MYANMAR LARANG ANGGOTA PARLEMEN MUSLIM IKUT PEMILU

Anggota Parlemen Muslim Myanmar, Shwe Maung. (Foto: dok. Burma Times)
Anggota Parlemen Muslim , Shwe Maung. (Foto: dok. Burma Times)

Yangon, Myanmar, 9 Dzulqa’dah 1436/24 Agustus 2015 (MINA) – Otoritas Myanmar melarang anggota parlemen Muslim mencalonkan diri pada pemungutan suara pemilu 8 November mendatang.

Shwe Maung dari Partai Pembangunan dan Solidaritas Bersatu (USDP), partai berkuasa, dilarang ikut serta dalam pemilihan anggota konstitusi negara bagian Rakhine, meskipun dia terpilih di sana pada 2010.

Otoritas pemilu berdalih bahwa orangtua Maung bukan warga negara Myanmar, namun klaim itu disangkalnya.

“Kedua orang tua saya menerima Kartu Registrasi Nasional pada tahun 1957, ketika itu satu-satunya ID yang ada,” katanya kepada Myanmar Times, Senin (24/8). “Hal ini sangat jelas kami adalah warga negara,” imbuhnya.

Dia akan mengajukan banding atas keputusan tersebut. Dia telah merencanakan untuk masuk pemilu sebagai calon independen setelah partainya menolaknya mencalonkan diri atas nama partai.

Dia juga mengatakan, ayahnya adalah seorang perwira di kepolisian negara itu.

Sebuah kelompok advokasi hak asasi yang terdiri dari anggota parlemen dari negara-negara ASEAN mengecam keputusan itu, Senin, Anadolu Agency melaporkan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).

“Klaim Komisi Pemilihan adalah konyol. Dan apa lagi, keputusan ini secara aktif merusak proses demokrasi,” kata Charles Santiago, seorang anggota parlemen Malaysia yang menjabat sebagai Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia.

Minoritas Rohingya telah menghadapi penganiayaan sistematis selama puluhan tahun, tetapi baru kali ini pemerintah mengambil langkah untuk mengecualikan mereka berpartisipasi dalam pemilu.

Ratusan ribu orang kehilangan haknya awal tahun ini ketika pemerintah menarik dokumen kewarganegaraan sementara mereka, yang dikenal sebagai Kartu Putih dan banyak dipegang oleh Muslim Rohingya.

Kelompok yang secara bahasa dan etnis berbeda dari mayoritas pemeluk Buddha Rakhine, secara resmi dianggap sebagai penyusup dari negara tetangga Bangladesh dan disebut sebagai etnis “Bengali”.

Dalam pemilu 2010 yang cacat, banyak warga Rohingya mendukung partai USDP yang didukung militer.

Sejak itu, kekerasan komunal yang dipimpin oleh umat Buddha telah memaksa puluhan ribu Rohingya dan Muslim lainnya meninggalkan rumah mereka dan menewaskan ratusan orang.

Kekerasan disertai dengan kampanye kebencian terhadap Muslim yang dipelopori oleh para biksu Buddha. Pemrotes juga turun ke jalan untuk menyerukan pencabutan hak kewargaan etnis Rohingya. (T/P001/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0