Ahok Sampaikan Pleidoi di Sidang ke-20

Jakarta, 28 Rajab 1438/ 25 April 2017 (MINA) –Terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Selasa (25/4), menyampaikan pleidoi (pembelaan) dalam sidang lanjutan ke-20 di ruang auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Utara.

Pleidoi Ahok yang dibacakan dalam sidangnya sebagai berikut;

Pertama-tama, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim atas kesempatan yang diberikan kepada saya, demikian yang diberitakan oleh harian Republika.

Setelah mengikuti jalannya persidangan, memerhatikan realitas yang terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta serta mendengar dan membaca tuntutan penuntut umum yang ternyata mengakui dan membenarkan bahwa saya tidak melakukan penistaan agama seperti yang dituduhkan kepada saya selama ini, dan karenanya terbukti saya bukan penista atau penoda agama. Saya mau tegaskan, selain saya bukan penista atau penoda agama, saya juga tidak menghina suatu golongan apa pun.

Majelis hakim yang saya muliakan.

Banyak tulisan yang menyatakan saya ini korban fitnah. Bahkan penuntut umum pun mengakui adanya peranan Buni Yani dalam perkara ini. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa saat di Kepulauan Seribu. banyak media massa yang meliput sejak awal hingga akhir kunjungan saya. Bahkan disiarkan secara langsung yang menjadi materi pembicaraan di Kepulauan Seribu, tidak ada satu pun mempersoalkan, keberatan atau merasa terhina atas perkataan saya tersebut.

Bahkan termasuk pada saat saya diwawancara setelah dialog dengan masyarakat Kepulauan Seribu. Namun, baru menjadi masalah sembilan hari kemudian, tepatnya tanggal 6 Oktober 2016 setelah Buni Yani memposting potongan video pidato saya dengan menambah kalimat yang sangat provokatif.

Barulah terjadi pelaporan dari orang-orang yang mengaku merasa sangat terhina padahal mereka tidak pernah mendengar langsung. Bahkan, tidak pernah menonton sambutan saya secara utuh.

Adapun salah satu tulisan yang menyatakan saya korban fitnah adalah tulisan Gunawan Muhammad. Stigma itu bermula dari fitnah, Ahok tidak menghina agama Islam tapi tuduhan itu tiap hari dilakukan berulang-ulang seperti kata ahli propaganda Nazi Jerman. Dusta yang terus menerus diulang akan menjadi kebenaran. Kita dengarnya di masjid-masjid, medsos, percakapan sehari-hari sangkaan itu sudah bukan menjadi sangkaan tapi menjadi kepastian.

Ahok pun harus diusut oleh pengadilan, UU Penistaan Agama yang diproduksi rezim Orde Baru sebuah UU yang batas pelanggarannya tidak jelas. Tidak jelas pula siapa yang sah mewakili agama yang dinistakan itu. Alhasil Ahok dilakukan tidak adil dalam tiga hal.

Pertama, difitnah, dua dinyatakan bersalah sebelum pengadilan, dan ketiga diadili dengan hukum meragukan. Adanya ketidakadilan dalam kasus ini, tapi bertepuk tangan untuk kekalahan politik Ahok yang tidak bisa diubah sebuah ketidakjujuran.

Sidang kali ini, pembacaan pleidoi yang sebelumnya diagendakan pada Kamis (20/4), jaksa penuntut umum (JPU) membacakan tuntutannya. Pukul 09.00 WIB majelis hakim membuka sidang lanjutan.

Baca Juga:  Sudah 164 Calon Santri Ponpes Al-Fatah, Pendaftaran Masih Dibuka

Di sela itu, Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto, menyampaikan sidang replik duplik secara lisan, saat akan menutup sidang.

“Setelah tuntutan dan pembelaan dan replik telah disampaikan oleh penuntut umum maka giliran majelis akan memberikan putusan terhadap perkara BTP alias Ahok dan sesuai dengan jadwal maka putusan akan kami ucapkan pada Selasa 9 Mei 2017. Untuk itu diperintahkan saudara terdakwa untuk hadir dalam sidang tersebut,” ujarnya.

JPU sebelumnya menyatakan Ahok bersalah dan melanggar Pasal 156 KUHP. Jaksa menuntut Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Dalam tuntutannya, JPU menganggap Ahok tak terbukti melakukan penodaan agama seperti dalam dakwaan Pasal 156a KUHP.(T/R10/P2)

Baca Juga:  Sajeriah Jamaah Haji Tunanetra, 14 Tahun Menanti Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)