PEKIKAN TAKBIR, PERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA

Bung Tomo Hadis

Oleh : Nurhadis / Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

“Kemerdekaan itu bisa dipertahankan dengan pekikan takbir, Allahuakbar”. Demikian  KH. Yakhsyallah Mansur, MA, dalam Tabligh Akbar yang diadakan Aqsa Working Group (AWG) Biro Lampung bekerjasama dengan Jama’ah Muslimin (Hizbullah), di Masjid Agung Nurul Huda, Tulang Bawang Barat, Jum’at (15/8).  Tablig dihadiri Bupati Tulang Bawang Barat beserta jajaran dan ratusan jama’ah yang hadir ketika itu .

“Sejarah  mencatat hal ini, Resolusi Jihad dikeluarkan KH. Hasyim Asy’ari lalu minta sebagai Orator Perang agar meneriakkan Takbir untuk menggelorakan semangat mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” demikian KH. Yahsyallah Mansur.

Resolusi Jihad itu berisi : Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan; RI sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong; Musuh RI ialah Belanda yang kembali ke Indonesia dengan bantuan tentara Sekutu; Umat Islam harus mengangkat senjata melawan Belanda dengan NICA-nya dan tentara Sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali; dan Perang suci wajib bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer, bantuan material bagi yang berada di luar radius tersebut.

Fatwa tokoh ulama NU, KH. Hasyim Asy’ari yang ditulis 17 September 1945 di atas, sebulan sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI,  disebut “Resolusi Jihad” yang menggelorakan semangat Jihad Kaum Muslimin Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, menghadapi Belanda yang merasa tetap menguasai Indonesia, dengan mendatangkan tentara sekutu-nya, Inggris. Pecah pertempuran tak seimbang di Surabaya. Inngris dengan persenjataan canggih sedangkan pejuang Indonesia dengan senjata seadanya.

Dalam Resolusi Jihad tersebut, KH. Hasyim Asy’ari menugaskan Bung Tomo  menjadi orator pembakar semangat warga Surabaya dengan meneriakan agitasi dan propaganda dengan penggunaan -battle cry- ‘Allahu Akbar’.  Anthropolog Belanda, Martin van Bruinessen, menyatakan,  “Allahuakbar” itu berdampak besar dalam mengobarkan semangat 10 November 1945 untuk mengalahkan musuh.

Ribuan kiai dan santri dari berbagai daerah segera menuju Surabaya ketika itu. Para kiai dan pendekar tua membentuk barisan pasukan non reguler Sabilillah yang dikomandani oleh KH. Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hisbullah yang dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan Mujahidin dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah.

KH Hasyim Asy’ari dalam amanat pada pada muktamar ke-16 NU di Purwekorto, 26-29 Maret 1946, menegaskan, “Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan“. Atau dalam bahasa lain, syariat Islam tidak akan bisa dilaksanakan di negeri yang terjajah. Maka salah satu isi Resolusi Jihad tersebut adalah, umat Islam wajib mengangkat senjata (Jihad-red) melawan tentara Inggris dan Belanda dengan NICA-nya.

Dan yang terjadi adalah Pertempuran Surabaya 10 November 1945 merupakan momen kekalahan yang tidak pernah diduga sebelumnya oleh pasukan Sekutu. Bahkan dalam buku The British Occupation of Indonesia: 1945-1946 dan juga Surat kabar New York Times (edisi 15 November 1945), menyebut The Battle of Surabaya sebagai inferno atau neraka di timur Jawa.

Inggris kehilangan dua Jenderal, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby dan Brigjen Robert Loder Symonds. Panglima AFNEI Letjen Philip Sir Christison di Jakarta bahkan menambah kekuatan dengan mengirim pasukan divisi ke-5 di bawah Komando Mayor Jenderal E.C Mansergh, veteran pertempuran El-Alamien saat Perang Dunia II di Afrika Utara melawan Jenderal Rommel yang legendaris, untuk menggantikan Mallaby.

Mansergh membawa 15 ribu tentara, dibantu enam ribu personel brigade 45 The Fighting Cock dengan persenjataan lengkap, termasuk menggunakan tank Sherman, 25 ponders, 37 howitzer, Destroyer HMS Sussex dibantu empat kapal perang destroyer, dan 12 pesawat tempur jenis Mosquito.

Mengutip keterangan penulis Anthony James Brett,  sejak mendarat di Surabaya, Inggris telah kehilangan sekitar 1.500 prajuritnya.

Pertempuran Surabaya dengan battle cry “Allahuakbar” itu dimenangkan Indonesia dan kelak tanggal 10 Nopember 1945 dijadikan sebagai “Hari Pahlawan”.  Revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan terus berlanjut sampai akhirnya Belanda terpaksa hengkang dari Indonesia pada akhir 1949.

(T/B01/IR)

 

Wartawan: hadist

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0