Panen Terakhir Kebun Zaitun Terbaik Palestina

Lembah Cremisan kini sebagian besar ditumbuhi tanaman liar. Para pemilik tanah lokal mengatakan bahwa mereka telah kehilangan semua harapan setelah lebih dari 300 hektar pohon zaitun dan kebun di sepanjang lereng bukit dirampas oleh penjajah Israel pada awal tahun ini.

“Saya tidak di sini sama sekali awal tahun ini. Lihatlah bagaimana gulma telah tumbuh liar dan sampah dari jalanan menumpuk,” kata Ricardo Jaweejat kepada wartawan Al-Jazeera sambil menunjuk ke arah kebun zaitun yang luas, yang menjadi milik keluarganya selama beberapa generasi. “Apa gunanya? Ketika kami mendengar Israel mengambil tanah, saya berusaha melakukan sesuatu. Ini sedikit berbahaya jika berada di sini sekarang.”

Zaitun dari Beit Jala adalah buah yang diproduksi oleh warga Palestina menjadi minyak zaitun yang dianggap terbaik di seluruh dunia.

Beit Jala adalah sebuah distrik di Bethlehem yang yang diduduki oleh penjajah Israel.

Tahun ini diduga menjadi kesempatan terakhir untuk memanen buah zaitun di lembah, karena akan segera diblokir oleh perpanjangan tembok pemisah penjajah Israel.

Tanah itu, sekarang secara teknis milik pemerintah Israel. Lahan itu akan tertutup bagi mereka yang biasanya bergantung pada panen zaitun. Padahal, kebun zaitun adalah sumber yang sangat diperlukan pendapatannya.

Baca Juga:  Hari Nakbah ke-76, Akhir Hegemoni Zionis Israel

Sejak masa kakeknya Jaweejat, zaitun sudah dipanen di tanah itu, hingga masa Jaweejat tumbuh dewasa.

“Saya tidak bisa membayangkan bahwa sekarang kami akan kehilangan tanah ini untuk selamanya,” katanya.

Jaweejat adalah salah satu dari sekitar selusin keluarga yang menempuh jalur hukum selama sembilan tahun kepada pemerintah kolonial Israel dengan harapan bisa menjaga tanah mereka.

Pada bulan April 2015, pengadilan tinggi Israel memutuskan mendukung petisi warga Beit Jala. Namun, sembilan bulan kemudian diputuskan kasasi dan pengadilan memulihkan rute awal tembok pemisah yang kemudian mencaplok lembah.

Jaweejat berharap bahwa suatu hari nanti keluarganya dapat kembali ke Cremisan, meski dia tidak pernah mendengar ada kasus tanah yang dicaplok akan kembali ke pemiliknya.

“Tentu saja kami mencoba, tapi sulit untuk berpegang pada harapan,” katanya.

lembah-cremisan
Lembah Cremisan

Setelah meninjau tanahnya yang sudah dimiliki oleh otoritas penjajah, Jaweejat pergi mengendarai mobil dan melalui pusat Beit Jala yang mayoritas warganya beragama Kristen.

Baca Juga:  Malapetaka Nakba

Jaweejat memutuskan berhenti ketika jeep militer penjajah Israel melewati persimpangan.

“Kita tidak bisa menghindari mereka,” kata Jaweejat kepada wartawan yang bersamanya sambil menunjuk jeep hijau besar tentara Israel yang melintas.

Meski Beit Jala berada di area A yang seharusnya berada di bawah penuh kontrol Otoritas Palestina, tapi militer Israel bisa datang dan pergi melalui lingkungan itu sesuka mereka dan mengambil apa pun yang mereka inginkan.

Hal itu terjadi karena pangkalan militer Israel yang berada di Area C – di bawah kendali penuh Israel -, berada di bagian atas kota gunung itu, sehingga kehadiran militer Israel adalah biasa di kedua wilayah tersebut.

Di bagian atas Beit Jala adalah bukit, tempat pemukiman ilegal Israel Gilo dapat dilihat dengan jelas. Di seberang lembah ada pemukiman ilegal Yahudi Har Gilo.

Warga Palestina di daerah Lembah Cremisan yakin bahwa rute tembok pemisah dirancang untuk memungkinkan pemukiman ilegal Gilo dan Har Gilo dihubungkan melalui lembah.

Baca Juga:  Taiwan dan Kesehatan Global

Pada bulan Juli lalu, pemerintah kolonial Israel menyetujui inisiatif perencanaan untuk membangun 770 unit pemukim baru di seberang lembah dalam rangka memperluas pemukiman Gilo.

“Pemukiman itu akan terus diperluas sampai memakan semua tanah dari Gilo ke Har Gilo. Dinding ini tidak ada hubungannya dengan keamanan, itu hanya untuk mengambil tanah,” kata Jaweejat.

Sementara itu, Ilyas Jacshan, manajer di koperasi penggilingan zaitun mengatakan bahwa di tahun depan (2017) petani zaitun akan kehilangan semua bisnis itu.

“Banyak orang yang memiliki tanah di Cremisan sudah melewati panen tahun ini, tapi tahun depan tidak akan ada lagi,” katanya.

Menurut Jacshan, minyak zaitun Beit Jala dijual seharga dua kali lipat dari harga minyak zaitun dari luar kota, dan minyak asal Cremisan dapat dijual lebih tinggi.

“Ini bukan saat yang menyenangkan untuk panen. Orang-orang yang masih memiliki akses ke pohon (zaitun) mereka marah karena hasil panen yang kecil. Sementara yang lain, musim panen telah mengingatkan mereka bahwa sesuatu yang telah keluarga mereka miliki selama beberapa generasi sedang diambil dari mereka (oleh Israel),” tambahnya. (P001/R05)

Sumber: dari tulisan Sheren Khalel di Al-Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Rana Setiawan