Secara umum, situasi global 2022 belum menunjukkan perbaikan secara siginifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Situasi yang sama juga mewarnai umat dan negara-negara muslim.
Bahkan, menurut Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI, 2022 nampak semakin memburuk sebagai akibat pandemi Covid-19, masih belum terselesaikannya isu Palestina-Israel, Rohingya, Uighur, perkembangan dan situasi politik di Afghanistan yang belum menentu, serta Islamofobia yang terjadi di sejumlah negara seperti India, Swedia, Prancis.
Keberadaan dan posisi umat Islam yang minoritas di berbagai negara non-Muslim masih belum banyak mendapat perhatian. Sebagian mereka sebetulnya mengalami berbagai tindakan kekerasan dan bahkan di luar batas kemanusiaan.
Berikut catatan MINA selama 2022 tentang kondisi umat muslim di beberapa negara yang mengalami ketidakadilan:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
Pelarangan Hijab di India
Di India, hingga tahun 2022 ini, umat Islam yang minoritas telah terdiskriminasi secara sosial, ekonomi, bahkan hukum dan politik apalagi sejak undang-undang kewarganegaraan India menempatkan muslim sebagai warga kelas dua.
Tindakan permusuhan dan kebencian terhadap umat Islam dan Islam (Islamofobia) benar-benar dilakukan hingga hari ini.
Pada 15 Maret 2022 misalnya, sebuah pengadilan di India menegakkan larangan mengenakan hijab di kelas di negara bagian Karnataka.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Dalam keputusannya, pengadilan tersebut mengatakan bahwa jilbab bukan praktik agama yang penting dalam Islam. Padahal bagi Muslim, hijab tidak hanya untuk menjaga kesopanan atau simbol agama tapi juga bagian dari keimanan.
Larangan itu memang tidak meluas ke negara bagian-negara bagian India lainnya, tetapi putusan pengadilan menjadi preseden bagi seluruh negara itu.
Selain itu pada awal Juni 2022, dua politisi India yakni, Juru Bicara Nasional Partai Bharatiya Janata (BJP), Nupur Sharma, dan Kepala Operasi Media BJP, Delhi Naveen Kumar Jindal, mengeluarkan komentar yang menghina Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan sang istri Aisyah.
Sharma melontarkan penghinaan kepada Nabi Muhammad dalam sebuah acara debat di stasiun televisi pada pekan lalu. Sementara Jindal dilaporkan telah mencuitkan pesan di Twitter yang juga bernada penghinaan terhadap junjungan umat Islam tersebut.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Pernyataan tersebut telah menyulut bentrokan di negara bagian India dan memantik kecaman serat protes negara-negara seperti, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Pakistan dan Indonesia.
Penutupan Masjid di Prancis
Prancis dikritik komunitas internasional, LSM dan organisasi hak asasi manusia, terutama PBB, karena menargetkan dan meminggirkan Muslim dengan hukum.
Politisi sayap kanan Prancis Marine Le Pen pada Oktober 2022 mendesak lebih banyak masjid ditutup di negara itu.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Permintaannya muncul meskipun telah ada penutupan 24 masjid di Prancis dalam dua tahun terakhir atas perintah Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin.
Agustus tahun lalu, otoritas konstitusional tertinggi Prancis menyetujui undang-undang “anti-separatisme” yang kontroversial yang telah dikritik karena menargetkan Muslim.
Undang-undang mengizinkan pejabat untuk campur tangan terhadap masjid dan asosiasi yang bertanggung jawab atas kegiatan mereka, serta mengontrol keuangan asosiasi dan LSM milik Muslim.
Aturan ini juga membatasi pilihan pendidikan Muslim dengan membuat home schooling harus mengikuti izin resmi.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Pembakaran Al-Quran di Swedia
Pada April 2022 lalu, kelompok sayap kanan dan anti-Islam menggelar aksi pembakaran Al-Quran di beberapa kota di Swedia. Perhatian tertuju kepada Rasmus Paludan, seorang pria Denmark-Swedia yang menggalang kelompok itu.
Aksi tersebut kemudian memicu keributan dan bentrokan pecah di beberapa kota Swedia. Bahkan banyak negara mengecam tindakan pembakaran Al-Quran tersebut, termasuk Pemerintah Indonesia.
Namun, rangkaian demonstrasi yang dilakukan Paludan dan kelompoknya itu di penjuru Swedia sepertinya malahan mendapat izin pihak berwenang.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Polisi pun terlihat mengawal Paludan saat dia membakar Al-Quran di Linkoping. Sikap polisi Swedia itu yang disayangkan sejumlah kalangan.
Di Swedia, yang membela hak asasi manusia, kebebasan beragama dan hati nurani, Al-Quran justru dibakar di lingkungan Muslim di bawah perlindungan Polisi.
Kondisi Muslim di tiga negara tersebut memang masih sangat memprihatinkan, namun tidaklah lebih buruk jika melihat kondisi umat di Palestina, Rohingya, Uighur dan Kashmir.
Mereka bukan hanya dilucuti hak-hak beragamanya, namun juga diusir dari rumahnya, bahkan nyawa mereka seperti tidak ada nilainya. (A/RE1/P1)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
Mi’raj News Agency (MINA)