio, masjid-masjid, dan semua orang mengucapkan kata Allohu Akbar, seperti tidak ada rasa takut, mereka menyambut serangan tersebut dengan kalimat takbir. (L/P02/P015/R2).

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0