Merajut Tali Persaudaraan Islam

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj News Agency (MINA)

Marilah kita senantiasa menjadi manusia yang baik, bahkan terbaik, yakni dengan karena takwanya. Seperti Allah sebutkan di dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Wahai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat [49]: 13).

Salah satu upaya meraih gelar takwa itu adalah dengan  taat kepada Allah dan memperbaiki hubungan sesama manusia.

Allah menyebutkan di dalam ayat:

وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنَكُمْ وَأَطِيعُوا اللهَ وَرَسُولَهُ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya: “Dan perbaikilah hubungan di antara sesamam kalian, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian adalah orang-orang beriman.” (QS Al-Anfal 8]: 1).

Salah satu prinsip besar yang dibangun di dalam Islam adalah prinsip ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan sesama umat Islam, di antara sesama orang-orang beriman.

Dalam hal ini Allah menegaskan di dalam ayat:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (QS Al-Hujurat [49]:10).

Jika hubungan persaudaraan yang ada di antara manusia sangat beraneka ragam. Maka hubungan persaudaraan yang paling kokoh ikatannya dan paling setia kasih sayangnya ialah persaudaraan berdasarkan aqidah. Suatu ikatan persaudaraan yang tak kan lekang oleh panas dan tak kan luntur oleh hujan.

Baca Juga:  Menggugat Menteri Zionis Soal Kepemilikan Al-Aqsa

Persaudaraan yang mampu mempersatukan umat Islam dari berbagai penjuru tanpa memandang suku, warna kulit, beda bahasa, tempat maupun pangkat dan kedudukan.

Rasulullaj Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutnya sebagai, “bangunan yang satu sama lain saling menguatkan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Atau Nabi katakan, “Perumpamaan orang-orang beriman di dalam cinta dan kasih sayang mereka adalah seperti tubuh. Jika salah satu anggotanya mengeluh sakit, maka anggota tubuh lainnya akan memberikan kesetiaan kepadanya dengan susah tidur dan demam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Dengan ikatan kasih sayang tanpa batas itu, hilanglah perbedaan-perbedaan kesukuan dan warna kulit, lenyaplah perbedaan ras, dan terkuburlah fanatisme kebangsaan, partai dan kelompok.

Yang ada adalah “saya Muslim, Anda Muslim, kita semua Muslim”, maka saling Ta’aruf, memahami, dan berprestasi dalam taqwallah.

Dalam kaitan ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَآأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لتعارفوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al-Hujurat [49]: 13).

Inilah ikatan taqwa yang mampu menggantikan persaudaraan nasab (darah), ikatan-ikatan materi, kepentingan individu, maupun ambssi-ambisi pribadi.

Sehingga seseorang akan mampu mencintai saudara-saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.

Baca Juga:  Cara Mengkalibrasi Arah Kiblat pada Rashdul Qiblah

Jadi, jangan ditanya mengapa seorang Muslim bisa peduli dengan saudara sesama Muslim yang ada nun jauh secara fisik di Palestina sana, atau di ujung lautan Muslim Rohingya sana, atau yang tengah mengungsi warga Muslim Suriah, Irak, dsb.

Semua karena adanya ikatan Islam dan iman, kalimat tauhid “Laa ilaaha illallaah”. Selama seseorang telah bersyahadah, maka dia Muslim dan dialah saudara kita.

Itulah persadaraan abadi yang dicontohkan para sahabat Muhajirin (pendatang) dan sahabat Anshar (pembela, ‘pribumi’).

Dseperti Allah sebutkan di dalam ayat:

وَالَّذِينَ تَبَوَّءُو الدَّارَ وَاْلإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلاَيَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّآ أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ

Artinya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS Al-Hasyr: 9)

Dengan kokohnya persaudaraan itulah, umat Islam mampu membangun peradaban indah yang memberi warna, cahaya dan rahmat bagi semesta alam.

Bagaimana mungkin sesama Muslim Saling bermusuhan sementara Tuhannya masih saha, Allah.

Nabi mengingatkan kita, “Amal manusia ditunjukkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Lalu orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu akan diampuni dosanya, kecuali orang yang memendam rasa permusuhan dengan saudaranya. Dia (Allah) berfirman, ‘Tinggalkan kedua orang ini sampai mereka berdamai.’” (HR Muslim).

Saling menguatkan, saling memberi dan menerima, membangun bangsa dan negeri dengan penuh kedamaian tanpa kegaduhan yang diembuskan mereka yang tidak senang dengan persatuan dan kesatuan umat Islam.

Baca Juga:  Amalan Mulia di Bulan Dzulhijjah

Yahya Ar-Razi menyebutkan di dalam nasihatnya untuk kita semua, berkata, “Hendaknya setiap orang mukmin minimal mendapatkan tiga hal dari Anda: jika Anda tidak bisa memberinya manfaat (keuntungan), maka jangan memberinya mudharat (kerugian), jika Anda tidak bisa membuatnya gembira, maka jangan membuatnya bersedih, dan jika Anda tidak mau memujinya, maka jangan mencelanya.”

Pertikaian, permusuhan, ujaran kebencian sesama Muslim hanyalah akan melemahkan umat Islam itu sendiri.

Allah mengingatkan di dalam ayat:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُن فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ

Artinya: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS Al-Anfal [8]: 73).

Saling menebar salam, kedamaian dan keselamatan, seperti yang Nabi ajarkan:

لاَ تَدْخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى يُؤْمِنُوا، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

Artinya: “Tidaklah kalian masuk surga sehingga beriman, dan tidaklah sempurna iman kalian sehingga kalian saling mencintai. Apakah mau aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian lakukan akan timbul di antara kalian rasa saling mnencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian! Menyempatkan diri untuk mengujungi saudaranya.”

Mari, satukan energi ikatan ukhuwah Islamiyah kal jasadil wahid. Bergerak menuju naungan cinta, perdamaian, tolong-menolong, persaudaraan dan keharmonisan, karena Allah semata. (A/RS2/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)