Yakhsyallah Mansyur : Merayakan Tahun Baru Masehi, Haram Bagi Muslim

P_20160101_132833Hiruk pikuk perayaan tahun baru 2016 begitu ironis, karena tahun masehi bukan tahun baru umat Islam., tapi sebagian besar yang ikut merayakannya adalah umat Islam. Bagaimana kita sebagai  umat Islam menyikapi hal tersebut.

Berikut wawancara MINA dengan Yakhsallah Mansur Imaam Jama’ah Muslimin(Hizbullah) tentang fenomena perayaan tahun baru Masehi :

Bagaimana fenomena tahun baru saat ini?

Sebenarnya tahun baru Masehi bukanlah tahun baru umat Islam, akan tetapi tahun baru tersebut merupakan tahun baru umat Kristen dan para penyembah berhala, di mana masyarakat Romawi merayakan dan memuliakan Dewa Janus.

Dewa Janus digambarkan sebagai dewa bermuka dua. Sebagian menafsirkan bahwa Dewa Janus menghadap ke depan dan ke belakang tapi ada juga yang menafsirkan itu merupakan simbol kemunafikan.

Namun, fenomena yang terjadi saat ini kebanyakan umat Islam yang merayakan tahun baru tersebut, terutama di Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim. Para ulama menyayangkan tahun baru Masehi dijadikan sebagai tahun baru nasional, yang sebelumnya merupakan tahun baru keagamaan.

Aceh merupakan salah satu provinsi yang melarang perayaan tahun baru Masehi 2016. Bahkan Brunei Darussalam pun melarang perayaan tahun baru tersebut bagi umat Islam. Seharusnya ulama Indonesia mengeluarkan fatwa haramnya umat Islam untuk merayakan tahun baru Masehi.

Salah satu alasan kenapa diharamkannya perayaan tahun baru Masehi adalah  karena saat merayakan tahun baru menimbulkan jalan menuju terjadi kemaksiatan, dan jika kemaksiatan dilakukan maka azab Allah tidak dapat dihindari.

Bagaimana seharusnya seorang Muslim menyikapi tahun baru Masehi ?

Pertama, memperkuat aqidah, jangan sampai kita terjerumus ke dalam aqidah yang tidak benar. Jika aqidah seorang Muslim kuat maka tidak akan tercampur  dengan hal yang batil. Hati seorang Muslim itu hanya satu: jika tidak hak, maka batil.

Kedua, pendidikan, para pengajar di majelis taklim hendaknya menyampaikan hal yang sebenarnya tentang tahun baru, mungkin banyak orang yang belum tahu mengenai tahun baru.

Ketiga, pentingnya peran para ulama sangat menentukan karena ulama menyampaikan suatu pencerahan, mana yang sifatnya  aqidah dan yang mana sifatnya sosial. Sehingga orang yang tidak merayakan tahun baru dianggap tidak menghormati agama lain. Kita  menghormati agama lain itu saat urusan sosial bukan menyangkut aqidah. Untukku agamaku dan untukmu agamamu (Qs Al Kafirun).

Keempat, keluarga hendaknya ketat dalam mengawasi anak-anaknya, dan memberikan nuansa Islami di dalam lingkungan keluarga.

Kelima, di antara umat Muslim sendiri hendaknya saling menasihati.

Itulah langkah-langkah yang dapat menyelamatkan kita dari kemaksiatan yang dibungkus dengan perayaan tahun baru.

Faktanya, banyak umat Islam yang mengikuti perayaan tahun baru, bagaimana para ulama menyikapi hal tersebut?

Dengan memberikan tausiyah dan nasehat. Diikuti atau tidak yang terpenting tugas ulama adalah menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar. Kami menyampaikan bahwa merayakan dan mengucapkan tahun baru merupakan haram. Karena hal tersebut merupakan perayaan Paganisme, Tasyabuh yaitu menyerupai agama lain, menimbulkan kemaksiatan, dan kemaksiatan akan menimbulakn azab. Seperti dalam hadis, disebutkan bahwa, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Al-Libas, 3512. Al-Albany berkata dalam Shahih Abu Dawud, Hasan Shahih no. 3401). (L/een/fit/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

Wartawan: Admin

Editor: Bahron Ansori