Perbankan Syariah Potensi Berkembang Pesat

Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina. (Foto: Ist/man/Parlementaria)

Jakarta, MINA – Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina meminta kepada pemerintah melalui Kementerian BUMN agar mencermati pengembangan .

Menurutnya, bank syariah masih berpotensi berkembang pesat, mengingat penduduk Indonesia mayoritas muslim yang merupakan pangsa pasar sangat besar.

Nevi menemukan fenomena pangsa pasar bank syariah masih akan bertahan di bawah 7 persen dalam satu tahu ke depan.

Akibatnya, ekosistem yang masih tidak menguntungkan akan terus menyelimuti dunia .

“Perlu terobosan besar, yakni sebuah tindakan atau regulasi agar terjadi akselerasi industri perbankan, keuangan dan secara luas,” tutur Nevi dalam keterangan tertulis yang dilaporkan Parlementaria, Jumat (16/10).

Legislator dapil Sumatera Barat II ini menekankan, ada beberapa alternatif untuk memperkuat bank syariah. Salah satunya adalah .

Ia meyakini bahwa kebijakan merger ini akan berdampak pada efisiensi dan skala ekonomi. Akan tetapi, tambahnya, kebijakan merger juga tidak serta merta langsung meningkatkan pangsa pasar bank syariah.

Politisi PKS ini menerangkan, kebijakan merger tetap menuntut kebijakan untuk memperbesar pangsa bank syariah. Potensi nilai total aset bank syariah hasil merger akan mencapai Rp 210,5 triliun.

“Skala ini akan mencapai pangsa 40 persen dari total seluruh aset bank syariah. Meski terlihat sudah besar, tapi tetap ini masih jauh di bawah aset lima bank nasional terbesar,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui bahwa saat ini BRI memiliki aset Rp 1.287 triliun, Bank Mandiri Rp 1.131 triliun, Bank BCA Rp 916 triliun, Bank BNI Rp 788 triliun, dan Bank BTN Rp 306 triliun. Jadi, bank syariah hasil merger tetap perlu disuntik permodalan dan meningkatkan asetnya lebih besar agar mampu bersaing dengan bank umum papan atas tersebut.

“Saya mengharapkan, Pemerintah melalui Kementerian BUMN, dapat mewujudkan sebuah bank syariah yang masuk ranking tiga besar, agar bisa berkompetisi lebih ideal. Dengan bangsa pasar yang begitu besar di negara kita, sekitar 273 juta penduduk muslim Indonesia, seharusnya kita dapat menjadi negara terbesar se-Asean dalam pengelolaan bank syari’ah,” kata Nevi.

Selanjutnya ia menyarankan kepada pihak BUMN, agar bank syariah di bawah naungannya menjadi mandiri tersendiri, bukan sebagai anak perusahaan.

Saat ini, bank syariah masih hanya menjadi anak perusahaan bank BUMN konvensional jika tidak ditarik menjadi milik negara. Pemegang saham akan tetap perusahaan BUMN. Pemegang saham Mandiri Syariah adalah Bank Mandiri, BRI Syariah mayoritas pemegang sahamnya Bank BRI, dan BNI Syariah oleh Bank BNI.

“Pemerintah baru-baru ini memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) dan fasilitas-fasilitas pendanaan untuk bank BUMN sekitar Rp 30 triliun. Seharusnya bank syariah dapat mengakses, namun dikarenakan bukan perusahaan BUMN, melainkan hanya anak perusahaan, maka akan kesulitan dana penyertaan negara tersebut,” pungkas Nevi. (R/R1/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Rana Setiawan

Editor: Rudi Hendrik

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.