Bersyukur Membuat Hidup Jadi Mudah

Oleh : , Pengajar Tahfidz Masjid Al-Fatah Ciparay, Garut, Jawa Barat

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh suasana hatinya. Saat hati merasa senang, maka senanglah seluruh hidupnya. Begitupun sebaliknya, saat hati merasa sedih, maka seolah seluruh dunia seolah telah membebaninya.

Hal demikian, memanglah wajar dan manusiawi. Mengingat bahwa hati adalah komando perilaku manusia. Hati juga sebagai parameter baik buruknya seseorang.

Hal ini pernah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dalam sabdanya :

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Artinya : “Sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal darah. Jika rusak, maka rusaklah semua jasadnya. Jika baik, maka baiklah semua jasadnya. Ingatlah bahwa ia adalah hati”. (HR Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin BAsyir Radhiyallahu ‘Anhu).

Untuk itu, memperhatikan kondisi hati adalah hal yang sangat penting. Karena keadaan manusia, setiap saatnya ditentukan oleh kondisi hatinya.

Lantas apa yang harus dilakukan agar hati menjadi baik dan tenang? Tentu hal ini membutuhkan bimbingan ilahi, bukan hanya dari teori manusia saja.

Sejatinya Allah-lah Yang Maha mengetahui akan kondisi tiap hamba-Nya. Maka dari itu, petunjuk ilahi harus diutamakan daripada yang lainnya.

Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 28.

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

Artinya: “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tentram”.

Ketenangan hati timbul dari keyakinan penuh kepada Allah. Bagaimana tidak? Allah yang menciptakan alam semesta dan mengatur semuanya. Tidak ada kesulitan bagi-Nya, apalagi mengurus perihal masalah-masalah manusia yang lebih kecil, jika dibandingkan dengan urusan yang ada pada alam semesta ini.

Begitu banyak jaminan Allah yang diberikan pada ciptaan-Nya, semua bergerak rapi sesuai pengaturan-Nya. Keyakinan itu membuat hati menjadi tenang. Bahwa Allah telah mengatur semuanya, tak ada yang terlewat sedikitpun, sampai rizki seekor semut hitam yang tinggal di dalam gua yang gelap, tidak akan luput dari pengawasan-Nya.

Begitu juga dengan musibah yang menimpa di hidup manusia. Sungguh Allah sudah menakarnya dengan baik, bahwa tak ada beban yang diberikan kecuali sesuai dengan kadarnya.

Allah sendiri yang berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 286.

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…..”.

Pemahaman yang dalam terhadap ke-Maha Besaran Allah, akan mengantarkan hati pada titik paling dasar. Bahwa tidak ada kehawatiran lagi. Allah sudah menjamin semuanya. Tentu keyakinan itu harus dibarengi dengan ikhtiar yang terbaik, sehingga terjadi keseimbangan.

Mengenai tentang jaminan Allah, Ustadz Adi Hidayat dalam salah satu ceramahnya berkata, “kita tidak usah khawatir dengan jaminan Allah di dunia. Semuanya akan berikan. Tapi yang harus kita khawatirkan adalah belum ada jaminan, bahwa kita akan masuk surga dengan selamat”.

Jelasnya, semua jaminan Allah akan diberikan. Malah tidak akan dicabut ajal seorang hamba, sampai ketentuan rizki dan takdirnya sudah diberikan semuanya.

Rasa

Di samping itu, hati yang tenang tidak terlepas dari rasa syukur. Sederhananya bersyukur adalah rasa berterimakasih kepada seseorang yang telah memberinya sesuatu.

Sebagai seorang Muslim, bersyukur juga bisa dilakukan melalui lisan, dengan sering membaca bacaan hamdalah, alhamdulillah, sebagai bentuk pujian lisan atas ni’mat yang telah diberikan dari-Nya. Bersyukur dengan lisan juga akan mendapatkan pahala. Sebagaimana dikisahkan dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Suatu hari, baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam didatangi oleh sekelompok fakir dari kaum Muhajirin. Mereka mengadu dan mencurahkan kegundahan hati kepadanya “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah memberondong pahala. Mereka shalat sebagaimana kita shalat. Dan juga berpuasa seperti kami puasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan hartanya”.

Lantas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjawab :  “Bukankah Allah telah menjadikan kalian jalan untuk bersedekah, sesungguhnya pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah, pada setiap tahlil ada sedekah. Amar ma’ruf ada sedekah, nahyi mungkar ada sedekah. Dan mendatangi isterimu adalah sedekah”. (HR Muslim).

Bisa juga bersyukur melalui hati, yaitu keyakinan kuat bahwa semua ni’mat hanya bersumber dari Alloh. Kebiasaan mengingat-ingat atau menghitung ni’mat, adalah kebiasaan hal baik. Karena dengan membiasakannya, akan menambah rasa syukur pada-Nya. Meskipun kalaupun ingin menghitung nikmat yang sudah Allah berikan semuanya, tentulah tidak akan mampu menghitung semuanya.

Hal itu sudah dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat An-Nahl ayat 18:

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: “Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh. Niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh alloh benar -benar Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang”.

Lalu, bersyukur juga bisa melalui anggota badan. Yaitu bersyukur dengan berusaha taat beribadah. Menjalani ketaatan-ketaatan atas dasar rasa syukur yang telah ia terima dari-Nya. Hal ini akan menambah kekhusyuan dalam menjalaninya. Karena menjalani ketaataan dengan kesadaran, tentu akan berbeda dibanding dengan keterpaksaan.

Begitulah, saat hati dipenuhi dengan rasa syukur, maka otomatis hidup akan menjadi lapang. Karena setiap menghadapi kesulitan, tidak akan membuatnya susah. Dikarenakan keyakinannya bahwa setiap kesulitan ada kemudahan.

Demikian pula saat menghadapi kemudahan dan kebahagiaan, takkan membuatnya lupa diri dan buta. Ia akan senantiasa bersyukur kepada Allah, dan itu menambah keberkahan baginya. (A/hus/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.