Hutang Tidak Lunas Hanya Dengan Istighfar

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Urusan hutang piutang – betapapun sedikitnya – bisa saja berujung maut jika pihak-pihak yang terlibat di dalamnya menghindar/kabur, mengingkari kesepakatan atau bahkan ngemplang (tidak mau membayar saat ditagih).

Himpitan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari misalnya, menjadi masalah bagi Nesih Fufilawati (38 tahun) warga Kampung Kebantenan, Kelurahan Jatiasih, Kota Bekasi,  hingga akhirnya terjebak utang sebesar Rp300 ribu. Lantaran menunggak, ibu rumah tangga tersebut dianiaya oleh rentenir beberapa waktu silam dan akhirnya tewas.

Nesih berutang hampir dua minggu, namun lantaran belum punya uang, dia menunggak cicilan kepada rentenir itu. Karena ketidaksabaran si penagih, maka terjadilah peristiwa nahas itu. Setelah cekcok mulut, Nesih dicekik dan dibanting. Korban tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit, namun kemudian nyawanya  tak tertolong.

Budi Hartono Tama Jaja (45), pengusaha asal Galaxi Bumi Permai Surabaya, tewas dibunuh oleh mantan karyawan dan rekan bisnisnya antara lain karena masalah hutang Rp48 juta. Perilaku Budi terkenal kasar, termasuk setiap kali menagih hutang kepada rekan bisnisnya.

Pelaku utama pembunuhan nekat menghabisi korban dan mengajak rekan-rekannya termasuk seorang oknum anggota ABRI, karena sakit hati atas cara korban menagih hutang – termasuk menagih di depan umum – dan kata-katanya yang dirasa tidak enak didengar.

Enam Adab Urusan Hutang-Piutang

Utang piutang merupakan aktifitas yang tidak mungkin dihindari dalam kehidupan banyak orang. Islam membolehkan utang-piutang tapi dengan beberapa ketentuan.

Pertama, orang yang ingin berutang hendaklah benar-benar karena terpaksa. Sebab menurut Rasulullah, utang merupakan penyebab kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari. Bahkan beliau pernah menolak menshalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih berutang  dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Rasulullah bersabda, “Akan diampuni orang yang mati syahid semua dosanya, kecuali utangnya.” (Riwayat Muslim).

Kedua, orang yang berutang hendaknya ada niat yang kuat untuk mengembalikan. Orang seperti ini akan ditolong oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Subhanahu Wata’ala bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah subhanahuwata’aala akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya.” (Riwayat Bukhari)

Baca Juga:  Menggugat Menteri Zionis Soal Kepemilikan Al-Aqsa

Ketiga, harus ditulis dan dipersaksikan. Dua pihak yang melakukan transaksi utang piutang hendaknya menulis dan dipersaksikan oleh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah Surat al-Baqarah [2] ayat 282.

Keempat, pemberi utang tidak boleh mengambil keuntungan dari orang yang berutang. Hal ini karena tujuan dari pemberi pinjaman adalah mengasihi si peminjam dan menolongnya, bukan mencari kompensasi atau keuntungan. Bahkan dianjurkan memberi penangguhan waktu kepada orang yang sedang kesulitan dalam melunasi utangnya setelah jatuh tempo.

Hal ini berdasar firman Allah dalam Al-Baqarah ayat 280 serta sabda Rasulullah yang berbunyi, ”Barangsiapa ingin dinaungi Allah dengan naungan-Nya (pada hari kiamat), maka hendaklah ia menangguhkan waktu pelunasan utang bagi orang yang sedang kesulitan, atau hendaklah ia menggugurkan utangnya.” (Riwayat Ibnu Majah)

Kelima, orang yang berutang hendaknya segera melunasi utangnya jika sudah mempunyai uang dan memberikan hadiah kepada yang memberi pinjaman. Rasulullah bersabda, “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (Riwayat Bukhari).

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah disebutkan, Rasulullah mempunyai utang kepada seseorang berupa seekor unta dengan usia tertentu. Orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya.

Nabi (pun) berkata, “Berikan kepadanya.” Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah membalas dengan setimpal”. Maka Nabi bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian (hutang).” (Riwayat Bukhari)

Keenam, jika orang yang berutang tidak mampu mengembalikan, boleh mengajukan pemutihan dan juga mencari perantara untuk memohonnya. Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “(Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan utang. Maka aku memohon kepada pemilik utang agar mereka mau mengurangi jumlah utangnya, akan tetapi mereka enggan”

“Akupun mendatangi Rasulullah meminta syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau berkata, “Pisahkan kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku.” (Maka) akupun melakukannya. Beliau pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh.” (Riwayat Bukhari).*

Baca Juga:  Amalan Mulia di Bulan Dzulhijjah

Bahaya Orang yang ngemplang

Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414).

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  “Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078).

Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih).

Baca Juga:  Cara Mengkalibrasi Arah Kiblat pada Rashdul Qiblah

Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)

Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”

Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411).

Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.

Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)

Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no. 1886). Oleh karena itu, seseorang hendaknya berpikir: “Mampukah saya melunasi hutang tersebut dan mendesakkah saya berhutang?” Karena ingatlah hutang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya dengan istighfar. (R01/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: illa

Editor: Widi Kusnadi