Sakit Gigi yang Tiba-tiba Hilang di Tengah Gempa

Oleh Widi Kusnadi, jurnalis Mi’raj News Agency (MINA)

Jika almarhum Meggy Z dalam lagu dangdutnya berprinsip “lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati”, sepertinya hal itu tidak berlaku bagiku.

Betapa tidak, setiap gigi ini kambuh sakitnya, semua orang di sekeliling rasanya seperti mengejek tak terkira. Tidak jarang aku sampai melampiaskan emosi kepada orang-orang di sekelilingku, padahal mereka tiada dosa kepadaku.

Namun, di saat sakit gigi ini terasa begitu hebatnya, ada sesuatu yang tiba-tiba membuat aku merenung, hingga tak terasa air mata ini mengalir membasahi pipi.

Di saat sakit gigi yang kurasakan sejak sepekan lalu semakin menjadi, di hadapanku justru hadir ratusan orang yang juga turut merintih. Mereka merintih bukan lantaran melakukan aksi solidaritas atas derita alat konsumsiku ini, tetapi mereka merintih karena menahan sakit dari luka dan cedera yang mereka dapat dari gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Baca Juga:  Ini 7 Alasan Israel Ingin Serang dan Kuasai Rafah

Melihat mereka, jelas kondisinya jauh lebih sakit dan menderita daripada apa yang aku rasakan saat ini. Di antara mereka ada yang kaki dan tangannya patah tertimpa reruntuhan akibat gempa dahsyat yang melanda Ahad lalu, 5 Agustus 2018. Bahkan di tengah penderitaan yang di rasakan, mereka juga harus merelakan ayah ibu dan saudaranya yang menjadi korban meninggal tertimpa reruntuhan bangunan.

Tiba-tiba hati ini malu rasanya, jika hanya gigi yang sakit harus mengeluh. Bukankah sakit yang aku rasakan tidak seberapa dibanding mereka para korban gempa? Bukankah ini hanya sebagian kecil saja anggota tubuh yang tidak normal, itupun karena kesalahan yang saya perbuat sendiri sebagai hasil dari ketidaktertiban dalam membersihkan diri.

Baca Juga:  Inilah 13 Keutamaan Ibadah Qurban  

Aku pun merasa seperti tertohok oleh sikapku yang salah selama ini, mengeluhkan rasa sakit yang tak seberapa dibanding nikmat Allah yang aku terima.

Di tengah penderitaan para korban gempa, aku harus bersyukur kepada-Nya, karena keluargaku sampai saat ini baik-baik saja. Anak istriku sehat sentausa, ibu bapakku juga tak kurang sesuatu. Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Dan saat ini, aku rasakan sakit gigi ini pun hilang di tengah goncangan gempa.

Terima Kasih kepada Dr Arief Rahman yang telah “meledek”ku dengan ucapan ringan namun menusuk tajam. “Kalau cuma sakit gigi saja enggak usah diobati apalagi dioperasi. Rasa sakit itu akan hilang sendiri di tengah diskusi dan amal saleh yang tak kenal henti.”

Baca Juga:  Ibadah Haji dan Kesatuan Umat Islam

Sakit gigi ini semakin tak terasa setelah menyaksikan ada seorang wanita yang tertawa bahagia setelah membaca tulisan saya.  Dialah Mbak Kipa, relawan MER-C asal Sumatera, walaupun sebenarnya masih terlihat raut wajahnya yang bulat, khas menunjukkan bahwa ia masih keturunan Jawa. (A/P2/RI-1/RS1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: illa