Krisis kemanusiaan di Arakan State yang telah menelan ratusan ribu korban jiwa etnis Muslim Rohingya menarik simpati masyarakat dunia, hampir di setiap negara dlgelar aksi solidaritas mendukung rakyat yang stateless itu.
Di Indonesia, hampir seluruh daerah melakukan aksi solidaritas, ribuan penduduk turun ke pusat kota sebagai wujud ukhuwah Islamiyah sesama umat Islam pasca terjadinya kembali konflik yang akhir Agustus lalu menewaskan lebih dari 400 orang dan mengakibatkan ratusan ribu orang mengungsi ke perbatasan Bangladesh.
Aceh, merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menampung pengungsi Rohingya sejak 2012. Protection Associate UNHCR, Hendrik Therik mencatat, jumlah etnis Rohingya yang berada di Aceh dan Medan 996 orang.
Baru-baru ini, Mi’raj News Agency (MINA) mendapatkan informasi, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Provinsi Aceh berinisiatif menggulirkan program bantuan untuk para pengungsi Rohingya.
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Koresponden MINA di Aceh, Nurhabibi berhasil mewawancara Ketua MPU Provinsi Aceh, Tengku Faisal Ali di Aceh, Sabtu (9/9). Berikut petikan wawancaranya :
MINA : Berbicara ttg Rohingya apa sebenarnya yg terjadi di sana?
Tengku Faisal : Rohingya merupakan etnis asli Myanmar yang beragama Islam dan sudah menetap serta tinggal selama beratus tahun. Menjelang junta militer berkuasa mulailah terjadi berbagai peristiwa pembantaian dan boleh dikatakan sebagai upaya pembersihan etnis Rohingya yang beragama Islam ini.
Sudah ratusan ribu korban jiwa melayang selama junta militer ini berkuasa. Tragedi kemanusiaan ini tdk boleh kita biarkan, umat Islam Indonesia wajib bersatu untuk membantu mereka dengan berbagai cara, termasuk kami komponen Ulama Aceh sudah berkomitmen guna membantu warga Rohingya.
Baca Juga: Kedutaan Besar Sudan Sediakan Pengajar Bahasa Arab untuk Pondok Pesantren
MINA : Kami dengar Ulama Aceh dan sejumlah LSM pada 8 September 2017 kemarin mengadakan konsolidasi untuk merealisasikan upaya memberikan bantuan kepada Muslim Rohingya, apa sebenarnya isi pertemuan ulama, tokoh masyarakat dan sejumlah LSM Aceh tersebut?
Tengku Faisal : Yang pertama dilakukan ulama Aceh adalah membuat rapat konsolidasi dg melibatkan semua ormas, LSM, elemen masyarakat Aceh yang peduli terhadap kasus ini dan menghasilkan beberapa poin antara lain qunut nazilah yang akan disebar kepada seluruh masyarakat Aceh untuk dibaca.
Kedua, aksi penggalangan dana sampai ke desa-desa bukan hanya dengan sistem di jalan, bantuan bisa dalam bentuk beras seperti saat membangun pesantren atau masjid ada istilah beras segupai/satu kaleng susu kecil akan dihidupkan kembali.
Jadi dengan melibatkan unsur-unsur kepemudaan di kampung-kampung, di desa-desa. Pengumpulan bantuan ini kita targetkan sampai satu tahun., karena diprediksi kasus Rohingya ini tidak akan selesai dalam satu dua tahun.
Baca Juga: Konferensi Internasional Muslimah Angkat Peran Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
MINA : Selain itu katanya di dalam pernyataan ulama Aceh mau menyediakan pulau untuk pengungsi Rohingya?
Tengku Faisal : Tentang penyediaan pulau ini kita mulai dengan mengadakan konferensi internasional tahun 2018 di Aceh untuk membahas Rohingya dan diharapkan menghasilkan rekomendasi itu. Soal penyerahan pulau bagi masyarakat Aceh tidak ada probem. Tapi masalah ini kan masalah negara, apakah dibenarkan atau tidak.
Makanya jika tidak digelar semacam konferensi dengan melibatkan beberapa tokoh ASEAN kita akan sangat sulit mewujudkan hal itu. Alhamdulillah jika konferensi terwujud, bisa menghasilkan rekomendasi bantuan-bantuan dan tempat tinggal yang layak bagi mereka.
MINA : menurut tengku upaya yang dilakukan pemerintah RI selama ini seperti apa?
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Al-Aqsa, AWG Gelar Sosialisasi di PPTQ Khadijah Pesawaran Lampung
Tengku Faisal : Kita melihat pemerintah sudah beraksi tapi belum maksimal. Kenapa? Karena Indonesia ini negara besar mayoritas penduduknya muslim shg punya kekuatan, punya energi, tapi belum sepenuhnya digunakan untuk membantu menyelesaikan kasus di Rohingya.
Kita berharap pemerintah bisa melakukan upaya maksimal guna menekan pemerintah Myanmar untuk tidak lagi main-main dengan masalah kemanusiaan yang ada di sana.
MINA : Bagaimana Aung San Suu Kyi peraih nobel perdamaian yang nampak diam?
Tengku Faisal : Ini juga sangat disesalkan, pemberian Nobel itu dilakukan tidak fair, karena ada penerima Nobel perdamaian tetapi tidak memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Makanya kita mendesak Panitia Nobel di Oslo agar mencabut penghargaan yg diberikan kepada Aung San Suu Kyi itu.
Baca Juga: Banjir Rob Genangi Sejumlah Wilayah di Jakarta Utara
MINA : Bagaimana dengan organisasi Islam yang menyatakan diri akan berangkat ke sana?
Tengku Faisal : Kita tidak anti terhadap jihad, tapi kalau persiapannya tidak matang, artinya kita tidak tahu situasi dan kondisi di sana, alih-alih menyelesaikan masalah malahan akan menambahkan problem yang ada di sana. Jika kita merencanakan jihad maka pemerintah militer Myanmar bisa sangat agresif dan akan melakukan apapun untuk membantai warga sipil Myanmar.
Bila jihad dikumandangkan, ada unsur agama yang akan muncul, sehingga penguasa militer Myanmar dan para biksu akan melakukan hal-hal yang berbahaya. Menurut info, para personil Tim Pemeriksa PBB saja belum bisa masuk ke Myanmar. Mereka terus diawasi dan ditolak.
Jadi yang sekarang bisa dilakukan adalah membantu rakyat Rohingya yang mengungsi dari wilayahnya. Bukan kita tidak mau jihad, tapi jangan sampai isu yang kita kembangkan itu malah akan membahayakan umat Islam yang ada di sana. Ini yang tidak kita inginkan. (E/hbb/ism/B01/RS1).
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
Mi’raj News Agency (MINA).