LGBT, Menanti Azab Allah

lgbt-tolak_20160209_110133Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency) 

Istilah  (Lesbian, Gay, Biseksual and Transgender) telah digunakan sejak tahun 1990-an dan menggantikan istilah Komunitas Gay. Tak heran kalau pengikutnya semakin tahun semakin melonjak.

Apalagi direstui oleh pemerintah di 20 negara di dunia.Tercatat ada ada lebih dari 20 negara yang melegalkan Undang-Undang Perkawinan Sejenis LGBT. Di antaranya adalah Belanda (tahun 2001), Belgia (2003), Spanyol (2005), Kanada (2005), Afsel (2006), Norwegia (2009), Swedia (2009), Portugal (2010), Islandia (2010), Argentina (2010), Denmark (2012), Brazil (2013), Inggris (2013), Prancis (2013), Selandia Baru (2013), Uruguay (2013), Skotlandia (2014), Luxemburg (2015), Finlandia (2015), Slovenia (2015), Irlandia (2015), Meksiko (2015), dan Amerika Serikat (2015).

Statistik pun menyebutkan, ada sekitar 6 juta pengguna jejaring sosial, yang bergabung dalam komunitas LGBT.

Tak terkecuali di Indonesai pun ternyata atas nama hak asasi tampil para pembela LGBT yang menyerukan kebebasan bagi kelompok itu.

Haram Perkawinan Sejenis

Tahun 2013, Para Ulama Al-Azhar melalui Lembaga Riset Islam (Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah) telah mengeluarkan fatwa haramnya perkawinan sejenis. Pernikahan sesama jenis juga dapat mengakibatkan pelakunya keluar dari agama Islam.

Ditegaskan oleh keterangan itu, menikah sesama jenis adalah haram. Siapa saja yang melakukannya, maka ia telah keluar dari agama Islam. Ditambahkan oleh Al-Azhar, semua agama juga menegaskan larangan perkawinan sejenis. Perilaku itu adalah bentuk penyimpangan terhadap akhlak, nilai-nilai dan fitrah manusia.

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun sudah menyatakan fatwa per 31 Desember 2014 lalu, tentang keharaman gay, lesbian, sodomi, dan pencabulan.

Penetapan fatwa ini didasari karena MUI memiliki perhatian terhadap maraknya kasus-kasus kejahatan seksual yang dalam perspektif Islam merupakan tindakan luar biasa,” kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI waktu itu, Asrorun Niam Sholeh.

Hukum Islam, dijelaskan Niam, dibangun atas lima prinsip dasar yang salah satunya adalah melindungi kehormatan dan melindungi keturunan.  Untuk itu, sebagai wujud tanggung jawab sosial keulamaan, Komisi Fatwa MUI merespon isu-isu aktual tersebut. Salah satunya, dengan melakukan pembahasan sekaligus penetapan fatwa mengenai hukuman pelaku tindakan kejahatan seksual. Ia mengatakan, tindakan kejahatan seksual yang dimaksud bukan hanya perzinaan dan pencabulan. Tetapi, termasuk di dalamnya tindakan sodomi dan homoseksual.

Dalam perspektif hukum Islam, ujarnya, satu-satunya pintu yang absah untuk menyalurkan hasrat seksual adalah melalui pernikahan dan pernikahan dilakukan antara laki-Laki dan perempuan yang memenuhi persyaratan.

Di dalam Al-Quran sebagai petunjuk umat manusia, telah memberikan panduan, bahkan contoh bagaimana perintatan azab kaum Nabi Luth, yang tercatat dalam sejarah melakukan perbuatan tercela tersebut dan menuai .

Firman Allah :

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ .أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ وَتَقْطَعُونَ السَّبِيلَ وَتَأْتُونَ فِي نَادِيكُمُ الْمُنْكَرَ فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا ائْتِنَا بِعَذَابِ اللَّهِ إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ .قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ. وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا إِبْرَاهِيمَ بِالْبُشْرَى قَالُوا إِنَّا مُهْلِكُو أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ إِنَّ أَهْلَهَا كَانُوا ظَالِمِينَ. قَالَ إِنَّ فِيهَا لُوطًا قَالُوا نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَنْ فِيهَا لَنُنَجِّيَنَّهُ وَأَهْلَهُ إِلَّا امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ. وَلَمَّا أَنْ جَاءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَقَالُوا لَا تَخَفْ وَلَا تَحْزَنْ إِنَّا مُنَجُّوكَ وَأَهْلَكَ إِلَّا امْرَأَتَكَ كَانَتْ مِنَ الْغَابِرِينَ.  إِنَّا مُنْزِلُونَ عَلَى أَهْلِ هَذِهِ الْقَرْيَةِ رِجْزًا مِنَ السَّمَاءِ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ . وَلَقَدْ تَرَكْنَا مِنْهَا آيَةً بَيِّنَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ.

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya:Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamundan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” Luth berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan itu. Dan tatkala utusan Kami (para malaikat) datang kepada Ibrahim membawa kabar gembira, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami akan menghancurkan penduduk negeri (Sodom) ini; sesungguhnya penduduknya adalah orang-orang yang zalim.” Berkata Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth.” Para malaikat berkata: “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak punya kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata: “Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali isterimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” Sesungguhnya Kami akan menurunkan azab dari langit atas penduduk kota ini karena mereka berbuat fasik. Dan sesungguhnya Kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyatabagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Al-Ankabut [29]: 28-35).

Firman Allah pada ayat lain:

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ

Artinya: “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi”. (Qs. Huud [11]: 82).

Allah tidak pernah menyebutkan seorang kaum pun dari penghuni bumi yang melakukan dosa besar sebelum kaum Luth. Maka, Allah menghukum kaum Luth dengan hukuman yang tidak pernah dijatuhkan kepada seorang pun sebelum mereka. Yaitu Allah menghimpunkan beberapa jenis hukuman terhadap mereka. Mereka dibinasakan, bumi tempat mereka berpijak dibalikkan, mereka pun dihujani batu dari langit.

Allah bermaksud menimpakan kehancuran yang tidak pernah dijatuhkan kepada umat manapun selain mereka.Yang demikian itu disebabkan besarnya kerusakan dari kejahatan tersebut, yang hampir-hampir membuat bumi bergoncang, jika perbuatan itu merajalela di atasnya.

Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun menyatakan :

أَنَّ رَسُولَ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم لَعَنَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : مَلْعُونٌ مَلْعُونٌ مَلْعُونٌ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah melaknat tiga kali: Sungguh orang yang dilaknat, sungguh orang yang dilaknat, sungguh orang yang dilaknat, (yaitu) orang-orang yang mengerjakan perbuatan kaum Luth”. (HR al-Baihaqi).

Itulah di antaranya landasan dari al-Qur’an dan al-Hadis yang menerangkan kisah kaum Nabi Luth, yang mengindikasikan betapa tercelanya perbuatan perkawinan sejenis tersebut.

Hukuman Pelaku Perkawinan Sejenis

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda:

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

Artinya: “Barangsiapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah kedua pelakunya.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Karena itu, pernah suatu ketika shahabat Khalid bin Walid, menemukan seorang laki-laki di suatu perkampungan Arab yang menikah dengan laki-laki lainnya seperti layaknya menikahi wanita. Lalu, Khalid bin Walid menulis surat laporan kepada Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan menceritakan temuannya itu.

Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq bermusyawarah dengan shahabat yang lainnya. Di antara shabahat yang diajak bermusyawarah, Ali bin Abi Thalib adalah shahabat yang paling keras pendapatnya di dalam masalah ini. Ali berkata, “Tidak ada yang melakukan perbuatan ini kecuali satu umat saja dari sekian banyak umat, dan kalian sudah tahu apa yang diperbuat Allah terhadap umat itu. Menurut pendapatku, pelakunya harus dibakar.”

Abdullah bin Abbas berkata, “Harus dicari bangunan yang paling tinggi daerahnya, kemudian pelaku homoseksual dijatuhkan dari atas bangunan itu dan diikat dengan batu.”

Abdullah bin Abbas menetapkan hukuman bagi pelaku homoseksual seperti hukuman yang dijatuhkan Allah kepada kaum Luth.

Ibnu Abbas berkata pula, meriwayatkan dari Nabi, bahwa beliau bersabda, “ Siapa di antara kalian mendapatkan yang berbuat seperti yang diperbuat kaum Luth, bunuhlah pelakunya dan orang yang diajak melakukannya.”

Dengan demikian hukuman homoseks adalah bisa dengan dibakar, dirajam dengan batu, dilempar dari bangunan yang paling tinggi yang diikuti lemparan batu atau ada pula yang mengatakan ditimpakan tembok kepadanya.

Itulah kemurkaan besar bagi kaum Nabi Luth yang menyukai melakukan perkawinan sejeis, dan begitupula para shahabat yang memberikan hukuman yang sangat berat bagi mereka yang melakukannya.

Sementara kita saat ini tidak berani melakukan hukuman yang tegas kepada mereka, hanya karena didasarkan takut melanggar HAM dan perikemanusiaan. Padahal dalam menegakkan hukum harus ada efek jera, supaya pelakunya tidak mengulangi lagi. Itulah hukum Islam, ketika ditegakkan maka akan melahirkan efek jera, bukan hanya bagi pelaku homoseksual tapi bagi pelanggaran hukum lainnya seperti pezina, pencuri, koruptor, dan sebagainya.

Karena sesungguhnya di balik ketegasan hukum Islam ada kemaslahatan bagi manusia secara lebih luas.

Bertaubat

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah berkata, “Jika Muslim pelaku homoseks bertaubat dengan sebenar-benarnya (taubat nasuha)dan beramal shaleh kemudian mengganti kejelekan-kejelekannya dengan kebaikan, membersihkan berbagai dosanya dengan berbagai kataatan dan taqarrub kepada Allah, menjaga pandangan dan kemaluannya dari hal-hal yang haram. serta tulus ikhlas dalam amal ibadahnya, maka dosanya diampuni dan termasuk ahli surga. Karena Allah mengampuni semua dosa.Apabila taubat saja bisa menghapus dosa syirik, kufur, membunuh para nabi, sihir, maka taubat pelaku homoseks juga bisa menghapuskan dosa-dosa mereka”.

Tidak ada cara lain kecuali kembali kepada tuntunan Allah, dengan menanamkan akidah shahihah pada semua anggota masyarakat karena ia merupakan benteng yang aman dan pelindung dari ketergelinciran dan penyelewengan.

Perlu juga terus memperbanyak halaqah (majelis pengajian/kajian) ke-Islaman, khususnya pada anak-anak dan remaja, memperhatikan pendidikan anak-anak muda dan mengisi waktu kosong mereka dengan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka.

Upaya lainnya adalah dengan memberikan nasihat kepara pemuda di kompleks-kompleks terdekat dan memberikan buku-buku bacaan Islam yang bisa menguatkan hubungan mereka dengan Allah serta berusaha memberantas sarana berkumpulnya para pemuda tempat mereka melakukan kemaksiatan.

Adapun komentar terhadap merebaknya pemikiran pembolehan atas nama hak asasi dan kebebasan, maka ada baiknya perktaan Dr. Adhian Husaini, yang menyebtukan, bahwa bentuk pengakuan terbaik kepada para pelaku homoseksual adalah mengakui bahwa perilakunya menyimpang, dan kemudian mendukung mereka untuk bisa sembuh dan kembali pada kodratnya. Bukan diberikan motivasi untuk tetap mengidap perilaku menyimpang tersebut dan dibenarkan atas nama HAM.

Para liberalis pembela homoseksualitas yang memberikan informasi menyesatkan, justru membuat pelaku homoseksual menjadi makin terjerumus, dan semakin menjauhi pintu-pintu taubat, serta tinggal menunggu azab Allah. Na’udzubillahi min dzalik.

Dan memang, “Dosa Pemikiran itu tidak ringan, karena menyebarkan pemikiran yang salah juga berat dosanya, apalagi jika kemudian diikuti oleh banyak orang,” ujar Adian Husaini.

Akhirnya, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan pertolongan dan kekuatan kepada kita semua agar tidak terjerumus dalam gelimang dosa yang penuh kekejian. Serta memberikan petunjuk kepada manusia untuk memperhatikan ketentuan Allah di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga dalam berbuat, berkata, berpikiran, semuanya seiring dengan pentunjuk Allah, Sang Pencipta manusia dan alam seisinya. Aamiin. (T/P4/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)