Pesan Isra Mi’raj, KH Cholil Navis: Pilih Pemimpin Berdasarkan Pantauan Keagamaan dan Nurani

Jakarta, MINA — Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH M. Cholil Nafis, menegaskan peristiwa Isra Miraj bukan hanya bersejarah melainkan juga menyiratkan segudang pesan moral.

“Perjalanan spiritual Nabi Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa mengandung pesan moral yang mengingatkan akan pentingnya membangun peradaban berakar pada nilai-nilai spiritual dan keagamaan,” kata Kiai Cholil, dikutip dari wawancara televisi nasional, Jumat (9/2/2024).

Peristiwa Isra Miraj yang sangat fenomenal dalam sejarah Islam, menjadi titik penting dalam pemahaman dan pengamalan keagamaan umat Muslim global, termasuk di Indonesia.

Dia menjelaskan, salah satu hikmah dan pesan moral yang dapat diambil dalam konteks keindonesiaan saat ini, adalah tentang amanah dan tanggungjawab.

Baca Juga:  Netanyahu Akan Terus Serang Gaza Meski ICC Terbitkan Surat Perintah Penangkapan

Dalam konteks kepemimpinan nasional, Kiai Cholil menekankan pentingnya mengambil teladan dari pemimpin terdahulu, termasuk Nabi Muhammad SAW.

Dia pun, mengingatkan landasan seharusnya memilih calon pemimpin. Sebab, bagaimanapun Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas Muslim.

“Jangan sampai memilih lepas dari pantauan keagamaan baik memilih presiden, calon legislatif, maupun pemimpin daerah,” kata Kiai Cholil menambahkan.

Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini menegaskan Pemilihan pemimpin haruslah berdasarkan keputusan hati nurani, bukan dipengaruhi money politic atau faktor primordial.

“Money politic dalam ijtihad ulama Indonesia adalah haram,” ujar penyabet gelar PhD dari Universitas of Malaya, Malaysia ini.

Menurutnya, dalam hadits, memilih pemimpin harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kesadaran, bukan sekadar ikut-ikutan atau tergiur iming-iming materi.

Baca Juga:  Lebih dari 800 Ribu Warga Rafah Mengungsi dalam Kondisi Sulit

Dia menjelaskan, memilih orang yang tidak layak padahal ada orang yang lebih layak, lebih tahu tentang kitab Allah SWT dan sunnah Rasul-Nya, lebih memungkinkan untuk adil, tetapi memilih orang yang menurut pandangan kita sebetulnya tidak lebih tepat tapi karena primordial atau sebab dibayar, Maka dia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada orang-orang Muslim.

“Dalam pandangan agama, memilih orang yang tidak layak dan meninggalkan orang yang lebih layak untuk dipilih adalah bentuk pengkhianatan,” kata dia menegaskan makna hadits itu.

Kiai Cholil juga mengingatkan dalam konteks pemilihan pemimpin, keputusan kita tidak hanya memengaruhi nasib bangsa dan negara.

“Hidup tanpa pemimpin itu akan lebih sulit dan bahaya dari pada pemimpin yang zalim,” kata Kiai Cholil.

Baca Juga:  ICC Siapkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant

Sementara itu, Kiai Cholil menyoroti pula sikap golongan putih (golput) yang memutuskan tidak memilih siapa pun dalam Pemilu, sebab Golput juga akan diminta pertanggungjawaban.

“Memutuskan tidak memilih akan tetap diminta pertanggungjawaban, kita lari dari kenyataan tanpa ikut menyelesaikan persoalan,” ujar Kiai Cholil.

Yang seharusnya dilakukan, ujar Kiai Cholil, adalah mencegah jangan sampai ada kecurangan, diintimidasi, dan terus suarakan secara dalil argumentasi keagamaan.

“Kita suarakan secara keagamaan pastikan yang dipilih berdasarkan getaran hati,” kata dia. (R/R5/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Hasanatun Aliyah

Editor: Ismet Rauf