Turki Serukan Pertemuan OKI Bahas tentang Islamofobia setelah Serangan NZ

Istanbul, MINA – telah menyerukan pertemuan darurat Organisasi Kerjasama Islam () untuk membahas serangan masjid Selandia Baru dan meningkatnya kekerasan berdasarkan Islamofobia.

Kementerian luar negeri Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan hari Kamis, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu akan memimpin pertemuan yang diadakan di Istanbul pada Jumat (22/3), seperti dikutip MINA dari Aljazeera.

“Turki, sebagai Ketua KTT OKI, telah menyerukan diadakannya pertemuan darurat untuk membahas meningkatnya kekerasan berdasarkan Islamophobia, rasisme dan xenophobia, khususnya serangan teroris yang menargetkan dua masjid di Selandia Baru pada 15 Maret 2019,” isi pernyataan itu.

Dikatakan juga, selain anggota OKI, perwakilan PBB, Uni Eropa dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) agar diundang ke pertemuan tersebut.

Hari Rabu, Partai Buruh di Inggris secara resmi menyebut definisi Islamophobia, dengan mengatakan penting untuk “membangun pemahaman bersama tentang penyebab dan konsekuensinya, serta mengekspresikan solidaritas dengan komunitas Muslim”.

Definisi tersebut menyatakan: “Islamofobia berakar pada rasisme dan merupakan jenis rasisme yang menargetkan ekspresi Muslim atau Muslim yang dipersepsikan.”

Komentar Erdogan

Pengumuman Turki datang sepekan setelah Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan Rabu lalu, menteri luar negerinya akan pergi ke Turki untuk menanggapi komentar yang dibuat oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan tentang penembakan di masjid Christchurch yang menewaskan 50 orang.

Erdogan, saat berkampanye untuk pemilihan lokal 31 Maret mendatang, mengatakan hari Selasa lalu, Turki akan membuat tersangka penyerang membayar jika Selandia Baru tidak mengatasinya.

Dia menyatakan serangan itu sebagai bagian dari serangan terhadap Turki dan Islam serta memperingatkan warga Australia yang anti-Muslim akan “dikirim kembali ke peti mati” seperti kakek mereka di Gallipoli – pertempuran Perang Dunia I yang bermandikan darah.

Kala itu, lebih dari 8.000 warga Australia tewas dalam pertempuran pasukan Turki di Gallipoli, yang memiliki tempat penting dalam ingatan masyarakat Australia.

Komentar Erdogan termasuk rekaman video dari penembakan, yang disiarkan pria bersenjata itu di Facebook.

Pria bersenjata Australia, seorang supremasi kulit putih yang diakui sendiri dari Australia, menyiarkan langsung banyak serangan dan menyebarkan di media sosial dan mengklaim itu adalah serangan terhadap “penjajah” Muslim.

Manifes itu merujuk pada Turki dan menara-menara terkenal di Istanbul, Hagia Sophia, yang sekarang menjadi museum, dimana dulunya adalah sebuah gereja sebelum menjadi masjid selama Kekaisaran Ottoman.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison hari Rabu lalu memanggil duta besar Turki atas pidato Erdogan tetapi menolak “alasan” yang ditawarkan.

“Pernyataan yang dibuat oleh Presiden Turki Erdogan saya anggap sangat menyinggung warga Australia dan sangat ceroboh dalam lingkungan yang sangat sensitif ini,” kata Morrison.

Dalam sambutannya yang berapi-api, Morrison menuduh Erdogan mengkhianati janji Mustafa Kemal Ataturk – bapak negara Turki modern dan tokoh yang dihormati di negara itu – untuk menempa perdamaian antara kedua negara.

Tiga warga Turki terluka dalam serangan yang menewaskan 50 jemaah di dua masjid di kota Selandia Baru selatan pada hari Jumat pekan lalu. (T/RS3/RS1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: illa

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.