Khartoum, MINA – Komite Dewan Menteri Sudan telah membentuk sebuah komite untuk mempelajari opsi kemungkinan secara bertahap akan menghapus subsidi bahan bakar dengan cara menaikan gaji.
Opsi tersebut disampaikan pada rapat dengan seluruh kementerian dalam pembahasan RAPBN untuk tahun 2020, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok.
Melalui Jurubicara Kementrian Informasi Dr. Faisal Mohamad Saleh mengatakan dalam sebuah pernyataan pers di Istana Presiden pada Ahad (22/12), kabinet “telah membentuk sebuah komite kecil untuk membahas opsi-opsi kemungkinan menghapus subsisi BBM.”
Sementara itu, dalam RAPBN 2020, telah diusulkan kemungkinan secara bertahap menghapus subsidi BBM dengan cara menaikan gaji UMR nasional. Dengan catatan, memberikan bantuan socsial secara tunai di sektor miskin, serta meningkatkan anggaran untuk bidang pendidikan dan kesehatan dengan memberikan pelayanan secara gratis baik di sekolah, rumah sakit yang dimiliki pemerintah maupun swasta.
Baca Juga: Erdogan Umumkan ‘Rekonsiliasi Bersejarah’ antara Somalia dan Ethiopia
Saleh mengatakan, pembentukan komite kecil untuk membahas opsi-opsi kemungkinan menghapus subsisi BBM akan berlangsung selama dua hari ke depan, untuk mencari titik temu permasalahan subsidi dan kenaikan gaji.
Saat ini harga BBM di Sudan, merupakan yang termurah kedua di dunia setelah Arab Saudi. Harga satu galon bensin di berbagai pom bensin di Sudan secara nasional dijual dengan 26 Pound Sudan dari harga aslinya satu galon 106 Pound Sudan (dengan kurs dolar resmi). Sementara harga literan 6.17 Pound Sudan atau Rp1.000 jik disamakan dengan uang rupiah Indonesia.
Koresponden MINA di Khartoum mengungkapkan, harga air minum kemasan di Sudan lebih mahal dibandingkan dengan harga BBM. (L/K02/RI-1)
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Mi’raj News Agency (MINA)