Khutbah Jumat : Mensyukuri Kemerdekaan dengan Menjaga Persatuan Umat dan Bangsa

Oleh : , Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ. فقال تعالى : يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Sidang Jumat yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, selalu kita bersyukur kepada Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Selanjutnya, khatib mewasiatkan kepada dirinya sendiri dan hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada-Nya agar kita hidup bahagia, selamat dan sejahtera, di dunia hingga di akhirat kelak.

Allah memerintahkan kita di dalam firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran [3]: 102).

Sidang Jumat yang berbahagia

Tanggal 17 Agustus 2023, kita mensyukuri hari kemerdekaan Indonesia yang ke-78. Kemerdekaan ini merupakan rahmat, karunia dan anugerah dari Allah yang wajib kita syukuri bersama dengan cara mempertahankan dan mengisinya dengan amal shalih.

Pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 ditegaskan, bahwa “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Oleh sebab itu, kita semua wajib mensyukuri berkah dan rahmat Allah ini dengan sebaik-baiknya, yakni dengan cara mengisinya dengan pembangunan dalam bingkai ridha Allah, dengan nilai-nilai takwa kepada-Nya.

Dengan nilai takwa inilah, suatu negeri akan mendapat barokah dari Allah Ta’ala.

Sebagaimana firman-Nya:

وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡہِم بَرَكَـٰتٍ۬ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذۡنَـٰهُم بِمَا ڪَانُواْ يَكۡسِبُونَ

Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan [ayat-ayat Kami] itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS Al-A’raf [7]: 96).

Di dalam Tafsir Al-Quran Kementerian Agama RI dijelaskan, kandungan ayat ini menerangkan bahwa seandainya penduduk kota Mekah dan negeri-negeri yang berada di sekitarnya serta umat manusia seluruhnya, beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi dan Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan seandainya mereka bertakwa kepada Allah sehingga mereka menjauhkan diri dari segala yang dilarangnya, seperti kemusyrikan dan berbuat kerusakan di bumi, niscaya Allah akan melimpahkan kepada mereka kebaikan yang banyak, baik dari langit maupun dari bumi.

Nikmat yang datang dari langit, misalnya hujan yang menyirami dan menyuburkan bumi, sehingga tumbuhlah tanam-tanaman dan berkembang-biaklah hewan ternak yang kesemuanya sangat diperlukan oleh manusia.

Di samping itu, mereka akan memperoleh ilmu pengetahuan yang banyak, serta kemampuan untuk memahami Sunnatullah yang berlaku di alam ini, sehingga mereka mampu menghubungkan antara sebab dan akibat.

Dengan demikian mereka akan dapat membina kehidupan yang baik, serta menghindarkan malapetaka yang biasa menimpa umat yang ingkar kepada Alllah dan tidak mensyukuri nikmat dan karunia-Nya.

Namun sebaliknya, apabila penduduk Mekah dan sekitarnya tidak beriman, malah mendustakan Rasul dan menolak agama yang dibawanya, berbuat kemusyrikan dan kemaksiatan, maka Allah menimpakan siksa kepada mereka. Walaupun siksa itu tidak sama dengan siksa yang telah ditimpakan kepada umat yang dahulu yang bersifat memusnahkan. Kepastian azab tersebut adalah sesuai dengan Sunnatullah yang telah ditetapkannya dan tak dapat diubah oleh siapa pun juga, selain Allah.

Dengan kesyukuran dan ketakwaan itulah, akan mengantarkan negeri kita menjadi negeri yang baik dalam ampunan Allah. Seperti firman-Nya:

 بَلۡدَةٌ۬ طَيِّبَةٌ۬ وَرَبٌّ غَفُورٌ۬

Artinya: “Negeri yang baik dan [Tuhanmu] adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. (QS Saba [34]: 15).

Ayat ini berkaitan dengan Negeri Saba’ yang alamnya baik, subur dan makmur serta penduduknya shalih, beriman kepada Allah. Sehingga mereka menerima kenikmatan sangat luar biasa berupa kesejahteraan warganya. Namun karena akhirnya perilaku mereka itu kemudian berubah dan luntur, dengan mengingkari Allah, maka turunlah azab atas mereka yang menghapuskan kenikmatan-kenikmatan yang sebelumnya mereka terima. Ini merupakan pelajaran sangat berharga bagi umat manusia sesudahnya.

Hakikat dari “Baldatun Ṭoyyibatun Wa Rabbun Ghafūr” yang kita idam-idsamkan adalah negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku penduduknya, negeri yang alamnya subur dan makmur, dengan penduduknya yang pandai bersyukur.

Itulah negeri yang seimbang antara kebaikan jasmani dan rohani penduduknya, negeri yang aman dari ancaman musuh yang hendak memecah belah, baik dari dalam maupun dari luar. Negeri yang melesat maju, baik dalam hal ilmu agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.

Serta yang paling utama adalah negeri dengan penguasa yang adil dan shalih, taat kepada Allah, dengan penduduknya yang penuh kesantunan, kepatuhan dan kedamaian.

Gambaran negeri yang di dalamnya terjalin hubungan yang harmonis antara pemimpin dan masyarakatnya, dengan terwujudnya saling menasihati dan mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Selanjutnya, jangan dilupakan juga bahwa semangat kemerdekaan yang digelorakan dalam jiwa kaum Muslimin di Indonesia hingga mencapai kemerdekaannya, tidak lepas dari kalimat Tauhid, yang terwujud dari pekik takbir “Allahu Akbar!”. Kalimat pembakar semangat yang dikumandangkan para ulama, kyai dan tokoh Islam, para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Tidaklah mungkin tauhid dilepaskan dalam perjuangan suatu bangsa. Sebab pangkal pokok pandangan Islam adalah dua kalimat syahadat.

Menurut Buya Hamka, tidak mungkin tauhid dilepaskan dalam perjuangan bernegara. Sebab pangkal pokok pandangan Islam adalah dua kalimat syahadat.

Menurut Buya Hamka, dengan dua kalimat syahadat itu, bagi kehidupan Islam sangat besar. Karena dengan kalimat itu, tidaklah ada yang kita sembah, melainkan Allah. Tidak ada peraturan yang kita akui, atau undang-undang yang kita junjung tinggi, melainkan peraturan dan undang-undang dari Allah.

Hadirin yang sama-sama mengharap ridha dan ampunan Allah

Begitulah, memang sesungguhnya Islam hadir membawa misi pembebasan bagi manusia dari segala bentuk penjajahan dan penindasan. Islam hadir untuk memperbaiki akhlak umat manusia dan selanjutnya hanya menghamba kepada Allah. Termasuk dalam hal ini membebaskan manusia dari kungkungan hawa nafsu yang mendorong manusia bersikap destruktif atau merusak menuju manusia konstruktif atau membangun.

Misi Islam juga sesungguhnya untuk memanusiakan manusia, yaitu menghormati harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam artian, menempatkan manusia sebagai hamba Allah yang mempunyai misi untuk memakmurkan kehidupan di dunia ini, membawa sebagai ajaran yang membawa rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil ‘alamin).

Allah menyebutkan di dalam firman-Nya :

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al-Anbiya [21]: 107).

Karena itu, tidaklah sempurna iman seorang, manakala kesalehan ritual yang ditunjukkan dengan shalat, puasa, dan lainnya, tidak membawa implikasi positif bagi proses kemanusiaan pada sekelompok masyarakat marginal (dhu’afa). Terutama dalam bentuk kepedulian dengan memberikan kontribusi bagi penguatan sendi-sendi ekonomi umat.

Juga nilai-nilai rahmat Islam yang mengajak manusia untuk saling menjaga persatuan walau di tengah berbagai perbedaan yang ada. Juga saling menolong antar sesamanya. Termasuk mendorong pembebasan negeri-negeri terjajah. Seperti saat ini Palestina, satu-satunya negeri di dunia ini yang masih terjajah oleh kolonialisme Zionis.

Lebih dari setengah abad lalu, tepatnya tahun 1953, Jama’ah Muslimin (Hizbullah), wadah kesatuan umat Islam yang bersifat rahmatan lil ‘alamin, telah mengeluarkan Maklumat I yang isinya, “Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tegak berdiri di dalam lingkungan kaum muslimin, di tengah-tengah antar golongan, menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar. Menolak tiap-tiap fitnah penjajahan, kedzaliman suatu bangsa di atas bangsa lain dan mengusahakan ta’aruf antar bangsa-bangsa”.

Kaum Muslimin yang Allah muliakan

Untuk itu, marilah kita semakin memperkokoh persatuan dan kesatuan umat dan bangsa, kita perkokoh kehidupan berjama’ah, kita tinggalkan segala pertikaian dan permusuhan, kita songsong tantangan masa depan dengan semangat membangun negeri dalam ridha ilahi.

Allah mengingatkan kita di dalam ayat:

وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعً۬ا وَلَا تَفَرَّقُواْ‌ۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً۬ فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦۤ إِخۡوَٲنً۬ا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ۬ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡہَا‌ۗ كَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَہۡتَدُونَ  

Artinya; “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali [agama] Allah seraya berjama’ah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu [masa Jahiliyah] bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS Ali Imran [3]: 103).

Pada ayat lain Allah menegaskan:

وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَلَا تَنَـٰزَعُواْ فَتَفۡشَلُواْ وَتَذۡهَبَ رِيحُكُمۡ‌ۖ وَٱصۡبِرُوٓاْ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ  

Artinya: “Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS Al-Anfal [8]: 46).

Semoga Allah senantiasa meridhai dan memberkahi kita semuanya dalam nuansa kemerdekaan hakiki. Aamiin.

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

(A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Ali Farkhan Tsani

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.