PBB PERINGATKAN AKSI PEMBANTAIAN SUDAN SELATAN

New York, 3 Rajab 1435/3 Mei 2014 (MINA) – Perserikatan Bangsa Bangsa PBB menilai,  situasi  di Sudan Selatan saat ini bisa mengarah ke dalam pembantaian massal akibat berlanjutnya aksi-aksi  kekerasan etnis di salah satu negara di kawasan Afrika tersebut.

Penasihat Khusus tentang Pencegahan Genosida PBB Adama Dieng, menyampaikan pernyataan itu selama sesi pengarahan Dewan Keamanan PBB, pada Jumat (2/5).

“Jika serangan seperti itu tidak segera dihentikan, bisa menjerumuskan negara menjadi tindak kekerasan yang makin serius dan di luar kendali,” kata Adama Dieng.

“Dalam situasi saat ini, kami  melihat unsur-unsur yang kita bisa kategorikan sebagai faktor risiko genosida dan tindakan kejahatan lainnya,” kata Dieng.

Sementara Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Navi Pillay mengatakan, ia prihatin kepada para pemimpin Sudan Selatan yang “terperengkap dalam ambisi kekuasaan  pribadi, dengan sedikit atau tanpa memperhatikan penderitaan kelompok masyarakat lainnya.”

Pada 30 April, Pillay memperingatkan bahwa lebih dari 9.000 anak-anak telah direkrut menjadi anggota  angkatan bersenjata. Kedua pejabat PBB baru-baru ini mengunjungi Sudan Selatan.

Mereka telah menyaksikan kekerasan sejak Desember 2013, ketika pertempuran meletus antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan pembelot yang dipimpin oleh wakilnya dipecat, Riek Machar, sekitar kota Juba.

Konflik segera berubah menjadi perang habis-habisan antara tentara dan pembelot, dengan kekerasan mengambil dimensi etnis yang diadu presiden Dinka suku Nuer terhadap kelompok etnis Machar itu.Ribuan orang sejauh ini telah tewas dan lebih dari satu juta pengungsi dalam konflik itu.

Sudan Selatan diguncang oleh kekerasan sejak Desember lalu, ketika Presiden Salva Kiir menuduh wakil presiden yang dipecatnya, Riek Machar, mencoba menggulingkan rezimnya.

Konflik ini telah menewaskan lebih dari 10.000 jiwa dan PBB memperkirakan sekitar satu juta rakyat Sudan Selatan terlantar akibat kekerasan itu.

Setelah minggu pembicaraan damai yang dimediasi oleh Intergovernmental Authority on Development (IGAD) di Addis Ababa, Ethiopia, kedua belah pihak yang bertikai menandatangani perjanjian penghentian permusuhan pada bulan Januari, namun mereka belum mencapai kesepakatan untuk menyelesaikan konflik.

“Situasi di Sudan Selatan sekarang sangat rawan. Kami telah mendokumentasikan pembantaian di Juba,” kata Henry.

Situasi di ibukota Juba kini tampak lebih normal. Namun, puluhan ribu orang yang sebagian besar etnis Nuer berada di kamp-kamp pengungsi PBB di Juba dan di Bor (negara bagian Jonglei) dan Bentiu (negara  bagian Unity) dan di tempat lain. Meski ada kesepakatan penghentian permusuhan, pertempuran terus berkecamuk.

Perwakilan HRW menuding pihak yang bertikai negara termuda di dunia itu melakukan pelanggaran hak asasi manusia. (T/P012/EO2)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: kurnia

Editor:

Comments: 0