Menjadi Pribadi yang Bersyukur

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Dalam kehidupan yang serba singkat ini, sebagai seorang muslim, akan lebih baik jika kita selalu berusaha orang yang banyak bersyukur. Bersyukur atas apa? Bersyukur atas limpahan nikmat dari Allah Ta’ala yang tak terkira jumlahnya. Bersyukur dalam bahasa sederhana artinya berterima kasih. Terima kasih kepada Tuhan yang sudah menjadikan kehidupan bagi kita sebagai hamba-Nya.

Secara harfiah, syukur berasal dari kata syakara yang artinya membuka. Ini artinya orang yang bersyukur adalah menampakkan nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepadanya (bukan untuk riya), baik dalam ucapan lisan maupun prilaku sehari-hari. Allah Ta’ala berfirman,

وَاَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu hendaklah engkau nyatakan (dengan bersyukur).” (Qs. adh-Dhuhaa: 11).

Ini alasan mengapa kita harus bersyukur

Ada banyak alasan mengapa seorang muslim harus selalu memperbanyak rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala. Inilah di antara beberapa alasan yang mendorong seorang muslim untuk banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala.

Pertama, diberi-Nya kehidupan dan kematian. Manusia awalnya tidak ada, lalu Allah Ta’ala menjadikannya ada. Lalu dengan izin Allah pula dia menjalani kehidupan di dunia ini dengan segala suka dukanya sebagai ujian. Dalam menjalani kehidupan ini, manusia selalu mendapatkan banyak limpahan nikmat dari Allah. Lalu, sampai batas waktu yang ditentukan, Allah menjemputnya untuk kembali ke alam akhirat.

Melalu kematianlah manusia akan masuk ke alam akhirat. Di akhirat itulah setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala kenikmatan yang dulu dia terima dan nikmati selama hidup di dunia. Kematian adalah sebuah kepastian.

Karena itu, sejatinya bukan hanya kehidupan yang patut disyukuri oleh setiap muslim, tapi juga kematian. Sebab dengan adanya kematian itu, jika dia orang shaleh yang banyak amalnya maka surga akan menjadi tempat tinggalnya yang abadi. Bukankah bertempat tinggal di surga merupakan sebuah kenikmatan yang tak terkira?

ثُمَّ بَعَثْنٰكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kamu mati, agar kamu bersyukur.” (Qs. al Baqarah: 56).

Kedua, diberinya akal dan panca indra. Bagaimana mungkin kita tak mau bersyukur kepada Allah, sementara Dia sudah melengkapi kehidupan kita dengan akal sehat dan panca indra. Dengan akalnya manusia bisa membedakan mana yang buruk dan yang baik. Dengan kesempurnaan akalnya, manusia menjadi sangat berbeda dengan hewan. Bahkan dengan akalnya itu dia bisa menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Ta’ala. Itulah mengapa manusia harus selalu banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (Qs. An Nahl: 78).

Ketiga, mendapatkan fasilitas hidup. Manusia begitu leluasa dalam kehidupan dunia ini. Semua yang ada mulai dari gunung, tumbuh-tumbuhan, hewan, sawah ladang, lautan, semuanya adalah bagian dari pelengkap kehidupan manusia. Allah Ta’ala telah menjadikan semua itu sebagai fasilitas hidup manusia. Bukan hanya itu, sarana transportasi sebagai kendaraan untuk bepergian, saran informasi seperti hand phone, dan lainnya, semua adalah nikmat dari Allah Ta’ala yang patut dan seharusnya disyukuri oleh manusia. Allah benar-benar sudah memanjakan manusia sejak ia pertama kali dilahirkan ibunya hingga dia sudah menjelang senja.

Tentang semua fasilitas hidup ini, Allah Ta’ala sudah menyatakan dalam firman-Nya,

وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” (Qs. An Nahl: 14).

Keempat, bertempat tinggal dan diberi rezeki. Mempunyai tempat tinggal tempat istirahat adalah sebuah kenikmatan. Bayangkan bila kita tidur di kolong-kolong jembatan, atau di gubuk reot? Artinya, memiliki tempat tinggal dan diberi kecukupan rezeki seharusnya membuat manusia berlomba-lomba untuk menjadi -pribadi yang bersyukur bukan malah sebaliknya.

Mempunyai tempat tinggal yang baik, dan diberikan rezeki yang mencukupi lagi diberkahi adalah kenikmatan yang tak terkira besarnya. Karena itulah manusia harus selalu mempertebal rasa syukurnya kepada Allah Ta’ala, seperti disebut dalam firman-Nya,

وَاذْكُرُوْٓا اِذْ اَنْتُمْ قَلِيْلٌ مُّسْتَضْعَفُوْنَ فِى الْاَرْضِ تَخَافُوْنَ اَنْ يَّتَخَطَّفَكُمُ النَّاسُ فَاٰوٰىكُمْ وَاَيَّدَكُمْ بِنَصْرِهٖ وَرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Dan ingatlah ketika kamu (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi tertindas di bumi (Mekah), dan kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Dia memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik agar kamu bersyukur.” (Qs. al Anfal: 26).

Kelima, mendapatkan pertolongan Allah. Inilah alasan selanjutnya mengapa seorang muslim wajib bersyukur kepada Allah Ta’ala. Sebab dalam setiap kesulitan, di situ Allah sudah menyiapkan dua kemudahan sebagai jalan keluarnya. Lihat bagaimana Allah telah menyatakan dalam firman-Nya,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”  (QS. Alam Nasyroh: 5).

Ayat ini pun diulang setelah itu,

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”  (QS. Alam Nasyroh: 6).

Mengenai ayat di atas, ada beberapa faedah yang bisa dipetik, sebagai berikut.

Pertama: Di balik satu kesulitan, ada dua kemudahan. Kata “al ‘usr (kesulitan)” yang diulang dalam surat Alam Nasyroh hanyalah satu. Al ‘usr dalam ayat pertama sebenarnya sama dengan al ‘usr dalam ayat berikutnya karena keduanya menggunakan isim ma’rifah (seperti kata yang diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Jika isim ma’rifah  diulang, maka kata yang kedua sama dengan kata yang pertama, terserah apakah isim ma’rifah tersebut menggunakan alif lam jinsi ataukah alif lam ‘ahdiyah.” Intinya, al ‘usr (kesulitan) pada ayat pertama sama dengan al ‘usr (kesulitan) pada ayat kedua.

Sedangkan kata “yusro (kemudahan)” dalam surat Alam Nasyroh itu ada dua. Yusro (kemudahan) pertama berbeda dengan yusro (kemudahan) kedua karena keduanya menggunakan isim nakiroh (seperti kata yang tidak diawali alif lam). Sebagaimana kaedah dalam bahasa Arab, “Secara umum, jika isim nakiroh itu diulang, maka kata yang kedua berbeda dengan kata yang pertama.” Dengan demikian, kemudahan itu ada dua karena berulang.[Dua kaedah bahasa Arab ini disebutkan oleh Asy Syaukani dalam kitab tafsirnya Fathul Qodir, 8/22, Mawqi’ At Tafasir.] Ini berarti ada satu kesulitan dan ada dua kemudahan.

Dari sini, para ulama pun seringkali mengatakan, “Satu kesulitan tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan.” Asal perkataan ini dari hadits yang lemah, namun maknanya benar. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut adalah dho’if (lemah). Hadits tersebut termasuk hadits mursal dan mursal termasuk hadits dho’if (lemah). Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 4342x]. Jadi, di balik satu kesulitan ada dua kemudahan.

Di bulan suci Ramadhan ini, mari kita memperbanyak doa sebagaimana doa yang masyhur di kalangan salafus shalih yang selalu diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Berikut inilah doanya,

وَعَنْ مُعَاذٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، أَخَذَ بِيَدِهِ ، وَقَالَ :(( يَا مُعَاذُ ، وَاللهِ إنِّي لَأُحِبُّكَ )) فَقَالَ : (( أُوصِيْكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ في دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُوْلُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ )) . رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ .

Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tangannya dan beliau berkata, “Wahai Mu’adz, demi Allah, aku mencintaimu.” Lalu beliau berkata, “Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu’adz, janganlah engkau sekali-kali meninggalkan doa ini di akhir setiap shalat, ‘Alloohumma A’innii ‘Alaa Dzikrika Wa Syukrika Wa Husni ‘Ibaadatik (Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu).’” (HR. Abu Daud dengan sanad shahih) [HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.]

Mudah-mudahan dengan mendawamkan doa di atas, kita bisa dijadikan Allah Ta’ala sebagai pribadi yang banyak bersyukur atas setiap nikmat yang dilimpahkan-Nya, aamiin.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

 

 

 

 

 

 

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.